SolilokuiVeritas

Oknum Pajak dan Bea Cukai Dilindungi Siapa?

Pasca pernyataan Purbaya di CNN Indonesia, Mahfud MD menyampaikan beberapa testimoni lagi di Podcast Mahfud MD Official dengan judul “Mahfud MD: Purbaya Teruslah Menggebrak” pada 4 November 2025. “Bu Sri Mulyani itu terlalu protektif tidak ingin ada kasus di kantornya itu terbuka ke publik dan menjadi bahan bahasan karena terjadi kejahatan, korupsi, dan sebagainya”

Oleh     : Werdha Candratrilaksita*

JERNIH– Teori tentang korupsi dari Robert Klitgaard (Teori CDMA) cukup untuk menerangkan apa yang menyebabkan korupsi selalu terjadi di pemerintahan. Teori CDMA menerangkan bahwa monopoli dan diskresi kekuasaan menjadi faktor pendorong korupsi, namun sebaliknya akuntabilitas dan transparansi menjadi faktor penghambat korupsi. Rumusannya adalah Corruption = Discretionary + Monopoly – Accountability (CDMA).

Kekuasaan Perpajakan dan Bea Cukai di Kemenkeu adalah kekuasaan monopolistik, di mana tidak ada institusi lain yang diberikan kekuasaan dan kewenangan perpajakan dan bea cukai menurut undang-undang selain Kementerian Keuangan. Dalam menjalankan kekuasaan dan kewenangan perpajakan dan bea cukai,  terdapat banyak sekali diskresi menggunakan instrumen peraturan menteri keuangan serta peraturan direktur jenderal pajak dan peraturan direktur jenderal bea cukai, yang semestinya menggunakan undang-undang. Semakin banyak pintu dikresi, semakin berisiko untuk terjadinya korupsi.

Untuk itu, langkah Menkeu Purbaya dengan menginisiasi keterbukaan (transparansi) dengan gaya koboinya, serta komitmennya untuk “buka-bukaan” sebagai bagian dari transparansi dalam melakukan bersih-bersih kemenkeu adalah suatu upaya untuk menghambat terjadinya korupsi di Kemenkeu.

Kontroversi Menkeu yang lama, tidak hanya berkaitan soal utang pemerintah yang melonjak drastis, kebijakan pajak yang ekspansif dan cenderung prosiklikal dan bukan countersiklikal, dan manajemen kas yang protektif hingga terkesan mengendapkan uang negara di bank sentral, namun juga berkaitan dengan dugaan proteksi terhadap oknum pejabat yang terlibat kejahatan dan korupsi mengemuka akhir-akhir ini di berbagai media.

Dukungan publik mengalir kepada Menkeu Purbaya, maka publik mesti menolong Pak Purbaya membersihkan Kemenkeu khususnya pajak dan bea cukai dari oknum pejabat yang bermain kotor dan koruptif, meskipun konon telah bertobat, namun kesalahan dan kejahatan tetap harus dipertanggungjawabkan di depan hukum, sepanjang tempus delictum belum daluarsa. Perlawanan balik para oknum pastilah terjadi, sebagaimana hukum aksi-reaksi, sehingga dukungan publik kepada Purbaya harus terus didendangkan.

Oknum di Kemenkeu, tidaklah banyak, hanya sebagian kecil, dan mayoritas pegawai Kemenkeu berintegritas, namun oknum yang sedikit ini telah mencemarkan Kemenkeu, hingga Kemenkeu selalu menjadi “bulan-bulanan” pembicaraan publik yang bernada negatif, khususnya di kalangan pengusaha. Jika seluruh oknum, meskipun telah bertobat, tidak dibereskan, maka nama baik Kemenkeu akan terus tercemar. Sentimen negatif pada Kemenkeu berpuncak pada penjarahan rumah pribadi Sri Mulyani pada peristiwa Agustus 2025.

