Catatan Menjelang Buka (20) : Pohon
Akhirnya saya putuskan agar dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Tukang bangunan tidak percaya, mana bisa tumbuh lagi kalau dipindahkan. Saya bilang, bukan kita yang menghidupkan. Itu urusan Allah. Kewajiban kita adalah memindahkan. Gali tanahnya dan potong bagian atas.
Oleh : Acep Iwan Saidi*
JERNIH– Hari ke-20, hari yang selalu indah. Bagi kita, Ramadhan adalah bulan yang teduh. Mari coba kita rasakan, sepanas-panasnya matahari, di baliknya memancar kesejukan. Alam menatap kita dengan kasih sayang yang lebih.
Semesta rupanya juga sedang berpuasa. Dengarlah lirih pohon mahoni di sepanjang jalan: mereka bertasbih sepanjang hari. Pohon mangga di halaman, lihatlah, daunnya sesekali melambai: ingin diraihnya kita dalam dekap teduh dahannya yang rindang.
Pohon mangga. Saya punya hubungan khusus dengannya. Pertama kali mempunyai rumah tahun 2001, saya menanam mangga di halaman. Tidak sampai dua tahun ia sudah berbuah. Di balik daunnya yang hijau rindang, buahnya lonjong menjuntai. Tetangga bilang itu jenis mangga golek. Saya sendiri tidak terlalu hirau. Golek, gedong, atau simanalagi bagi saya sama saja. Saya lebih suka menikmati kehadirannya.
Oleh sebab itu, setiap hari selalu tidak bosan saya menatapnya. Dan panen musim pertama pun tiba. Buah yang matang di dahan: ranum dan sangat menggoda. Rasanya manis dan menyegarkan. Jika kamu belum pernah dicium bidadari, kamu tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana manisnya. Itulah mangga golek, bentuknya lonjong hampir menyerupai terong.
Tahun 2009 rumah dipugar, diratakan dengan tanah sebelum kemudian dibangun yang baru. Pohon mangga di sudut sebenarnya tidak mengganggu. Hanya, saya merasa kasihan, ia berada di tempat penyimpanan bahan bangunan. Akhirnya saya putuskan agar dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Tukang bangunan tidak percaya, mana bisa tumbuh lagi kalau dipindahkan. Saya bilang, bukan kita yang menghidupkan. Itu urusan Allah. Kewajiban kita adalah memindahkan. Gali tanahnya dan potong bagian atas. Bismillah, dengan bantuan tukang bangunan, mangga itu ditancapkan di tempat baru. Dan ia tumbuh. Daunnya lebih rindang, lebih segar.
Tapi, setelah tiga tahun lewat, ia tidak berbuah lagi. Ia hanya memberi teduh. Tidak apa-apa. Saya tetap menyayangi pohon tersebut. Hanya, barangkali kami memang harus berpisah. Tahun 2015 saya membutuhkan ruangan baru. Tidak ada tempat lain kecuali yang ditumbuhi mangga itu. Saya membongkarnya. Saya menatap pohon itu diangkut di atas bak mobil brangkal.
Saya tidak membuangnya, tapi memberikan kepada petugas pembawa brangkal. Saya pesan agar si Bapak pembawa brangkal menanamnya di suatu tempat. Ia mengiyakan. Tapi, sampai sekarang, saya tidak pernah mendengar beritanya. Semoga Allah meridhai.
Kini, sekira satu meter dari tempat dulu ia tumbuh, di pinggir parit, saya letakkan pohon bonsai yang ditanam di dalam pot. Saya membelinya dari seorang penjaga Gereja, seorang Nasrani, sekaligus pecinta tanaman di Pangandaran.
“Rawat ia dengan kasih sayang, pasti akan tumbuh dengan baik”, bisik kerabat penjaga gereja itu. Dua tahun lewat, ia setia berdiri di dalam pot tersebut. Saya selalu menatapnya. Tiap kali ada saudara atau kerabat bertamu, mereka selalu menyempatkan berfoto di situ. Pohon bonsai yang tingginya kurang lebih 1,5 meter itu memang indah.
Tapi, kesibukan membuat saya lupa. Pada tahun ketiga saya tidak pernah lagi menegurnya. Rupanya ia selalu murung dan akhirnya sakit. Tiba-tiba saya menemukan daunnya rontok. Dahan-dahan kecilnya mengering. Ia patah hati. Untung istri saya mengingatkan. Pohon bonsaynya mati sebab nggak dirawat, katanya. Melihat kondisinya, nyaris tidak mungkin bisa diselamatkan. Saya ambil gergaji. Satu-satunya cara adalah mengamputasi beberapa dahannya agar penyakit di bagian atas tidak merembet lebih jauh ke bawah. Tiap pagi saya sirami. Lukanya diobati dengan sebuah serbuk anti hama dari tetangga. Alhamdulillahirabbil alamiiin, kini ia mulai tumbuh lagi.
Ups, rupanya sudah sore! Ini masih dalam perjalanan. Tadi, singgah sebentar di masjid untuk shalat ashar dan menulis catatan ini. Insya Allah, Saya akan lanjutkan kisah pohon ini besok. Selamat berbuka. Semoga berbahagia. [ ]