Ketika Philip Khuri Hitti Menjadikan Orientalisme tak Lagi Alat Kolonialisme
Dalam “Sejarah Ringkas Dunia Arab” ini dapat terlihat posisi Hitti sebagai seorang orientalis. Bahasanya tentang Al-Qur’an cukup otoritatif dan tidak tampak subjektivitas yang berlebihan. Melihat apa yang diungkapkan Hitti tentang Al-Qur’an tampak bahwa ia begitu jauh meneliti Al-Qur’an. Kecermatannya dapat terlihat dari cara dia menjelaskan kuantitas ayat dan huruf dalam Al-Qur’an.
Oleh : Salman Akif Faylasuf
JERNIH– Sejarah orientalisme pada masa-masa pertama adalah pertarungan antara dunia Barat Nasrani abad pertengahan dengan dunia timur Islam, baik dalam keagamaan maupun ideologi. Bagi dunia Barat Nasrani, Islam merupakan problema masa depan secara keseluruhan di Eropa.
Dalam perkembangannya, orientalisme menjadi cabang ilmu pengetahuan yang subyektif, karena intervensi kolonial serta kecenderungan-kecenderungan emosional. Akibatnya, orientalisme tidak lebih dari alat kekuasaan kolonial atau ekspresi emosional belaka.
Para orientalis dengan dukungan penjajah telah berhasil memalsukan dan memutarbalikkan ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain, orientalisme merupakan sebuah bentuk eksplorasi dunia timur yang dilakukan oleh Barat. Tidak hanya pada karya ilmiah, melainkan kepada beragam corak seni, sastra, maupun hasil tulisan-tulisan penelitian yang dilakukan oleh orang Barat. Sedangkan orientalis merujuk pada subyek orang Barat yang menjadi penelitinya.
Dalam kajian para orientalis, semakin ke sini, pergeseran akan tujuan pengkajian tentang keislaman yang pada awalnya merupakan kegiatan ataupun alat untuk penjajahan bergeser menjadi sebuah bentuk studi yang benar-benar fokus pada tujuan ilmiah, dengan temuan-temuan yang apa adanya tanpa rekayasa atau murni akademis. Namun, juga tidak menutupi masih adanya pengaruh dari fanatik keagamaan yang masih ada. Salah satu tokoh orientalis yang menurut penulis lebih mengedepankan kegiatan akademis ketimbang upaya kolonialisme adalah Philip Khuri Hitti.
Ia adalah alumnus American University Beirut yang lulus pada tahun 1908, dan meraih gelar doktor di Universitas Columbia pada tahun 1915. Dia juga merupakan dosen di American University Beirut (1919-1925), mengajar bidang sejarah Arab. Dia juga mengajar di Universitas lainnya.
Tak hanya itu, Philip juga memiliki banyak karya antara lain, “History of the Arabs, The Syrians in America” (1924), “The origins of the Druze people and religion: with extracts from their sacred writings” (1928), “An Arab-Syrian Gentlemen in the Period of the Crusades: Memoirs of Usamah ibn-Munqidh” (1929), “History of Syria: including Lebanon and Palestine”, (1957), “The Arabs” (1960), “Lebanon in History” (1967), “Makers of Arab History” (1968), “The Near East in History” (1961), “Islam and the West” (1962), “Islam: A Way of Life” (1970), “Capital Cities of Arab Islam”” (1973).
Dalam bidang teologi dan hukum, sains dan filsafat, serta sastra dan humaniora keadaan Islam hari ini serupa dengan keadaan pada sembilan abad yang lalu. Berbagai mazhab pemikiran yang berkembang kemudian, dalam beberapa aspeknya tak mengalami perubahan hingga kini. Di antara mazhab-mazhab pemikiran itu, sekte-sekte Islam memiliki kedudukan yang penting. Tetapi, di atas banyak hal, Phillip K. Hitti berkesimpulan bahwa peradaban Islam adalah peradaban Arab, peradaban lisan, dan tulisan yang mengkopi; dengan sedikit inovasi di sana-sini sehingga sampai pada hari ini.