Persoalan ini, tidak hanya berkaitan dengan nama baik Kemenkeu, namun berkaitan dengan kepercayaan pelaku usaha dan efisiensi investasi, sebagai faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Kepercayaan pelaku usaha tidak hanya dipengaruhi oleh iklim investasi yang baik yang dibangun dengan deregulasi dan fasilitasi usaha, namun lebih jauh adalah memastikan tidak terdapat “preman berseragam”. Pemberantasan korupsi juga akan menurunkan ekonomi biaya tinggi, yang berpengaruh pada nilai ICOR Indonesia yang lebih baik.

Mahfud MD dalam podcast Mahfud MD Official pada tanggal 7 Oktober 2025 menyatakan, “Bu Ani itu terlalu protektif terhadap anak buah, karena dalam kasus-kasus yang saya tangani itu saya bicara langsung; Bu yang terduga terlibat ini, ini, dan ini. Ini harus digeser dulu, tapi nggak dilakukan juga….Bu ini kan masalahnya di daftar pencucian uang ada nama ini nih pejabat penting, cuman Bu Sri Mulyani bilang (kepada pejabat yang masuk daftar), ‘Eh kamu besok nggak usah datang lagi ya, kamu ada namanya di sini’. Tapi orangnya masih datang saja dan mengendalikan pembicaraan dari kementerian keuangan. Protektif itu sejauh yang saya tahu, tidak ingin anak buahnya dihukum”.

Berdasar keterangan Mahfud MD, tergambar bahwa oknum pejabat itu adalah salah satu atau beberapa pejabat eselon I di Kemenkeu, yang saat ini juga masih mondar-mandir berada di samping Pak Purbaya.

Untuk itu, langkah pertama Pak Purbaya sebelum melakukan langkah yang sitematis untuk membersihkan birokrasi Kemenkeu adalah ganti terlebih dahulu pejabat eselon I di sekitarnya yang masuk daftar nama dalam laporan PPATK dengan pejabat baru yang dipastikan rekam jejak integritasnya bebas dari risiko korupsi dan penyalahgunaan jabatan.

Pernyataan atau lebih tepat disebut kesaksian dan testimoni Mahfud MD ini tervalidasi dengan pernyataan Menkeu Purbaya pada CNN Indonesia pada 30 Oktober 2025, “Saya baru tahu, saya ketemu dengan Jaksa Agung, saya nggak tahu ini rahasia apa enggak. Dia tanya sama saya, ‘Pak, gimana kalo orang pajak atau bea cukai terlibat masalah hukum, apa tuh, diselewengkan, kayak gini, mencuri, segala macam, boleh nggak dihukum?’. Saya kan bingung, tanya maksud Bapak apa? (Jaksa Agung bertanya) ‘Boleh nggak dihukum?’ Ya hukum aja sesuai kesalahan, kan semuanya sama, di mata hukum semuanya sama. Rupanya sebelum-sebelumnya dilindungin.”

Pasca pernyataan atau testimoni Purbaya di CNN Indonesia, Mahfud MD menyampaikan beberapa testimoni lagi di Podcast Mahfud MD Official dengan judul “Mahfud MD: Purbaya Teruslah Menggebrak” pada 4 November 2025.

“Bu Sri Mulyani itu terlalu protektif tidak ingin ada kasus di kantornya itu terbuka ke publik dan menjadi bahan bahasan karena terjadi kejahatan, korupsi, dan sebagainya”

Lebih lanjut Mahfud MD mengatakan bahwa terdapat oknum DPR yang ikut melobby, “Ada yang sudah di-OTT oleh Kejaksaan Agung di Bandara, sudah diberitakan kesalahannya ini, barangnya yang disita ini, inisial pelakunya ini, kaget Kementerian Keuangan, ternyata sampai sekarang nggak jelas kabarnya. Kenapa? karena waktu itu ada lobby-lobby dari Menteri Keuangan dari Kementerian Keuangan bisa juga Menteri Keuangan, agar itu tidak dilanjutkan. Kenapa saya tahu, karena juga ke saya, nyuruh lobbynya itu orang DPR, orang penting di DPR. “Pak, tolong, Pak Jaksa Agung itu akan mendengar kalau Pak Mahfud bilang.” Itu sudah dinyatakan tersangka, diumumkan, tapi kemudian sesudah itu dipindah dan sebagainya, kenapa? Kementerian keuangan tidak berkenan, langsung ketemu ke sana gedung bundar, ada yang bilang lewat ruang parkir nggak lewat depan langsung naik.”

