Spiritus

Nisfu Sya’ban, Momen Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Ibadah

Untuk menjadikan ibadah kita berkualitas dan berkuantitas khususnya pada bulan Sya’ban ini, ada beberapa upaya yang bisa kita lakukan. Di antaranya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan kecintaan terhadap Allah Swt.

Oleh: Muchamad Arief Mulyadi, S. HI*

Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah bisa dilakukan maksimal dengan memanfaatkan momentum-momentum istimewa yang ada di setiap waktu dalam perjalanan hidup kita. Di antaranya adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu spesial dan penuh keberkahan seperti yang ada pada bulan Sya’ban ini yakni Nisfu Sya’ban.

Keistimewaan ini banyak disebutkan dalam Hadits Rasulullah saw di antaranya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah No. 1378 yang artinya: “Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Dia berfirman, ‘Ingatlah orang yang memohon ampunan kepada-Ku maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada-Ku maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, hingga fajar tiba.’” 

Muchamad Arief Mulyadi, S. HI

Hadits ini menjadi contoh nyata dari Rasulullah saw bagi umat Islam untuk menguatkan hubungan dengan Allah melalui ibadah di malam dan siang hari pada Nisfu Sya’ban. Sebagai umatnya, tentu menjadi kewajiban untuk meneladani dan menjalankan segala sunah yang telah dilakukan oleh Nabi. Bukan hanya dari segi jumlah ibadah yang dilakukan, namun juga penting untuk menjaga kualitas dari ibadah yang dilakukan.

Untuk menjadikan ibadah kita berkualitas dan berkuantitas khususnya pada bulan Sya’ban ini, ada beberapa upaya yang bisa kita lakukan. Di antaranya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan kecintaan terhadap Allah swt. Jika kita bisa tanamkan ini dalam hati kita, maka kita akan menyadari bahwa menjalankan amal ibadah bukanlah sekadar menggugurkan kewajiban. Namun lebih dari itu menjadi sebuah kebutuhan.

Dengan rasa cinta ini, maka dalam menjalankan ibadah, kita bisa melakukannya dengan tulus dan ikhlas karena Allah. Hal ini selaras dengan sebuah ayat Al-Qur’an surat Al-An’am 162 dan 163 yang artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim.”

Nisfu Sya’ban juga bisa kita gunakan untuk memperdalam pemahaman dan pengetahuan tentang agama yang pada muaranya akan menghasilkan ibadah yang berkualitas. Selain mampu menjadikan ibadah berkualitas, dengan ilmu yang dihasilkan dari memperdalam pemahaman juga akan mengangkat derajat kita. Tentu akan berbeda kualitas ahli ibadah yang berilmu dengan ahli ibadah yang tak berilmu.

Sampai-sampai Rasulullah menggambarkan bahwa orang yang suka mencari ilmu dibandingkan dengan yang ahli beribadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya. Hal ini tersebut dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi yang artinya: Rasulullah saw bersabda: “Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.” 

Selain asupan rohani berupa ilmu dan dan mempersiapkan mental kita, momentum Nisfu Sya’ban juga bisa kita jadikan sarana untuk mempersiapkan fisik untuk menghadapi bulan Ramadhan. Kita harus memastikan kesehatan fisik benar-benar prima untuk memastikan ibadah dapat dilakukan dengan maksimal pula di bulan suci Ramadhan.

Bulan Sya’ban dalam bahasa Arab berasal dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung. Makna ini menggambarkan bagaimana kita menyiapkan fisik kita untuk mendaki jalan terjal menuju Ramadhan. Tentunya butuh latihan dan persiapan fisik serta mental yang kuat jika kita ingin sampai pada puncak Ramadhan. Latihan fisik bisa kita lakukan dengan mulai melatih diri berpuasa di bulan Sya’ban untuk membiasakan diri sehingga nantinya pada bulan Ramadhan kita sudah terbiasa berpuasa selama 1 bulan penuh.

Rasulullah mengajak umatnya untuk merenungkan betapa berharganya waktu di bulan Sya’ban. Meskipun Rasulullah menjalani puasa sunah di bulan ini, bukan berarti puasa tersebut menjadi kewajiban. Puasa Sya’ban dapat dianggap sebagai persiapan batin dan fisik, sebagai sebuah detik-detik terakhir menjelang “bulan penuh rahmat”.

Marilah kita sambut bulan Sya’ban dengan hati yang bersih, semangat yang membara, dan niat yang tulus. Memperbanyak puasa sunah seperti puasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, atau bahkan puasa Daud menjadi langkah awal menuju perubahan positif dalam diri kita. Sambutlah bulan ini sebagai ladang amal yang subur, tempat kita menanam benih kebaikan yang akan kita panen di akhirat kelak.

Oleh karena itu, mari manfaatkan bulan Sya’ban dengan sebaik-baiknya. Perbanyaklah puasa sunah, perdalam ibadah, dan perkokoh niat untuk menyambut Ramadan dengan hati yang bersih dan jiwa yang penuh keimanan. Sebab, di setiap detiknya, bulan Sya’ban menawarkan peluang keemasan untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Dengan itu, kita siapkan diri, sembari menantikan datangnya bulan Ramadan sebagai tamu agung yang membawa berkah dan keampunan. Semoga setiap amalan yang kita lakukan di bulan ini menjadi catatan indah di hadapan Allah SWT. Aamiiin.

Dari semua itu, penting pula untuk menata niat kita dengan baik dalam menjalankan semua ibadah ini. Niat menjadi fondasi awal yang akan menentukan kualitas ibadah yang kita lakukan. Sebanyak apapun ibadah yang dilakukan, jika memiliki niat yang salah seperti karena harapan kepada manusia, maka semua itu akan sia-sia. Semua ibadah harus lillahi ta’ala (karena Allah swt). Diibaratkan, ibadah yang kita lakukan adalah angka 0 (nol). Sebanyak apapun angka 0 (nol) berderet tetap tidak ada nilainya jika tidak ada angka selain 0 (nol) di depan deretan itu. Angka 0 (nol) yang ada akan bernilai ketika angka 1 kita letakkan di depan deretan 0 (nol).

Jadi, ibadah kita akan bernilai dan bermakna jika semua itu kita awali dengan niat yang baik dan benar. Semoga pada momentum Sya’ban ini kita akan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah dan semoga ibadah kita akan diterima oleh Allah swt. “Ya Allah, sampaikan aku kepada bulan Ramadhan dengan selamat. Sampaikanlah Ramadhan kepadaku dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan. Amin.”

* Penyuluh Agama Islam Kemenag Kabupaten Subang

Back to top button