Mengkaji Arab
Sejarah bangsa Arab yang identik dengan Islam telah menjadi daya tarik tersendiri untuk dikaji, baik oleh orang-orang yang memang berasal dari Arab, maupun orang-orang barat yang tertarik dengan segala hal mengenai Arab, khususnya agama Islam. Istilah atau sebutan Arab bukanlah hanya sebatas wilayah, namun Arab mempunyai definisi yang luas jika dikaitkan dengan kebudayaan yang berkembang di dalamnya.
Salah satu aspek yang menarik dari Arab adalah bagaimana terciptanya suatu kebudayaan yang terbentuk bukan karena interaksinya dengan bangsa lain beserta kebudayaannya, namun budaya yang terbentuk sebagai lokal genius yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dengan keadaan yang begitu ganas.
Daya tarik lainnya dari Arab adalah kemunculan agama Islam. Islam sebagai suatu agama, bukan hanya merubah pandangan spiritual bangsa Arab, namun pengaruhnya begitu meluas ke berbagai aspek kehidupan. Arab, khususnya yang biasa disebut sebagai Jazirah Arab sebelum datangnya Islam adalah daerah yang sangat jauh dari unsur-unsur kebudayaan bangsa lain. Hal ini terjadi karena bangsa Arab dianggap kurang potensial dari segi ekonomi, disamping itu akses untuk bisa sampai di Jazirah Arab sangatlah sulit dan berbahaya.
Semua berubah secara drastis manakala Islam berkembang dengan pesat, sehingga Islam menjadi pondasi yang kuat dalam membangun peradaban yang baru, bahkan pada masa dinasti Umayah Islam menjadi kekuatan baru di dunia dan timbul ungkapan Pax Islamica dengan penaklukan hingga Spanyol. Kejayaan ini terus bertahan hingga terjadinya perang Salib dan kejayaan Islam lambat laun terus menurun.
Di masa Perang Salib inilah mulai muncul ketertarikan dari bangsa barat untuk mengkaji Islam, baik dari segi sosial, budaya maupun dari agama Islam itu sendiri. Tujuannya adalah mencari kesalahan yang ada dalam Islam. Orang-orang barat yang mengkaji Islam ini lalu kita kenal sebagai orientalis. Para orientalis ini pada awalnya memang mengkaji dari segi agama saja, namun cakupannya meluas hingga aspek kehidupan lainnya.
Melihat karya-karya historiografi kontemporer mengenai Islam, tampaknya ada kecenderungan untuk melihat Arab bukan hanya dari sudut pandang Islamnya saja, namun melihat dari aspek budaya dan unsur-unsur yang berat sebelah sudah mulai tidak tampak, walaupun belum sepenuhnya hilang.
Karya yang cukup baik dan tidak tampak keberpihakannya seperti karya Philip K Hitti dengan judul “The Arabs : A Short History” (Sejarah Ringkas Dunia Arab). Karya ini merupakan historiografi yang deskriptif dengan meninjau Arab bukan hanya dari unsur Islamnya, tapi lebih banyak melihat dari sisi kebudayaan.
Pembahasan dalam buku karya Hitti tersebut serta pengaruh zaman dalam penulisannya, tidak lupa unsur kebudayaan yang mengikat. Karya Hitti ini sangat menarik untuk dikaji karena, dari karyanya ini kita bisa menilai sejauh mana objektivitas Hitti yang notabene adalah seorang orientalis.
Karya Philip. K Hitti, “Sejarah Ringkas Dunia Arab” yang diterbitkan pertama kali tahun 1960 adalah suatu karya ringkasan dari “History of Arabs” (Sejarah Arab), sebagai buku pengantar sekaligus gambaran umum dari buku Sejarah Arab yang telah terbit sebelumnya.
Buku Sejarah Ringkas Dunia Arab ini secara umum membahas mengenai kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Arab, khususnya kaum Badui sejak masa pra Islam atau 2000 tahun sebelum Yesus lahir hingga masa berjayanya Islam di masa dinasti Umayah, serta pengaruh Muhammad dan Al-Qur’an dalam perkembangan Islam sebagai suatu peradaban yang besar.
