Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Teladan Hatta dan Meruyaknya Pejabat Bermental Bandit di Tengah Kita

Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu (termasuk lumayan untuk zaman itu). Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa, dan tak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.

JERNIH– Saudaraku,

Proklamator Mohammad Hatta memberikan teladan soal kesederhanaan. Hatta mengajarkan menjadi pria terhormat tidak harus menjadi orang kaya. Hatta juga mencontohkan perilaku jujur dan menghindari korupsi. Sesuatu yang sangat langka saat ini.

Deden Ridwan

Hatta bukan orang kaya. Gajinya sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Ia juga tidak pernah mau main ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu (termasuk lumayan untuk zaman itu). Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa, dan tak perlu dipertanggungjawabkan.

Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.

Hatta, istri, dan tiga anaknya tinggal di Jalan Diponegoro 57. Ia menolak semua jabatan komisaris, baik dari perusahaan nasional maupun perusahaan asing. Sebab ia merasa tidak bisa bertanggungjawab pada rakyat jika mengambil jabatan itu.

Seperti diketahui, jabatan komisaris perusahaan ini biasanya merupakan jatah pejabat yang pensiun. Tanpa perlu kerja, setiap bulannya para pejabat ini akan mendapatkan gaji buta. Karena itulah Hatta menolak.

Hatta mendapat uang pensiun sebesar Rp 3.000. Jumlah itu terbilang kecil untuk seorang pendiri negara. Hatta pun terengah-engah membayar tagihan listrik rumahnya. Istri Hatta, Rachmi Rahim, pun tak mampu membeli mesin jahit idamannya. Hatta hanya bisa menyuruh Rachmi bersabar dan menabung lagi.

Masih ada lagi. Gubernur Jakarta, Ali Sadikin sempat terhenyak mendengar kabar Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta tak mampu membayar iuran air PAM, pajak, dan bangunan. Gubernur legendaris Jakarta itu terharu melihat kondisi Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah pada hari tua.

“Begitu sederhananya hidup pemimpin kita pada waktu itu,” kata Bang Ali terharu.

Hal itu ia kisahkan dalam biografinya Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977 yang ditulis Ramadhan KH.

Bang Ali tak cuma terharu, dia langsung bergerak. Sang Letnan Jenderal Marinir itu melobi DPRD DKI untuk menjadikan Bung Hatta sebagai Warga Kota Utama. Dengan begitu Bung Hatta terbebas dari iuran air dan PBB. DPRD setuju. Pemerintah Pusat juga memberikan sejumlah bantuan, di antaranya bebas bayar listrik.

Begitulah ironi negara kita. Seorang Proklamator, mantan wakil presiden, dan seorang Bapak Bangsa Indonesia bisa tak punya cukup uang guna membiayai keluarganya. Tapi itulah kejujuran seorang Mohammad Hatta. Padahal jika mau main proyek, Hatta tentu bisa kaya tujuh turunan macam pejabat bermental bandit.

Ada lagi kisah kesederhanaan Hatta yang bisa membuat airmata kita meleleh, yaitu sepatu Bally yang tak mampu beliau beli hingga akhir hayatnya. Guntingan iklan sepatu itu masih tersimpan rapi di perpustakaannya. Hatta tak meninggalkan banyak harta untuk kita. Dia mewariskan air mata keteladanan untuk bangsa ini. Keteladanan yang kini makin jauh dibanding perilaku korup para pejabat negara kita. Hatta melabuhkan cara hidup bahagia berbasiskan cinta. [Deden Ridwan]

Back to top button