Pak Hakim ‘Alat untuk Melakukan Kejahatan’ Herry Wirawan Kenapa Dibiarkan?
Alat untuk melakukan kejahatan biasanya disita untuk negara, dimusnahkan atau kalau dalam kasus Herry Wirawan ya, dikebiri.
JERNIH-Agak kecewa juga mengetahui Herry Wirawan, oknum guru dan pimpinan Pondok Pesantren Madani Boarding School, Kota Bandung, pemerkosa belasan santri hingga hamil dan melahirkan lolos dari hukuman mati dan kebiri.
Tak disangka, begitu banyak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asep N Mulyanai di Pengadilan Negeri (PN) Jawa Barat pada Selasa, 11 Januari 2022 lalu, tidak satupun yang dikabulkan majelis hakim.
Jaksa nampaknya oke-oke saja dengan putusan majelis hakim. Tak ada rencana banding atau apa yang memberi harapan masyarakat, setidaknya satu tuntutan jaksa dipenuhi.
Sebagaimana diketahui Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Asep N Mulyana sengaja turun langsung menangani kasus yang mendapat perhatian masyarakat luas.
Kala itu Jaksa Asep N Mulyana menuntut Herry dengan hukuman mati. Herry juga dituntut beragam hukuman tambahan lainnya, mulai dari kebiri kimia, membayar denda senilai Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan, penyebaran identitas, hingga membekukan yayasan dan pondok pesantren yang dikelola oleh Herry.
Tidak hanya itu, pimpinan Pondok Pesantren Madani Boarding School itu juga dituntut membayar restitusi kepada korban-korbannya sebesar Rp321,527 juta.
Dari semua tuntutan yang disusun jaksa, nampaknya tak satupun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Bandung. Padahal banyak orang berharap Herry mendapat hukuman yang ada efek jeranya baik bagi Herry sendiri maupun efek jera [ada orang lain.
Nah kalo Herry hanya dihukum seumur hidup? Apa dong efek jeranya?
Setidaknya Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, bisa bernafas lega karena Herry tidak dihukuman mati. Sebab menurutnya hukum mati bertentangan dengan apa yang termaktub dalam konstitusi, tepatnya Pasal 28A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Di dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Namun Beka juga mengatakan jika Komnas HAM mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku kejahatan seksual, termasuk Herry Wirawan.
Beruntung sekali Herry, karena ia hanya divonis penjara seumur hidup. Terhadap korban pemerkosaan (13 santriwati) terapinya dibiayai negara, Anak-anak (sembilan bayi) hasil pemerkosaan dirawat Pemprov Jawa Barat. Sampai ibu mereka (juga anak usia 13–14) siap mengasuh mereka. Kurang beruntung apa dia.
Banyak yang berharap putusan terhadap Herry harus adil, terutama adil bagi korbannya. Herry, meskipun dihukum seumur hidup masih bisa tertawa-tawa di dalam penjara, tapi santriwati korbannya? Kasus perkosaannya akan menghantui pernikahannya.
Ada yang bertanya, bagaimana ‘alat untuk melakukan kejahatan’ dibiarkan begutu saja? Harusnya disita untuk negara, dimusnahkan atau kalau dalam kasus Herry Wirawan ya, dikebiri saja. (tvl)