Bahkan, buku ini menuturkan secara ringkas, namun padat akan hal-hal penting yang memang patut diketahui. Sejarah Ringkas Dunia Arab adalah salah satu karya historiografi kontemporer, tentunya tidak bisa melepaskan unsur-unsur yang mempengaruhi karya tersebut.
Sejarah Ringkas Dunia Arab diterbitkan pada tahun 1960, di periode tersebut seperti telah kita ketahui bahwa barulah terjadinya Perang Dunia II. Minat pada kebudayaan dan masyarakat Asia dan Afrika, yang telah dipahami pada abad kesembilan belas dan kedua puluh sebagai latar belakang pembentukan dari sebuah disiplin umum yang dikenal dengan orientalisme.
Studi Islam dan orientalisme, dan juga merupakan bagian dari gejala umum dalam tradisi akademis sesudah Perang Dunia II. Mengupas lebih jauh lagi mengenai Sejarah Ringkas Dunia Arab karya Philip K Hitti, tentunya harus dilihat dari latar belakang si penulis. Dengan mengetahui latar belakang penulis tentu saja akan mempermudah kita dalam menempatkan latar atau jiwa zaman yang berkembang di masanya.
Lebih dari itu, Philip K. Hitti melakukan telaah serius selama sepuluh tahun untuk menghimpun data-data historis tentang Arab-Islam. Ia merasa tak puas dengan hanya mengungkap data-data historis seputar pergantian penguasa yang berlangsung di dunia Arab-Islam. Ia melacak lebih jauh pada kondisi prasejarah bangsa Arab, termasuk kondisi geologi dan geografinya. Dalam karyanya, Hitti lebih banyak melihat pada pengaruh kondisi alam terhadap munculnya suatu kebudayaan, seperti kebudayaan Jahiliyah sebelum datangnya pengaruh Islam.
Pun juga dalam Sejarah Ringkas Dunia Arab, Hitti bukan hanya membahas mengenai peristiwa-peristiwa besar, seperti Perang Salib, pergantian kepemimpinan atau khilafat di masa keemasan peradaban Islam, tetapi hal-hal kecil namun penting seperti unta, kurma di padang pasir diungkapkan oleh Hitti secara menarik sebagai salah satu yang mempengaruhi kebudayaan kaum Badwi.
Hitti mengungkapkan segala kondisi lingkungan yang mempengaruhi mental masyarakat di Arab khususnya kaum Badwi. Karena itu, untuk menggali lebih jauh mengenai kebudayaan kaum Badui di masa Jahiliyah secara utuh bukanlah hal yang mudah, bahkan boleh dibilang sangat sulit, tetapi hal itu dilakukan Hitti dengan cukup baik dan jelas, seperti yang terdapat dari kutipan berikut:
Ada dua jenis binatang yang diutamakan di jazirah Arab, yakni unta dan kuda. Keberadaan unta sangat menentukan dalam kehidupan di padang pasir, jika unta tidak ada maka sangat sulit untuk dapat mendiami padang pasir. Bagi kaum Badui unta sebagai binatang yang memberi bekal sehari-hari, alat pengangkutan dan alat tukar-menukar. Jumlah mas-kawin, besarnya denda atas pembunuhan, keuntungan main judi, kekayaan seorang penghulu, semuanya ini dapat dinyatakan dalam nilai unta.
Unta sangat terikat dengan kehidupan seorang Badwi. Air susu unta dapat dapat diminum sebagai pengganti air, karena air yang ada digunakan oleh kaum Badwi untuk diberikan kepada ternak-ternaknya; daging unta sebagai makanan yang istimewa; kulitnya digunakan sebagai pakaian dan tempat tinggal berupa kemah dibuat dari bulu unta.
Kotorannya dijadikan bahan pembakar dan air kencingnya digunakan sebagai minyak rambut dan obat (sebagai obat pencuci rambut air kencing unta bisa meninggalkan wangi yang harum pada rambut sedangkan jika digosokkan pada kulit muka, maka akan terhindar dari sengatan binatang-binatang penyengat).
