“Percikan Agama Cinta”: Hidup: Ombak Berturutan yang Menerpa Karang Pantai
Dengan harapan tatkala memilih lautan, aku bisa memangkah derasnya ombak. Suatu ketika, aku akan terdampar ke pantai. Sebaliknya, jika memutuskan bertepi di pantai, aku tak akan bisa menikmati riuh-rendah bengisnya gelombang. Hampir pasti, aku pun membusuk ditimpun pasir.
JERNIH–Saudaraku,
Hidup itu ibarat taman. Terasa indah jika ditanami pohon kebajikan.
Pepohonan itu menyehatkan tata-ruang. Memayungi siapa pun untuk berteduh tatkala kepanasan sewaktu melakuan perjalanan pulang.
Di saat bernaung, aku bisa rehat sejenak. Mengendapkan rasa. Menyelami jejak-jejak cinta sambil menambah persediaan. Demi melanjutkan pengembaraan.
Suatu waktu, aku terdampar di suatu pulau bernama kesadaran. Berhadapan dengan gelombang samudra beringas.
Aku dihadapkan pada dilema: memilih bertepi di pantai atau mengarungi deraian lautan.
Aku menundukkan kepala. Merenungkan sebuah pilihan. Dengan diawali ucapan bismillah. Disertai sikap penuh keyakinan. Kuputuskan menghadang segara tinimbang pantai.
Dengan harapan tatkala memilih lautan, aku bisa memangkah derasnya ombak. Suatu ketika, aku akan terdampar ke pantai.
Sebaliknya, jika memutuskan bertepi di pantai, aku tak akan bisa menikmati riuh-rendah bengisnya gelombang. Hampir pasti, aku pun membusuk ditimpun pasir.
Saudaraku, itulah tamsil kehidupan. Bergelombang, berliku penuh terjal.
Ketika engkau berada dalam gelombang semacam itu, tinggalkan segala perkara yang menyakitkanmu.
Percayalah, suatu masa engkau akan menepi pada titik cerah kesibukan bersama cinta.
Bertemanlah dengan orang-orang baik. Walaupun engkau akan sulit mendapatkannya.
Bermusyawarahlah tentang urusanmu dengan para pecinta di bawah pantulan cahaya-Nya.
Ingatlah. Hanya dengan cara itu, engkau akan merayakan hidup tertawa penuh bahagia. [Deden Ridwan]