Muslim Itu Dituntut Profesional, Bukan Seorang Medioker
Sopan santun tidak memerlukan biaya apa pun dan ini adalah tingkat amal yang lebih tinggi (Arab, Shadaqah); bahkan bisa dimulai dengan senyuman sederhana yang membuat orang lebih dekat. Kerendahan hati adalah bentuk spiritualitas yang lebih dalam yang membantu menyatukan hati.
Oleh : Dr Muhammad Abdul Bari*.
JERNIH– Bagi umat Islam, secara alamiah diharapkan setiap individu membawa elemen penting dari etiket Islam, seperti kesopanan dan saling menghormati, ke dalam kata-kata dan tindakan kita sehari-hari.
Apa yang tidak boleh diabaikan adalah pentingnya kompetensi profesional dan integritas dan menggabungkan kedua rangkaian nilai dalam urusan spiritual dan duniawi kita.
Profesionalisme yang tinggi adalah apa yang Allah SWT harapkan dari orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad (damai dan berkah besertanya) bersabda: “Allah telah menetapkan bahwa Anda melakukan segalanya dengan baik dan dengan cara yang baik …” (Sahih Muslim).
Kata Arab Ihsan (keunggulan) yang digunakan dalam hadits ini penting karena memiliki arti lain yang relevan, misalnya, kesalehan dan keindahan. Dalam Islam kesopanan dan kerendahan hati adalah perwujudan dari sikap yang sangat baik (bahasa Arab: Akhlaq).
Pikiran terbuka, mudah didekati dan adil, adalah bagian dari daftar panjang kualitas penting bagi seorang Muslim. Pada saat perselisihan dalam keluarga atau organisasi, kesopanan sangat diinginkan sebelum ego seseorang masuk dan hubungan menjadi buruk. Sopan santun tidak memerlukan biaya apa pun dan ini adalah tingkat amal yang lebih tinggi (Arab, Shadaqah); bahkan bisa dimulai dengan senyuman sederhana yang membuat orang lebih dekat. Kerendahan hati adalah bentuk spiritualitas yang lebih dalam yang membantu menyatukan hati.
Kode etik alami sangat penting untuk keharmonisan internal, terutama setelah melemahnya serat moral secara global dalam perilaku dan etika publik. Fitur utama yang membuat hidup lebih profesional dan efektif, terutama di organisasi seperti masjid dan badan komunitas, disebutkan di bawah ini.
Transparansi dan akuntabilitas: Salah satu tantangan terbesar dalam tata kelola dan manajemen adalah menghadirkan transparansi dan akuntabilitas dalam semua transaksi. Contoh sederhananya, kotak sumbangan dana Jumat di masjid harus dihitung di hadapan saksi independen dan jumlah yang terkoleksi harus ditempel di papan pengumuman hari itu juga.
Kejujuran : Semua Muslim adalah saudara seiman (Al-Qur’an 49:10), namun menurut sebuah hadits “Seorang mukmin adalah cermin bagi yang lain” (Abu Dawud). Ini berarti seorang Muslim memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan Muslim lainnya, meskipun dengan cara yang jujur, sopan, dan lembut.
Budaya “persaudaraan” (“Biradari” dalam istilah yang peyoratif di beberapa komunitas yang tidak memiliki umpan balik keterusterangan yang baik) bisa menjadi salah satu penyebab kinerja organisasi menjadi buruk atau gagal. Profesionalisme berbasis prestasi sangat penting dan harus ada upaya tanpa henti untuk memprofesionalkan masjid, badan komunitas, atau bahkan grup media sosial kita untuk bekerja lebih baik.
Kejelasan dalam komunikasi: Organisasi yang sukses menggunakan kejelasan, keringkasan, dan ketepatan sebagai alat untuk menjangkau anggotanya sendiri di satu sisi dan mitra atau agensi terkait di sisi lain.
Komunikasi internal dan eksternal yang jelas sangat penting untuk mencegah kesalahpahaman dan ketidakpercayaan di antara anggota dan pemangku kepentingan. Organisasi yang sukses mendorong interaksi manusia dan memanfaatkan secara optimal semua metode komunikasi yang relevan.
Etos kerja tim: Hak dan kewajiban individu tidak boleh diabaikan, baik bekerja secara mandiri atau dalam upaya kelompok atau tim. Semangat setiap orang yang melayani setiap orang membawa kerendahan hati dan mengembangkan semangat tim yang lebih baik sekaligus membawa sinergi dan sikap positif untuk mencapai tujuan organisasi.
Budaya positif: Budaya harus didasarkan pada nilai-nilai bersama dengan sikap “gelas setengah penuh” dan saling empati. Ini memastikan kinerja yang lebih baik. Role model atau keteladanan dalam manajemen dapat membantu menciptakan budaya positif melalui pengaruh teman sebaya.
Konsultasi: Konsultasi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pengambilan keputusan kelompok, baik dalam keluarga atau pemerintahan. Kebijaksanaan Ilahi mengajarkan kita pentingnya, “Urusan mereka didasarkan pada musyawarah di antara mereka” (Al-Qur’an 42:38). Konsultasi harus tulus dan mengakar sebagai praktik penting, tidak hanya untuk tick-boxing.
Kesimpulan
Kunci sukses di dunia ini dan di akhirat adalah tetap memiliki tujuan dan disiplin dalam hidup. Sebagai manusia kita tidak boleh melupakan bahwa kita memiliki tujuan ilahiah di bumi.
Orang beragama sering salah memahami atau menyalahgunakan teks dan konteks agama mereka; beberapa telah menggunakan ekstremisme di kedua ujungnya meskipun diminta untuk tetap di jalan tengah (Al-Qur’an 2: 143).
Inilah saatnya kita mengenali kesalahan kita, berusaha sebaik mungkin untuk menghadirkan profesionalisme, kerendahan hati, dan keunggulan dalam apa pun yang kita lakukan untuk menciptakan masyarakat yang layak. [ ]
*Dr Muhammad Abdul Bari (Twitter: @MAbdulBari) adalah Muslim Inggris dan seorang pendidik, konsultan pengasuhan anak dan seorang penulis. Jernih.co mendapatkan izin langsung beliau untuk pemuatan artikel ini.