Syahdan, kehidupan kaum Badwi sangat tergantung pada unta, pada masa-masa sulit dikarenakan kesulitan air maka orang akan membunuh seekor unta tua, atau sebuah tongkat dimasukan ke kerongkongannya dan dengan demikian unta tersebut akan memuntahkan air. Jika unta tadi meminum air baru sehari atau dua hari sebelum itu, maka air yang dimuntahkan masih dapat diminum orang.
Besarnya peranan unta dalam kehidupan kaum Badwi seolah-olah unta adalah perangkat lengkap untuk menjelajahi padang pasir, sehingga tidaklah mengherankan jika ada sebutan bahwa orang Arab adalah bangsa unta. Secara keseluruhan unta merupakan anugerah yang begitu besar bagi kaum Badwi, bahkan karena besarnya peranan unta, dalam bahasa Arab didapati lebih dari seribu perkataan yang dipakai untuk jenis unta yang berbagai ragam.
Bahasannya tentang kaum Badwi sungguh mendetail dan banyak unsur yang menarik. Tokoh-tokoh besar dan peristiwa-peristiwa politik menyangkut peradaban Islam di masa Khilafah Islamiyah bukan satu-satunya inti bahasannya mengenai dunia Arab. Keahlian Hitti di bidang linguistik, khususnya bahasa semit memungkinkannya menggali unsur-unsur sejarah kebudayaan bangsa Arab.
Terutama dalam sejarah kebudayaan, dimana bukti dokumentasi biasanya sedikit sekali atau tidak ada, strategi umum kegiatan historis didasarkan atas keadaan, bahwa kejadian yang sama dapat meninggalkan bermacam-macam bekas, masing-masing memberikan bukti sendiri untuk fakta itu.
Keahlian Hitti di bidang bahasa Semit memudahkan berbagai dugaan-dugaan historis yang realistis. Dari dugaan-dugaan historis menyangkut suatu metode komparatif, misalnya metode yang didasarkan atas bahasa atau distribusi ciri-ciri etnologis, sedangkan artefak-artefak arkeologis atau dokumen-dokumen memberikan kesaksian langsung tentang fakta-fakta yang merupakan bukti.
Perkembangan kebudayaan diungkapkan Hitti dimulai saat masa pra-Islam dengan kaum Badui, kemudian masa setelah munculnya Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabat hingga masa kejayaan Islam yang menyebar sampai ke Spanyol (bahkan nyaris sampai Prancis) di bawah dinasti Umaiyah.
Tidak luput pula bahasan mengenai perkembangan negara-negara di Timur tengah setelah berakhirnya Perang Dunia II. Topik-topik tersebut memang syarat dengan nilai-nilai historis, namun salah satu poin menarik yang diungkap oleh Hitti adalah pandangannya terhadap Al-Qur’an.
Dalam Sejarah Ringkas Dunia Arab ini, dapat terlihat posisi Hitti sebagai seorang orientalis. Bahasanya tentang Al-Qur’an cukup otoritatif dan tidak tampak subjektivitas yang berlebihan. Melihat apa yang diungkapkan Hitti tentang Al-Qur’an tampak bahwa ia begitu jauh meneliti Al-Qur’an. Kecermatannya dapat terlihat dari cara dia menjelaskan kuantitas ayat dan huruf dalam Al-Qur’an. Di bawah ini kutipan karya Hitti dalam menjelaskan Al-Qur’an:
“Sesudah tersusun bentuk Qur’an seperti dikatakan di atas itu, maka semua bentuk susunan lain yang ada pada ketika itu, disuruh dimusnahkan. Sejak itu maka orang pun sangatlah teliti akan jumlah ayat ayat Qur’an yang 6239 banyaknya, kata-kata yang berjumlah 77.934, bahkan huruf-hurufnya yang berjumlah 323.621 itu. Kitab tersebut tidak saja merupakan “jantung” dari suatu agama, pedoman untuk suatu Kerajaan sorga tetapi juga merupakan suatu kompendium ilmu pengetahuan dan dokumen politik yang berisikan perundang-undangan dari suatu kerajaan duniawi.” Philip. K Hitti (1960: 46)
Kutipan diatas memperlihatkan bahwa Hitti sangatlah cermat dalam melakukan penelitian guna mendapatkan data yang akurat. Bahasannya mengenai Al-Qur’an cukup mendalam, disertai dengan pengaruh-pengaruh Al-Qur’an pada masyarakat Arab di awal kemunculan Islam. Hitti juga mengungkapkan bagaimana keimanan mempengaruhi bangsa Arab untuk melakukan penaklukan-penaklukan hingga ke Eropa.
