Lobster Mewah- Lobster Miskin Ala Doni Monardo
Pola hidup 4 sehat 5 sempurna di tengah pandemi Covid-19. Yang pertama, mengenakan masker. Kedua, menjaga jarak (social & physical distancing). Ketiga, rajin mencuci tangan dengan sabun. Keempat, olahraga dan tidur teratur dan tidak panik. Lima penyempurnanya adalah makanan yang bergizi.
Oleh : Roso Daras*
Mendengar gap kaya dan miskin atas lobster saja sudah memancing rasa ingin tahu. Ditambah, ia membungkusnya dalam konteks aktual. Apalagi kalau bukan Covid-19. Pandemi yang sedang ia perangi, dalam kedudukannya sebagai kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
“Pernah mendengar, kan? Menteri Senior Prancis mengundurkan diri gara-gara lobster? Ini kejadian bulan Juli tahun 2019,” ujarnya membuka kisah, di hadapan Dirut PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto, para staf BNPB dan sejumlah kolega. Ini kejadian Senin (19/5), usai berbuka puasa di ruang Multimedia, Lantai 10 Graha BNPB, Jakarta Timur.
Ya, hari itu, memang salah satu acara Doni Monardo adalah menerima donasi sebesar Rp 2 miliar dari PT Pegadaian (Persero), hasil dari kegiatan “Pegadaian Charity Concert” beberapa waktu lalu.
Alkisah, seorang menteri senior Prancis dan sekutu dekat Presiden Emmanuel Macron mengundurkan diri dari jabatannya setelah muncul laporan yang menuding dirinya menggunakan uang negara untuk mengadakan jamuan makan malam mewah. Francois de Rugy, nama menteri Lingkungan Hidup itu.
De Rugy menuai sorotan publik setelah kedapatan tengah menikmati makan malam mewah dengan lobster raksasa dan sampanye serta hidangan wah saat dia menjadi ketua parlemen tahun 2017 dan 2018. Foto-fotonya terpajang di sejumlah media. Dilaporkan juga, de Rugy telah belasan kali menyelenggarakan makan malam mewah sehingga dituding telah mengorbankan para pembayar pajak.
Menu makan malam mewah itu mencakup, antara lain, sampanye, lobster raksasa, dan sebotol anggur senilai €500 (sekitar Rp 7,8 juta) yang telah ditandatangani Pangeran Charles. “Bayangkan, gara-gara makan lobster, seorang menteri senior bisa mengundurkan diri. Di Prancis dan belahan negara lain, lobster menjadi makann orang kaya, makanan mewah,” ujar Doni, antusias.
Lalu ia melanjutkan, “Sekarang saya cerita di Ambon. Di sana, nelayan pesisir laut makan lobster itu biasa. Lobster segini-gini (sambil menunjukkan lengan tangannya-pen), jadi makanan sehari-hari. Belum lagi ikan kerapu, ikan tuna. Tapi ini anehnya, banyak di antara mereka yang tercatat sebagai rakyat miskin, menurut data BPS.”
Seperti kita ketahui, ada 14 kriteria miskin yang ditetapkan BPS. Misalnya, nomor satu rakyat yang tinggal di bangunan berukuran kurang dari 8 meter persegi per orang. Lalu, jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murahan. Kriteria lain, dinding tempat tinggal dari bambu, rumbia atau kayu kualitas rendah. Kalaupun ditembok, tidak diplester.
Di kriteria nomor 8 (delapan), tertulis “hanya mengonsumsi daging/susu/ayam dalam satu kali seminggu.” “Orang Maluku pesisir mungkin tidak mengonsumsi daging, tidak minum susu, dan tidak makan ayam. Tapi, ingat, mereka makan ikan tuna, ikan kerapu, lobster. Bukan hanya satu kali seminggu, tapi bisa tiap hari! Coba hitung kandungan proteinnya. Jadi dari sisi konsumsi protein, mereka sama sekali tidak masuk kategori miskin. Mereka terbiasa makan makanan yang di Eropa terbilang makanan mewah,” urai Doni.
Ia bahkan menambahkan satu pengalaman menarik yang terjadi tahun 2017, saat ia menjabat Pangdam XVI/Pattimura di Ambon. Suatu hari, Ambon kedatangan pakar kuliner William Wongso. Doni memfasilitasi agar William Wongso memasak menu laut, hasil budidaya “emas biru” yang ia kembangkan di perairan Maluku.
Singkat kata, saat Doni Monardo sedang berenang di The Natsepa Resort & Conference Center, datang William Wongso membawakan irisan ikan mentah (sashimi). Ia meminta Doni Monardo mencicipi sashimi dari daging ikan kerapu yang diambil dari keramba budidaya.
“Saya sempat ragu-ragu tuh… tapi pak William Wongso meyakinkan saya, bahwa tekstur daging ikan kerapu itu sangat segar, bersih, dan sehat. Ia meyakinkan berkali-kali sebagai pakar kuliner,” cerita Doni. Lantas Doni dengan sedikit keraguan pun menjumput satu slice daging kerapu mentah. Ia cocolkan di dressing campuran kecap asin, cuka, dan jeruk nipis. “Wuih…. luar biasa. Rasanya memang enak sekali!” seru Doni ekspresif.
4 Sehat 5 Sempurna
Lantas, apa yang mau ia sampaikan? Muara cerita tetap dalam konteks Covid-19. “Kita harus siap dengan kondisi seperti ini untuk jangka waktu yang panjang. Memang akan ada pelonggaran dengan kriteria tertentu, tetapi hidup di bawah bayang-bayang terpapar virus corona, masih akan ada. Untuk itu, saya selalu menganjurkan pola hidup 4 sehat 5 sempurna di era corona,” ujar jenderal bintang tiga itu.
Bicara 4 sehat 5 sempurna, orang langsung membayangkan materi penyuluhan PKK dan Posyandu. Yang ini beda. Pola hidup 4 sehat 5 sempurna di tengah pandemi Covid-19. Yang pertama, mengenakan masker. Kedua, menjaga jarak (social & physical distancing). Ketiga, rajin mencuci tangan dengan sabun. Keempat, olahraga dan tidur teratur dan tidak panik. Lima penyempurnanya adalah makanan yang bergizi.
Bicara makanan bergisi itulah, Doni merekomendasikan salah satunya dengan cara mengonsumsi ikan. Tentunya ikan yang sehat. “Orang-orang yang makan ikan, daya tahan tubuhnya lebih bagus. Bukan hanya itu, banyak mengonsumsi ikan, menjadi cerdas. Ini bukan kata saya, ini hasil penelitian,” kata Doni sambil tertawa.
Untuk itu, Doni Monardo tidak akan bosan-bosan mengampanyekan pola hidup 4 sehat 5 sempurna versi Covid-19 itu. “Jalani pola hidup sehat itu, dan patuhi protokol kesehatan, insya Allah kita tidak akan terpapar corona,” ujar Doni, optimistis.
Tak lama kemudian, Dirut Pegadaian Kuswiyoto berpamitan. Doni pun mengantar tamunya. Tidak saja melepas tamu di pintu lift, ia bahkan ikut masuk lift dan mengantar sampai ke luar Graha BNPB.
“Tidak usah diantar, Pak Doni,” ujar Kuswiyoto, ramah.
Tak kalah ramah, Doni menyahut, “Nggak papa, sekalian supaya saya keluar ruang. Seharian ini saya belum menghirup udara segar.” [ ]
*Wartawan