Solilokui

Respons Cepat Mendagri Atasi Dampak Susulan Virus Corona: Optimalisasi Dana Daerah

Oleh  : M Nova Andika

Ketua Indonesia Bureaucracy and Service Watch

Di tengah kepanikan epidemi virus Corona akibat terjejalinya benak kita semua setiap hari, bahkan jam, dengan berita berjatuhannya para korban, yang tak kalah mengkhawatirkan adalah dampak susulan wabah tersebut. Yang paling jelas dan mulai dirasakan di Cina dan para mitra dagangnya adalah ekses wabah tersebut kepada perekonomian.

Sejak maraknya pemberitaan soal virus Corona Wuhan—demikian virus itu disebut pertama kali, aktivitas ekonomi di Wuhan, Republik Rakyat Cina,  bergerak ke titik nol. Buruh-karyawan pabrik yang diliburkan membuat pabrik dan aneka usaha ditutup, yang tentu saja berdampak langsung kepada pasokan bahan baku dan nasib perekonomian pemasoknya. Kita bisa saja belum tahu pasti, siapa dan pasokan komoditas apa yang langsung terdampak langsung anjloknya perekonomian Wuhan karena wabah ini. Tetapi bukna tak mungkin, bisa langsung atau pun dampak jalin kelindan yang lebih rumit, ada pemasok Indonesia di sana.

Yang jelas, lima tahun lalu saja—2015, di masa kepemimpinan Presiden Jokowi, nilai perdagangan Cina-Indonesia telah mencapai 48,2 miliar dolar AS. Jauh melejit dari satu dekade sebelumnya yang ‘hanya’ mencatatkan angka 8,7 miliar dolar AS. Apalagi di masa kepemimpinan kedia Jokowi, saat Republik Rakyat Cina sudah menggantikan Jepang sebagai mitra dagang terbesar Indonesia. Dengan relasi sedekat itu, sangat mustahil bila Indonsia tak akan terdampak akibat wabah virus Corona yang kengeriannya telah membuat sebagian dari kita seolah kehilangan akal sehat itu.

Dan bukan belum ada prediksi tentang hal itu.  Lembaga pemeringkat kredit, investasi dan perekonomian dunia, Moody’s Investor Service, dalam rilis yang mereka keluarkan dua hari lalu memprediksi bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan melambat ke kisaran di bawah 5 persen pada tahun ini. Semua diakibatkan loyonya pertumbuhan ekonomi global akibat permintaan komoditas dari Cina yang melemah setelah dihantam wabah virus Corona. Untunglah, Moody’s masih bersopan-sopan dengan menyatakan bahwa kendati melambat, ekonomi Indonesia cukup tangguh dibandingkan rata-rata negara dengan peringkat utang ‘Baa’ sehingga masih tersisa banyak potensi untuk meningkatkan sejumlah pos penerimaan.

Sayangnya, menurut Vice Presiden dan analis Moody’s, Anushka Shah, penerimaan Indonesia termasuk di bawah rata-rata penerimaan negara-negara dengan peringkat utang ‘Baa’. Penerimaan negara Indonesia hanya 12,4 persen dari PDB, sementara negara lain dengan peringkat utang ‘Baa’ mencatat rata-rata penerimaan sebesar 27,6 persen atau dua kali lipat dari itu.

Dari dalam negeri, ekonom terkemuka Universitas Indonesia Muhammad Chatib Basri, menyatakan bahwa dampak wabah virus Corona terhadap perekonomian Indonesia itu nyata. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi negara bisa anjlok di bawah lima  persen hingga 4,7 persen akibat penyebarannya yang masif.

Dalam hubungannya yang lekat dengan perekonomian Cina, mantan menteri keuangan itu mencontohkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Cina pada Kuartal I 2003 drop 2 persen–dari 11 persen menjadi 9 persen, saat virus SARS mewabah. Pelemahan tersebut dapat diperbaiki pada Kuartal II menjadi naik 10 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Cina pada Kuartal III-IV 2003 terpantau stabil.

