Namun, banyak yang merasa kecewa. Sebagian orang menilai bahwa langkah-langkah yang diambil Ridwan Kamil hanya sebatas “lipstik” belaka. Benarkah demikian?
Oleh : Kurnia Fajar
JERNIH– Di antara banyak nama pemimpin muda kelahiran 1965 hingga 1975 seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ahok, dan Cak Imin, terselip sosok Ridwan Kamil, seorang teknokrat sekaligus politisi asal Bandung, Jawa Barat. Dalam survei pilpres terakhir, mungkin RK adalah satu-satunya tokoh dari etnis Sunda yang memiliki elektabilitas cukup tinggi di kancah nasional.
Kiprahnya di ruang publik mulai terlihat sejak 2009, setidaknya dalam catatan saya, ketika ia aktif dalam diskusi di Bandung Creative City Forum (BCCF) mengenai ruang publik dan isu-isu yang berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Latar belakangnya yang tumbuh di Bandung, lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), serta pendidikan Master di Amerika Serikat, memberi saya gambaran tentang pola pikir yang ia miliki.
Keprihatinannya terhadap kebijakan publik yang tidak berkelanjutan membuat RK memberanikan diri maju dalam pemilihan Wali Kota Bandung pada 2013. Didukung oleh relawan muda yang militan serta dukungan dari PKS, partai yang cukup berpengaruh di Bandung, RK berhasil memenangkan pemilihan tersebut. Sebagai kota pendidikan, PKS memang dominan di Bandung, bahkan dalam satu dekade terakhir selalu menjadi pemenang pemilu legislatif di kota ini. Pada 2013, Ridwan Kamil resmi menjadi wali kota Bandung, dan program perubahan kota segera dicanangkan.
Namun, banyak yang merasa kecewa. Sebagian orang menilai bahwa langkah-langkah yang diambil Ridwan Kamil hanya sebatas “lipstik” belaka. Benarkah demikian? Berikut adalah analisis saya sebagai warga biasa.
Birokrasi adalah sistem organisasi dengan struktur hierarki, pembagian tugas, dan mekanisme kerja yang teratur, atau yang kita sebut administrasi negara. Ciri khasnya adalah lamban, tidak efisien, dan penuh pertimbangan. Karakter RK yang ingin bertindak cepat sering kali berbenturan dengan birokrasi yang harus bekerja secara bertahap sesuai prosedur, dari musrenbang hingga persetujuan dewan. Namun, seiring waktu, RK tampaknya sudah beradaptasi dengan sistem ini.
Dalam perjalanan takdir, saya berkesempatan bekerja bersama RK, terutama setelah ia dilantik sebagai gubernur Jawa Barat pada 2018. Awalnya, tidak mudah mendapatkan akses langsung untuk berbicara dengannya. Biasanya, saya berkomunikasi dengan tim kebijakannya, mayoritas lulusan ITB. Namun, akhirnya saya mendapat kesempatan berdiskusi langsung dengan RK. Gaya komunikasinya singkat dan to the point, tidak banyak basa-basi atau canda tawa seperti yang sering kita lihat di media sosial.
Pada masa pandemi COVID-19, saya menyaksikan langsung bagaimana RK mengambil keputusan yang mengejutkan saya. Saat itu, ekonomi terpuruk, industri padat karya stagnan, dan lapangan pekerjaan semakin sulit didapat. Yang berkembang hanyalah pekerjaan tidak pasti seperti pekerja outsourcing, kontrak, dan ojek online. Pada saat itu, saya sudah lama gelisah dengan ketergantungan pangan Jawa Barat, di mana 78% kebutuhan pangan berasal dari luar daerah atau impor. Saya menyadari bahwa terobosan besar diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Suatu hari, saya menyampaikan gagasan saya kepada RK. Dalam waktu singkat, sekitar 10 menit, RK merespons dengan cepat, menyusun skema di atas kertas, dan mengumpulkan semua pemangku kepentingan. Hanya dalam lima menit, ia menyetujui gagasan tersebut dan menamakannya “Petani Milenial.”
Saya terkesan dengan objektivitasnya dalam menerima ide, meskipun saya bukan orang dekat atau figur penting. Sikap ini, dalam konteks politik Indonesia yang paternalistik dan feodal, menunjukkan keterbukaan RK yang patut diapresiasi.
Meskipun program ini memiliki kekurangan, “Petani Milenial” berhasil menumbuhkan harapan bahwa sektor pertanian di Jawa Barat masih memiliki masa depan. Terobosan seperti ini sangat penting untuk terus dilakukan, dan RK telah membuktikan keberanian serta kemampuannya untuk mengeksekusi kebijakan-kebijakan inovatif.
Saat ini, Kang Emil, begitu saya menyapanya, sedang bertarung dalam Pilkada Jakarta. Kota besar ini penuh dengan masalah yang kompleks, namun saya yakin dengan latar belakangnya sebagai Master Urban Development, ia mampu menghadapi tantangan tersebut. Seperti di Bandung, Kang Emil juga didukung oleh PKS, partai kader yang mesin politiknya selalu bergerak. Selamat berjuang, Kang Emil! Hidupkan harapan warga Jakarta. [ ]
*Mantan CEO AgroJabar