Solilokui

Momen Bahagia

Flow membantu mengutuhkan diri karena dalam keadaan konsentrasi mendalam, kesadaran biasanya lebih tertata baik (tertib). Pikiran, itikad, perasaan, dan seluruh indera terfokus pada tujuan yang sama. Pengalaman mengalir dalam harmoni. Dan tatkala pengalaman puncak “flow” berakhir, seseorang merasakan hidup lebih “utuh” dari sebelumnya, bukan hanya lebih menyatu dengan dirinya, tetapi juga dengan orang lain dan dunia secara keseluruhan.

Oleh   : Yudi Latif

JERNIH–Saudaraku, banyak orang memahami kebahagiaan sebagai kesenangan (pleasure). Padahal kebahagiaan hakiki lebih tepat dimaknai sebagai kesukacitaan (enjoyment).

Yudi Latif

Pleasure itu menikmati sesuatu secara pasif–tanpa perhatian kesadaran secara mendalam: menonton tv, drug, tidur, dsb. Enjoyment menikmati sesuatu secara aktif—dengan penuh kesadaran dan keterlibatan.

Psikolog Mihaly Csikszenmihalyi menandai momen bahagia sebagai situasi “mengalir” (flow). Bahwa momen bahagia itu tak terjadi secara kebetulan karena rangsangan peristiwa eksternal, melainkan karena keterlibatan diri dalam berbagai aktivitas yang disukai bernilai tinggi, yang membuat diri hanyut di dalamnya tanpa kuatir atau berfikir hal lain. Para atlet menyebut momen flow ini sebagai “being in the zone” (hadir dan mengalir dalam bidang), para artis menyebutnya dengan istilah “rupture” (putus, melayang).

Flow membantu mengutuhkan diri karena dalam keadaan konsentrasi mendalam, kesadaran biasanya lebih tertata baik (tertib). Pikiran, itikad, perasaan, dan seluruh indera terfokus pada tujuan yang sama. Pengalaman mengalir dalam harmoni. Dan tatkala pengalaman puncak “flow” berakhir, seseorang merasakan hidup lebih “utuh” dari sebelumnya, bukan hanya lebih menyatu dengan dirinya, tetapi juga dengan orang lain dan dunia secara keseluruhan.

Pengalaman “flow” tak memerlukan  penjelasan bagi siapa saja yang menikmatinya; kita hanya perlu menyadari bahwa hal itu memberi kita dua hal penting bagi kebahagiaan: kesadaran tentang tujuan (sense of purpose) dan pemahaman diri sendiri (self-knowledge).

Alhasil, kebermaknaan hidup merupakan faktor esensial bagi kebahagiaan. Ketimbang menyia-nyiakan waktu, kesukacitaan dan pemenuhan panggilan hidup dengan melakukan apa yang kita cintai merupakan jalan menuju kebermaknaan dan perwujudan kedirian yang lebih tinggi sebagai puncak momen bahagia.  [  ]

Back to top button