SolilokuiVeritas

Keteladanan Pemimpin

Jika tak ada perbedaan antara membunuh manusia dengan belati dan membunuhnya dengan salah urus, kata Mencius, pastikan rumah tangga kerajaan tak menggelar pesta mewah dan mengoleksi kuda gemuk-gemuk, sementara rakyat sekarat kelaparan. Manakala pemimpin negara lebih memperhatikan rakyatnya ketimbang diri mereka sendiri, rakyat akan mengetahuinya dan membuat mereka setia pada pemimpinnya yang menjadikan negara kuat.

Oleh   :  Yudi Latif

JERNIH– Saudaraku, pada momen genting yang menguji keberlangsungan bangsa, para pemimpin politik dihadapkan pada gugatan Mencius. “Adakah perbedaan antara membunuh manusia dengan belati dan membunuhnya dengan salah urus?”

Tidak, jawab sang raja. Jika demikian, ujar Mencius, pastikan rumah tangga kerajaan tak menggelar pesta mewah dan mengoleksi kuda gemuk-gemuk, sementara rakyat sekarat kelaparan. Manakala pemimpin negara lebih memperhatikan rakyatnya ketimbang diri mereka sendiri, rakyat akan mengetahuinya dan membuat mereka setia pada pemimpinnya yang menjadikan negara kuat.

Yudi Latif

Dengan meluasnya tendensi “timokrasi” (kekuasaan gila popularitas), tata kelola negara dan perilaku pemimpin, bahkan dlm suasana negeri yg masih dirundung kerawanan dan bencana, cenderung mengedepankan kepentingan oligarkis, kehebatan permukaan dan unjuk kemewahan, ketimbang meringankan derita rakyat.

Begitu kuat daya pukau kekuasaan dalam mengubah watak seseorang dgn mengikis kemampuan mawas diri. Padahal,  dgn mawas diri akan tersadar, kesusahan warga meraih kebahagiaan hidup disebabkan tabiat elit negeri yang tertawan ambisi kekuasaan, keserakahan dan gila hormat yang tak kenal cukup.

Sa’di berkisah, ”Seorang raja yang rakus bertanya kepada seseorang yang taat tentang jenis ibadah apa yang paling baik. Dia menjawab, “Untuk Anda, yg paling baik adalah tidur setengah hari sehingga tak merugikan atau melukai rakyat meski untuk sesaat’.”

Politik bisa membawa banyak perbedaan untuk kebaikan maupun keburukan. Politik bisa jadi sumber kebahagiaan manakala para pemimpin bisa jadi simpul tali kasih, rasa solidaritas dan saling menghormati.

Pemimpin harus menyadari bahwa jabatan kehormatan itu menuntut tanggung jawab melayani rakyat untuk membuatnya hidup berkembang. “Apa yang kuharap dari anakku, sudahkah kuberikan teladan baginya. Apa yang kuharap dari rakyatku, sudahkah kupenuhi harapan mereka?” ujar Confusius.

Kepemimpinan negara itu pusat teladan, ibarat mata air yang darinya mengalir sungai-sungai kehidupan yang memasok air ke hilir.  Mutu air di hulu akan memengaruhi mutu kehidupan di hilir.

Jernihkan mata air keteladan dengan meluruskan niat integritas. Niscaya Tuhan akan menunjuki jalan lurus. [  ]

Back to top button