Solilokui

Ironis, di Negeri Ini Masih Terjadi Stunting

Sebanyak sembilan juta balita Indonesia hari ini mengerang, menangis karena kekurangan gizi kronis. Di negara yang masuk ke dalam barisan Negara G-20–20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini–ternyata merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia.

Oleh  :  Bambang Sutrisno*

JERNIH– Seorang anak kecil terbaring lemah di rumah sakit. Tubuhnya lemah, badannya kurus, dan tatapan matanya nanar tanpa semangat. 

Dia terserang broncopnemoni sejak  dua tahun lalu.  Nafasnya tersengal-sengal karena penyakit itu telah menyerang paru-parunya.  Dokter menyatakan anak tersebut menderita kekurangan gizi kronis.

Ini bukanlah cerita fiksi atau khayalan belaka. Ini benar terjadi di Indonesia, di negeri gemah ripah loh jinawi yang makmur nian. Kasus ini terjadi di lumbung beras Indonesia, negeri Wajo, Sulawesi Selatan pada tahun 2021, saat ini.  Negeri yang tidak jauh dari jangkauan, hanya tiga jam dari ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Kekurangan gizi kronis

Sebanyak sembilan juta balita Indonesia hari ini mengerang, menangis karena kekurangan gizi kronis. Di negara yang masuk ke dalam barisan Negara G-20–20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini–ternyata merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah.  

Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6 persen, di atas batasan yang ditetapkan WHO (20 persen). Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting.

Di tengah situasi pandemi, kasus-kasus stunting akan semakin merebak, semakin banyak, dan akan menyebabkan masalah besar pada perekonomian nasional serta ketahanan jangka panjang bangsa Indonesia.  Penanganan masalah ini seharusnya tidak kendor karena alasan pandemi. 

Penanggulangan masalah stunting ini harus dilakukan dengan intervensi langsung pemerintah kepada ibu hamil dan balita di bawah usia 3 tahun.  Intervensi langsung juga harus segera dilakukan di daerah-daerah dimana tingkat prevalensi stunting ini sangat tinggi, seperti di Provinsi NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi  kegiatan Posyandu di masa pandemi merupakan suatu keharusan. Tanpa reaktivasi kegiatan posyandu, sangat sulit menjangkau keberadaan ibu hamil dan anak balita di lingkungan yang semakin teralienasi oleh pandemi.  Adanya posyandu dapat membantu ibu hamil dan ibu dengan anak balita untuk memperoleh informasi pola pengasuhan yang tepat.

Penambahan dan pengayaan gizi kepada ibu hamil wajib dilakukan.  Penambahan gizi dilakukan dengan memberikan suplemen zat besi untuk mencegah anemia dan pemberian makanan bergizi tinggi seperti telur, susu, ikan, dan bubur kacang hijau.  Penambahan makanan bergizi seminggu sekali setidaknya dapat memperbaiki status gizi anak dalam kandungan.

Pemberian makanan tambahan pendamping ASI juga perlu diberikan baik kepada Ibu menyusui maupun anak balita.  Intervensi langsung pemerintah diperlukan untuk mendanai kebutuhan gizi ibu menyusui dan anak balita tersebut.  Makanan-makanan sumber gizi yang baik harus tersedia dengan harga terjangkau sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.

Beberapa makanan dengan kandungan gizi yang baik dan tersedia di seluruh Indonesia serta terjangkau semua keluarga adalah telur, ikan, kacang hijau, dan kacang-kacangan lainnya.  Telur dengan harga Rp. 1.700 per butir adalah sumber protein yang relatif murah dan terjangkau.  Tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak memiliki sumber telur sendiri, entah dari ayam kampung, ayam ras, itik, bebek, ataupun burung.  Semuanya adalah sumber gizi yang sangat baik bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita.

Ikan adalah sumber protein hewani yang memiliki kandungan omega 3 yang sangat baik bagi anak balita untuk perkembangan otak dan pertumbuhannya.  Sebagai Negara kepulauan, Indonesia sangat kaya akan sumber daya perikanan.  Harga ikan juga relatif terjangkau oleh semua kalangan.  Baik itu ikan laut ataupun ikan air tawar.

Sementara berbagai jenis kacang-kacangan yang merupakan sumber protein nabati yang sangat baik bagi kesehatan tersedia di seluruh Indonesia.  Ada kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kedelai, dan rupa-rupa kacang lainnya.  Aneka masakan dapat diolah dari sumber kacang-kacangan ini.  Tidak ada alasan untuk tidak mengonsumsi sumber protein ini.

Sumber protein yang juga sangat baik adalah susu.  Meskipun tidak semua wilayah Indonesia tersedia dan terjangkau oleh susu dan produk-produk olahan susu, namun produk susu memiliki keunggulan untuk didistribusikan ke daerah-daerah terpencil dan memiliki akses terbatas.  

Salah satu program yang sangat baik dilaksanakan pemerintah adalah Program segelas susu seminggu untuk anak sekolah.  Program ini dapat menyasar daerah-daerah yang tingkat prevalensi stunting relatif tinggi sebagaimana disebut di atas.

Pemerintah tidak boleh tinggal diam dan melakukan intervensi minimal dari kasus-kasus kekurangan gizi kronis ini.  Tidak boleh anggaran digunakan untuk membangun jalan-jalan bagus, atau gedung-gedung megah, sementara status gizi 30 persen rakyatnya begitu parah.  Tidak dapat ditoleransi kebijakan yang hanya berupa intervensi tidak langsung.

Pada akhirnya kita semua akan ditanyakan, apa yang kita tinggalkan kepada anak cucu kita nanti.  Gizi yang baik, kesehatan yang prima, kecerdasan yang tinggi, daya tahan tubuh yang kuat adalah warisan berharga kita kepada anak cucu kita kelak.

Kita tak mau lagi ada judul berita  “Sebanyak 1.034 bayi di Aceh meninggal dunia selama tahun 2013 akibat kekurangan gizi”.  Katakan tidak untuk kekurangan gizi. [ ]

Penulis adalah Ketua Kompartemen Pangan, DPP HIPPI

Back to top button