Solilokui

Kejuangan Bugis-Makassar

Tentu, pola dasar karakter Bugis-Makassar seperti itu tak seperti kode genetik yang bisa otomatis diturunkan. Pandangan dunia dan etos ‘siri’-nya perlu direaktualisasi dan direorientasi. Semangatnya tak sekadar berani berkelahi, tapi juga tegar pertahankan prinsip yang luhur.

Oleh  : Yudi Latif

JERNIH– Bugis-Makassar itu nama file daya juang keindonesian. Pandangan dunianya kosmopolitan. Etosnya siri’ (berani tarung demi harga diri). G.H. van Soest menyebutnya sebagai representasi jiwa kepahlawanan Nusantara.

Yudi Latif

Epos kepahlawannya tertuang dalam “I La Galigo”, sebuah epik mitos penciptaan dalam bentuk sajak bersuku lima; ditulis antara abad 13-15, dengan ketebalan lebih dari 6000 halaman, yang menjadikannya karya sastra terbesar di dunia.

Tentu, pola dasar karakter Bugis-Makassar seperti itu tak seperti kode genetik yang bisa otomatis diturunkan. Pandangan dunia dan etos ‘siri’-nya perlu direaktualisasi dan direorientasi. Semangatnya tak sekadar berani berkelahi, tapi juga tegar pertahankan prinsip yang luhur. Daya juangnya bukan sekadar menyerang-menerjang, tapi juga membangun dan menumbuhkan.

Epos kejuangan Bugis-Makassar perlu terus menjaga keseimbangan antara keberanian patriotisme “reaktif-defensif” ala Arung Palakka dan Sultan Hasanuddin dgn ketajaman visi patriotisme “positif- progresif” ala Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang.

Karaeng  Pattingalloang adalah seorang pemimpin visoner dengan minat yang besar pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia menguasai tiga bahasa asing terpopuler pada masanya, Spanyol, Latin dan Portugis, serta pandai mengelola diplomasi.

Ia juga membangun perpustakaan pribadi dengan koleksi berbagai buku, atlas dan bola dunia. Ia amat tertarik pada ilmu-ilmu yang bersifat fisis dan satwa. Lebih istimewa lagi, ia pernah memesan teleskop ciptaan Galileo Galilei yang datang setelah tujuh tahun pemesanan.

Kali ini saya tampilkan salah seorang representasi etos kejuangan Bugis-Makassar: Bapak Mayjen. TNI (purn.), Drs. Achmad Tanribali Lamo, S.H.; mantan Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri; beberapa kali jadi pejabat gubernur di beberapa propinsi.

Berikut testimoni beliau untuk karya saya: “Buku dan tulisan Pak Yudi Latif banyak memberikan pencerahan dan membuka wawasan kita sebagi pembaca. Hal ini karena beliau memiliki pribadi yang kuat dan berintegritas. Kecintaan pada bangsa dan negara timbul karena pengalaman dan pendidikan yang telah dilalui sehingga tulisannya dapat menjadi referensi dlm mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara.” [ ]

Back to top button