“Percikan Agama Cinta”: Islam, Rahmat Bagi Seluruh Alam
Renungkanlah. Dua buku ikonik terbitan Mizan karya Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), “Islam Alternatif” dan “Islam Aktual”, misalnya, ikut membentuk karakter keislaman universal. Menggairahkan. Di samping tentu buku-buku terbitan Mizan lain seperti karya-karya Cak Nur, M. Dawam Rahardjo, Kuntowidjoyo. Pun, tanpa diragukan, punya konstribusi besar dalam menumbuhkan iklim keislaman universal.
JERNIH– Saudaraku,
Engkau pasti sering mendengarkan kata-kata indah dan popular ini: Islam Rahmatan Lil alamin. Mungkin dari sudut-sudut masjid, sekolah, pesantren, kampus, pengajian, majelis taklim, jalanan, kantor-kantor atau gedung-gedung pencakar langit.
Dikhutbahkan para ulama, kiai, ustadz, cendekiawan hingga demagog-selebriti: menghiasi layar kaca dan ruang Media Sosial. Kemudian viral, dibincangkan emak-emak gaul zaman now di komunitas mereka sambil nge-gosip.
Engkau mungkin terpukau karena khutbah-khutbah mereka sangat bernas, asyik-masyuk. Penjelasannya begitu mencerahkan sekaligus mencerdaskan. Membawa engkau terbang tinggi-tinggi ke alam intelektual-spiritual. Membuka cakrawala. Meruntuhkan kejumudan.
Namun, engkau mungkin saja mendadak kepala menjadi pening; bahkan perutmu tiba-tiba mules: mencret-mencret. Karena engkau tak tahan menyimak ceramah-ceramah mereka ugal-ugalan, tabrak sana-sini, bermodalkan teriak-teriak dan jualan ayat-ayat suci semata bak tukang obat, tanpa berbasiskan keilmuan.
Dengan begitu, engkau tiba-tiba terdiam: memasuki penjara-penjara kehidupan yang penuh ekslusif. Berteriak lantang tentang batas-batas keabsahan dibungkus bahasa-bahasa agama: minna-minhum, Islam-Kafir, Muslim-Bukan Muslim, dan lain-lain. Identitas menguat sekaligus menyempit dengan garis-batas yang sengaja engkau ciptakan sendiri.
Ketahuilah. Makna substantif Islam Rahmatan Lil alamin itu memang acap kali melober ketika kekuatan sosial-politik sebagai penyangganya tegak-kokoh. Menjalar ke mana-mana. Menerobos kelesuan ruang-waktu; bergema di masjid-masjid kampus, di ranah sosial beralaskan budaya lokal, di kantor-kantor, di gedung-gedung tinggi; orang-orang membincangkan Islam secara terbuka: mengasyikkan sekaligus meyakinkan.
Bayangkan. Aku ikut merasakan mantra keislaman semacam itu. Gairah atau gestalt pemikiran Islam yang menyuarakan Islam Rahmatan Lil alamin waktu itu terasa hidup. Buku-buku Islam terbitan Mizan menjadi avant-garde. Demi menggaungkan watak Islam Rahmatan Lil alamin itu. Dibanjiri pembaca, dibincangkan di mana-mana, dari kampus hingga kelompok studi.
Renungkanlah. Dua buku ikonik terbitan Mizan karya Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), “Islam Alternatif” dan “Islam Aktual”, misalnya, ikut membentuk karakter keislaman universal. Menggairahkan. Di samping tentu buku-buku terbitan Mizan lain seperti karya-karya Cak Nur, M. Dawam Rahardjo, Kuntowidjoyo. Pun, tanpa diragukan, punya konstribusi besar dalam menumbuhkan iklim keislaman universal.
Dengan kedua buku ikonik karya Kang Jalal itu–juga buku-buku lain–Islam rahmatan lil alamin hadir menyejukkan. Basisnya adalah cinta yang melahirkan akhlak. Melampaui batas-batas mazhab yang berbasiskan aliran fiqih. Karena jika hanya berpegang pada fiqih, Islam hanya menjadi rahmat bagi penganut madzhab semata.
Maka, tak aneh, Kang Jalal kerap berteriak: dahulukan akhlak ketimbang fiqih. Tak hanya itu, Kang Jalal mengeritik pandangan keislaman yang terlalu orientasi politik. Karena jika terlalu politic-minded Islam hanya menjadi rahmat bagi kaum Muslimim, bukan cahaya bagi alam semesta. Benar, hanya Islam berbasiskan kasih-sayang yang bisa menjaga pesan-pesan langit tentang Islam Rahmatan Lil alamin.
Saudaraku, engkau pasti rindu Islam Rahmatan Lil alamin dalam arti sesungguhnya kembali hadir-aktual di ranah publik. Tapi, tanpa basis sosial beralaskan budaya lokal yang kuat, Islam cinta hanya bisa dirindukan tanpa sanggup dirasakan.
Sadarlah. Islam cinta di negeri ini harus mengakar sekaligus menyatu dengan budaya. Melawan Islam puritan yang berbaju fiqih dan politik sebagai lokomotifnya. Ingat, basis sekaligus gembong Islam Rahmatan Lil alamin itu adalah cinta atau akhlak.
Yuk, kita kembalikan Islam pada akhlak sebagai ruh Islam Rahmatan Lil alamin; sekarang juga! [Deden Ridwan]