Prabowo, dengan darah Banyumasan yang mengalir dalam dirinya, membawa harapan baru bagi Indonesia. Karakter tegas, berani mengambil risiko, dan kemauan untuk bertempur adalah sifat yang diwarisinya dari tanah leluhur Gombong
Oleh : Kurnia Fajar*
Sebagai cucu dari seorang yang lahir dan besar di Gombong, saya merasa memiliki keterikatan personal dengan perjalanan hidup Jenderal Prabowo Subianto. Kakek saya, Soemarto Mojotaruno, pernah tinggal dan bersekolah di kota yang sama dengan ayah Prabowo, Prof. Soemitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi Indonesia.
Keduanya, di masa lalu, menjadi bagian dari sejarah Gombong, sebuah kota yang pernah menjadi pusat pendidikan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) dan dipenuhi oleh beragam fasilitas mulai dari rumah sakit hingga hotel dan sekolah.
Kota Gombong, yang terletak di wilayah Kebumen, merupakan bagian dari karesidenan Banyumasan. Wilayah ini dikenal dengan karakteristik bahasa Jawa yang “ngapak”, sesuatu yang dengan bangga sering dijuluki oleh masyarakat lokal, “ora ngapak ora kepenak”. Namun, lebih dari sekadar dialek, karakter masyarakat Banyumasan cenderung keras, tegas, dan berani. Ini terlihat dari sejarah perlawanan mereka dan para jenderal besar yang lahir dari wilayah ini, seperti Jenderal Soedirman, Jenderal Ahmad Yani, dan kini, Prabowo Subianto.
Gombong bukan sekadar tempat kelahiran, tetapi juga simbol perjuangan. Tidak heran jika Belanda memilih menempatkan tangsi militer dan sekolah KNIL di sana. Masyarakat Banyumasan memang dikenal sebagai petarung—sifat yang juga terbawa oleh Prabowo. Dari pangkat Letnan Dua di Kopassus hingga saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo telah menunjukkan bahwa ia mewarisi karakter tegas dan keras khas Banyumasan. Dalam sejarah Indonesia, hanya Prabowo yang berasal dari karesidenan Banyumasan yang siap menjadi presiden, setelah tujuh presiden sebelumnya yang berasal dari berbagai penjuru Jawa.
Dalam Pemilihan Presiden 2024, Prabowo berhasil menang, dan dalam waktu dekat ia akan dilantik menjadi presiden. Sebagai warga negara biasa, saya ingin mengulas beberapa program kerja Prabowo dari perspektif saya, khususnya dalam kaitannya dengan upaya membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Mencabut subsidi BBM dan ganti dengan bantuan langsung
Salah satu program Prabowo yang menurut saya penting untuk dicermati adalah rencana pencabutan subsidi BBM, yang akan digantikan dengan bantuan langsung bagi masyarakat miskin. Sampai tahun 2023, pemerintah menggelontorkan Rp 160 triliun untuk subsidi BBM. Sayangnya, subsidi ini sering kali tidak tepat sasaran dan justru lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah.
Dengan dialihkannya subsidi ini ke dalam bentuk stimulus untuk usaha kecil dan menengah (UKM) atau sektor produktif lainnya, peluang untuk membuka lapangan kerja baru menjadi lebih besar. Program ini tidak hanya sekadar memberikan bantuan tunai, tetapi juga mengubah masyarakat miskin menjadi lebih produktif. Langkah ini tentunya memerlukan pengawalan agar tujuan akhirnya tercapai: pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.
Program 3 juta unit rumah
Prabowo juga berencana membangun 3 juta unit rumah dan memisahkan pembiayaannya dari sistem moneter. Ini adalah langkah yang menarik dan strategis. Dengan menggunakan 100% bahan baku lokal, program ini tidak hanya memberikan solusi perumahan tetapi juga menjadi penggerak ekonomi nasional. Efek domino dari program ini adalah terciptanya rantai pasokan yang besar, membuka lapangan kerja baru, dan memacu pertumbuhan ekonomi, yang oleh Prabowo ditargetkan mencapai delapan persen.
Bagi saya, program ini adalah contoh konkret bagaimana kebijakan ekonomi yang cerdas dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat luas. Jika berhasil, program ini tidak hanya membantu masyarakat mendapatkan rumah layak, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi negara.
Swasembada protein
Program swasembada pangan yang ditawarkan Prabowo juga patut diperhatikan, khususnya dalam upaya mencapai swasembada protein dengan mengimpor 1 juta bakalan sapi.
Saat ini, Indonesia masih mengimpor 4 juta ton susu sapi per tahun, sementara produksi domestik hanya sekitar 900 ribu ton. Jika Prabowo mampu menjalankan program ini dengan baik, maka Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor susu dan, yang lebih penting, menurunkan angka stunting di Indonesia.
Tentu saja, swasembada ini harus didukung dengan kemandirian pakan ternak. Kita tidak boleh mengulangi kesalahan dengan masih mengimpor pakan ternak dari luar negeri. Selain itu, indikator ESG (Environmental, Social, and Governance) harus diperhatikan untuk memastikan bahwa program ini berjalan berkelanjutan dan mendukung tujuan Indonesia Emas 2045.
Karakter Banyumasan dalam kepemimpinan Prabowo
Prabowo, dengan darah Banyumasan yang mengalir dalam dirinya, membawa harapan baru bagi Indonesia. Karakter tegas, berani mengambil risiko, dan kemauan untuk bertempur adalah sifat yang diwarisinya dari tanah leluhur Gombong. Dalam memimpin bangsa ini, saya berharap Prabowo dapat membawa Indonesia kembali menjadi negara yang disegani, setidaknya di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai cucu dari orang Gombong, saya merasakan kebanggaan tersendiri bahwa presiden berikutnya berasal dari wilayah yang sama dengan kakek saya. Prabowo bukan hanya mewakili sejarah, tetapi juga harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Selamat bertugas, Jenderal Prabowo! [ ]
*Mantan direktur utama AgroJabar