Itulah menurut Chatib yang harus dipelajari Indonsia dan segera menggunakan formulanya setelah diketahui akan efektif. “Jadi kalau lihat di dalam whole year, dampak dari penurunan pertumbuhan ekonomi Cina gara-gara SARS itu mungkin sekitar 1 persen dalam jangka pendek,” kata Chatib.  Berdasarkan sensitivitas perhitungan econometrics, kata Chatib, satu  persen pertumbuhan ekonomi Cina itu berdampak sekitar 0,1-0,3 persen terhadap Indonesia. Jadi bila Cina turun 1 persen, mungkin growth kita bisa turun di kisaran 0,1-0,3 persen. Jadi kalau angka kita terakhir kemarin 5 persen, jadi bisa di bawah 5 persen. Bisa jadi 4,7 sampai 4,9 persen kira-kira range-nya kalau polanya sama seperti SARS di masa lalu.

Dengan nyatanya dampak wabah Corona di Cina terhadap perekonomian, alangkah menggembirakan manakala kita melihat para pejabat pemerintah, bahkan Presiden Jokowi sendiri terlihat tak hanya telah sadar akan dampaknya, melainkan lebih dari itu telah mempersiapkan formula ekonomi untuk menghadapinya. Bahkan, formula itu satu persatu telah diinstruksikan untuk segera diterapkan.

Misalnya, apa yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian pada rapat kerja bertema ‘Penyaluran dan Percepatan Pemanfaatan Dana Desa dalam Menopang Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Tahun 2020’,  yang digelar di Holy Stadium, Komplek Grand Marina Semarang, Jawa Tengah, kemarin. Acara yang intinya bertujuan untuk sesegera mungkin mengucurkan dana agar perekonomian daerah bisa terus bergerak dan mensejahterakan warganya itu, tak pelak menjadi gerak cepat Mendagri yang perlu mendapat pujian dan apresiasi.

Dengan kata lain, Mendagri benar-benar tahu pasti dan mengerti  bahwa merebaknya virus Corona yang potensial memperlambat laju perekonomian, tak bisa dihadapi hanya dengan penyesalan dan diam menunggu datangnya takdir pasti. Sementara takdir sendiri, menurut sebagian mufasir, masihlah dapat diupayakan diganti dengan kesungguhan upaya dan kuatnya iman di hati.   

Simak apa yang ditegaskan Mendagri pada kesempatan tersebut. Menurut Tito Karnavian, dalam menghadapi dampak ekonomi akibat merebaknya virus Corona, potensi daerah harus benar-benar dioptimalkan. Tapi tak hanya itu yang dimiliki daerah saat ini. Ada dana daerah yang secara total besarnya lebih dari Rp 1000 triliun, yang memiliki dampak besar apabila didayagunakan dan dibelanjakan secara optimal.

Tito sendiri menegaskan, hal itulah yang menjadi konsen utama Presiden Jokowi saat ini, hingga beliau memberi arahan terkait dana daerah yang besarnya menakjubkan dan pasti membawa dampak perekonomian yang besar itu. Syaratnya itu tadi, mengoptimalkan pembelanjaan, sehingga multiplier effect alias efek berganda perekonomiannya bisa segera terasa oleh rakyat semua.   

Tak tanggung-tanggung, Mendagri Tito menggunakan kata pasti dalam menegaskan penjabaran arahan Presiden tersebut. “Segera eksekusi!” kata apa lagi yang lebih tegas dan jelas dari itu?

Dengan gaya dan cara sederhana, Tito ingin agar para pejabat di daerah secepat mungkin memastikan bahwa warga mereka cukup makan, cukup beras dan cukup uang untuk kebutuhan sehari-hari. Tito yakin, bila dana tersebut secepatnya mengalir, beredar dan menggerakkan perekonomian hingga ke desa-desa, dipastikan akan timbul daya tahan ekonomi di masyarakat. [ ]

Check Also
Close
Back to top button