“Percikan Agama Cinta”: Munajat di Tengah Pandemi yang Kian Menjadi
Berilah kekuatan kepada pemimpinku untuk tetap menggunakan akal dan hatinya secara istiqamah: senantiasa menegakkan risalah-Mu sebagai dasar dan paradigma pembangunan negeri tercinta ini dalam segala cuaca. Aku menyadari negeri ini masih penuh ketidakadilan; kemiskinan dan ketimpangan terasa di mana-mana: jauh dari spirit risalah cinta-Mu.
JERNIH– Saudaraku,
Tuhan.
Di suatu pagi ini, kupanjatkan doa kepada-Mu untuk kebaikan bangsaku. Engkau tahu, bangsaku kini sedang ikhtiar habis-habisan melawan pandemi dengan mulai vaksinasi. Karena tanpa suatu ikhtiar, sesuai pesan firman-Mu, Engkau tak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali bangsaku sendiri yang berusaha menyilihnya.
Tuhan.
Engkau utus nur Muhammad ke muka bumi, termasuk ke negeriku, demi menyampaikan risalah cinta-Mu. Menyelamatkan manusia-manusia dari kehancuran agar kembali menikmati kehidupan normal. Namun, sebagian dari saudara-saudaraku, tidak menyelami hakikat risalah cinta-Mu itu dengan ikhlas.
Tuhan.
Atas nama ilmu dan ego, malah mereka menyebarkan informasi salah, melakukan perbuatan memecah-belah, dan menciptakan sensasi di ruang digital hanya sekadar memuaskan nafsu kebencian. Mereka seolah merayakan kebingungan warga dengan penuh suka-cita.
Tuhan.
Sungguh perbuatan mereka itu sangat tak etis, jauh dari risalah-Mu yang Mahacinta karena meresahkan warga. Maafkan mereka ya Allah. Karena sesungguhnya mereka tidak memahami risalah cinta-Mu. Mereka terperangkap keangkuhan ilmu sehingga miskin adab. Maka, tak heran, jika Engkau lebih menyukai orang-orang beradab ketimbang berilmu. Karena kalau sekadar berilmu iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia.
Tuhan.
Berikanlah petunjuk kepadaku, bangsaku, pemimpinku untuk tetap senantiasa menegakkan risalah cinta-Mu dengan cara memuliakan sesama manusia tanpa sekat-sekat kultural dan keyakinan. Walaupun badai ombak terus menghajarnya di tengah musibah pandemi dan krisis ekonomi.
Tuhan.
Di atas fondasi risalah-Mu itu, aku berharap: semoga Engkau membimbing pemimpinku untuk terus membangun negeri ini dengan tujuan mulia: negara berkeadilan dan berkemakmuran. Dari tauhid menuju keadilan sosial; dari doktrin persamaan tentang manusia menuju kemakmuran bersama, cita-cita luhur yang menyatukanku.
Tuhan.
Berilah kekuatan kepada pemimpinku untuk tetap menggunakan akal dan hatinya secara istiqamah: senantiasa menegakkan risalah-Mu sebagai dasar dan paradigma pembangunan negeri tercinta ini dalam segala cuaca. Aku menyadari negeri ini masih penuh ketidakadilan; kemiskinan dan ketimpangan terasa di mana-mana: jauh dari spirit risalah cinta-Mu.
Tuhan.
Sungguh pun begitu, aku terus ikhtiar tanpa lelah untuk membumikan nilai-nilai cinta-Mu di bumi tercinta ini menjadi laku dan rasa kehidupan sehari-hari di setiap titik dan nafas.
Tuhan.
Aku terus berpikir kritis mewakili kekuatan warga (civil society). Mengawal laku-lampah para punggawa negeri agar tetap setia dengan garis cinta-Mu. Jika sedikit saja melenceng, aku segera begerak mengingatkannya dengan adab. [Deden Ridwan]