Mahfud MD juga menyatakan bahwa menurut Sri Mulyani oknum Kemenkeu adalah korban institusi lain, “Bu Sri Mulyani ketemu dengan saya ketika kasus itu. Saya bilang, Bu ada kasus ini lho Bu. Bu Sri Mulyani bilang, ‘Pak, saya nggak setuju kalo anak buah saya dihukum, karena dia korban institusi lain. Saya udah bina, tapi dirusak oleh institusi lain.”

Hal itu menunjukkan bahwa oknum Kemenkeu tidak berkerja sendiri, namun bertindak melakukan kejahatan dan korupsi bersama-sama oknum DPR dan juga oknum dari instansi selain Kemenkeu, bahkan oknum TNI/Polri.

Pembersihan ini harus dipimpin langsung oleh Presiden. Saya khawatir Menkeu Purbaya malah akan menjadi sasaran keroyokan mafia dan para oknum itu. Apabila Presiden mengambil alih pembersihan ini, dapat dipastikan dukungan publik juga akan terus menggema. Namun, proteksi keamanan dan keselamatan diri Presiden, Menteri, dan Jaksa Agung harus ditingkatkan, untuk mengantisipasi perlawanan balik oknum yang menggunakan serangan fisik kepada diri Presiden maupun Menteri terkait dan Jaksa Agung yang memimpin bersih-bersih.

Birokrasi yang menganut tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah pagar utama untuk mencegah terjadinya korupsi. Prinsip good governance meliputi: kepastian hukum dan legalitas (rule of law), transparansi (keterbukaan), akuntabilitas (pertanggung-jawaban), partisipasi masyarakat, inklusif (pelibatan semua pihak), konsensus (demokratis), efisien (asas biaya dan manfaat), responsif (aksi cepat tanggap), dan berorientasi efektivitas, harus melembaga dalam sistem birokrasi.

Salah satu yang menjadi titik fokus Menkeu Purbaya sepertinya pada transparansi dengan membuka semua informasi langkah-langkah yang telah dan akan dilakukannya sebagai Menkeu, partisipasi publik dengan membuat kanal laporan “Lapor Pak Purbaya!”, dan responsif dengan sikapnya yang cepat merespon tuntutan publik.

Dalam tataran praktis, sistem birokrasi yang baik dapat dilihat dari tiga jargon, yaitu equality before the law (kesetaraan di depan hukum), meritokrasi (birokrasi berbasis kompetensi dan kinerja), dan law enforcement (penegakan hukum secara tegas). Ciri-ciri utamanya adalah: keterbukaan dalam penyusunan regulasi dengan menjaring aspirasi masyarakat secara luas, adanya open bidding jabatan pejabat negara dan jabatan birokrasi termasuk pengujian kompetensi dan kinerja secara terbuka, serta penegakan hukum tanpa “pandang bulu” dan tajam ke semua arah.

Dalam pandangan sistem modern; penerapan digitalisasi, pengelolaan database yang terintegrasi, layanan tanpa tatap muka dan hanya dengan interface sistem informasi sehingga menghindarkan dari subjektivitas dan “kongkalikong”, serta pengambilan keputusan yang tersegregasi menciptakan checks and balances; menjadi ciri-ciri bahwa sistem birokrasi yang baik telah diterapkan. [ ]

*Civitas Akademika, peserta Program Doktor Administasi Publik Universitas Diponegoro

Back to top button