Aspek lain yang cukup berpengaruh menurut Hitti adalah istilah jihad. Faktor-faktor tersebut disertai dengan mentalitas bangsa Arab yang terbentuk dari kondisi lingkungan padang pasir adalah hal yang menentukan kesuksesan Islam menyebarkan pengaruhnya hingga ke Eropa. Hitti sebagai bangsa Barat, bagaimanapun juga, sungguh dapat terlihat unsur-unsur seorang orientalis, di mana Hitti membandingkan Al-Qur’an dengan Perjanjian Baru dari agama Kristen, seperti yang tampak dalam kutipan berikut:
“Religi dalam Qur’an lebih berdekatan kepada Yudaisme dalam Perjanjian Lama dari kepada religi Kristen dalam Perjanjian Baru. Tetapi titik-titik persamaan antara Islam dan religi dalam kitab tersebut di atas, ada sedemikian besar, sehingga tentu Islam itu pada awal perkembangannya lebih mirip kepada suatu mazhab Kristen yang sesat dari pada merupakan suatu agama tersendiri yang lain.” Philip. K Hitti (1960: 47)
Bidang keilmuan yang digunakan oleh Philip K. Hitti dalam kajian-kajianya terhadap ketimuran adalah sesuai bidang yang digeluti olehnya terhadap segala pembahasannya yaitu dia melakukan lewat sisi historis atau sejarah. Sedangkan pendekatan yang penulis amati dalam kajian Philip ini menggunakan analisis comparative religion atau perbandingan agama, alasan penulis menetapkan analisis Philip tentang al-Qur’an ini didapati dia memperbandingkan al-Qur’an dan kitab sebelumnya. Hal itu juga dapat diperoleh dengan banyaknya penyebutan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam kajiannya mengenai al-Qur’an.
Terkait motivasi Philip yang sebenarnya memang sesuatu yang sulit diduga, seperti dalam buku, “Orientalisme dan Orientalisten” dikatakan: “Walaupun ia seorang yang fanatic kepada agamanya, tetapi lantaran pandai menulis, sehingga tidak dapat diketahui, kecuali diteliti benar-benar”.
Tak ayal, jika perihal komentar kepada Philip beragam. Ada yang menganggapnya sebagai tokoh yang sangat memusuhi, di sisi lain juga ada yang berpendapat bahwa beragam fakta yang dikemukakan olehnya adalah murni akademis. Lebih dari itu, komentar bahwa dia memusuhi Islam, dengan berpura-pura memberi dukungan terhadap problematika Arab di Amerika. Dia merupakan penasihat tidak resmi Luar Negeri Amerika dalam masalah Timur Tengah, dan bagi sebagian kalangan, ia dianggap selalu mengurangi peran Islam dalam membangun kebudayaan manusia. Dia benci memberi tempat yang tinggi bagi kaum Muslimin.
Sementara, yang penulis amati, sebenarnya Philip K. Hitti melakukan analisis sejarah terhadap ketimuran berlandaskan analisis ilmiah. Dia juga menitik beratkan kepada referensi dan temuan-temuan yang ada, tanpa dibuat-buat.
Akan tetapi, dalam beberapa pernyataannya mengisyaratkan adanya kefanatikan terhadap agamanya. Hal tersebut ditulis secara tidak terus terang, akan tetapi kadang bisa terdeteksi. Sebagai penguat adalah dia mengutip dari buku “Divine Comedy “, karangan Dante, yang menyudutkan Islam. [lsfdiscourse.org]
*Santri di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.