Setetes Embun: Anak Domba Allah
Setiap pribadi bisa menjadi “Anak Domba Allah”, menurut versi dan situasi masing-masing. Setiap pribadi dapat merelakan diri dipakai oleh Allah demi maksud yang dikehendaki Allah sendiri.
Dalam diri Domba ini hanya perlu ketaatan, kerelaan dan kemauan untuk berkorban. Dia pasrah pada kehendak yang memakainya. Dia mengikuti kehendak orang yang menggunakannya.
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
JERNIH-“Ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah” (Yoh 1,36).
Yohanes menunjukkan, tepatnya memperkenalkan Yesus kepada dua muridnya bahwa Dia adalah Anak Domba Allah.
Bagi orang Yahudi yang akrab dengan istilah ini, tidak sulit bagi mereka untuk memahami maksud Yohanes. Tentu ini berbeda dengan orang dengan latar belakang non Yahudi, bahkan bagi orang Kristen saat ini.
Istilah “Anak Domba Allah” mempunyai beberapa pengertian yang nampaknya mirip karena terkait erat dengan ritual keagamaan orang Yahudi. Ritual ini tentu tidak terlepas dari hidup sosial. Bagi orang Yahudi agama atau upacara keagamaan adalah identitas mereka sebagai bangsa.
Pertama, istilah “Anak Domba Allah” menunjuk pada Domba Penebusan (Im 16,20-22). Ini adalah seekor domba yang dibawa ke Bait Allah pada Hari Penebusan (Yom Kippur). Di atas kepala domba ini seorang Imam menumpangkan tangan untuk “mentransfer” semua dosa umat Israel ke atas domba ini. Domba ini lalu dibawa ke hutan belantara dan dilepas sehingga dimangsa oleh binatang buas. Inilah domba “yang menghapus dosa-dosa orang Israel”. Istilah ini lalu dipakai dalam liturgi ekaristi.
Kedua, merujuk pada Domba Penebusan Harian (Kel 29,38-43 atau Bil 28,1-8). Mirip dengan domba pertama tapi yang ini dikorbankan setiap pagi dan sore di atas Altar Hitam di Bait Allah. Fungsinya sama. Sebagai penebusan dosa bangsa Israel.
Ketiga, Domba Paskah. (Kel 12,11 dst). Ini mengingatkan pada kisah keluaran bangsa Israel dari Mesir. Ketika malaikat maut lewat untuk menghukum orang-orang Mesir dengan membunuh anak sulung mereka, darah domba paskah ini yang dioleskan pada jenang pintu meluputkan orang Israel. Malaikat maut yang melihat tanda darah lalu melewati rumah tersebut. Dan selamatlah anak sulung orang Israel.
Keempat, Domba Para Nabi. (Yer 11,19; Yes 53,7). Kita sering mendengar istilah domba yang tak melawan ketika dibawa ke tempat pembantaian. Domba macam ini adalah gambaran orang yang siap menderita dan mati untuk penebusan dosa umat Allah.
Mana dari gambaran domba ini yang paling cocok diterapkan bagi pribadi dan perutusan Yesus? Rasanya semua cocok. Bahkan gambaran domba penakluk pun, dalam situasi tertentu juga bisa dipakai.
Benang merah yang menghubungkan semua gambaran Domba Allah ini adalah kehendak Allah. Domba tidak melakukan sesuatu atas kehendaknya sendiri. Dia diambil. Dia dipilih. Dia dipakai. Itulah hakekat PANGGILAN/VOCATION.
Dalam diri Domba ini hanya perlu ketaatan, kerelaan dan kemauan untuk berkorban. Dia pasrah pada kehendak yang memakainya. Dia mengikuti kehendak orang yang menggunakannya.
Dengan pengertian ini, setiap pribadi bisa menjadi “Anak Domba Allah”, menurut versi dan situasi masing-masing. Setiap pribadi dapat merelakan diri dipakai oleh Allah demi maksud yang dikehendaki Allah sendiri.
Pada proses paling awal kita bisa mulai dengan berseru seperti Samuel,: “Berbicaralah, sebab hambaMu ini mendengar” (1 Sam 3,3). Orang hanya bisa mendengarkan jika orang itu “mengikuti Dia dan tinggal bersama Dia”. Inilah arti belajar pada Yesus agar siap untuk diutus.
Menjadi “Anak Domba Allah” berarti menjadi pribadi yang siap untuk membagikan, bahkan mengorbankan diri bagi orang-orang lain.
*
Seorang Pastor baru saja mengumumkan di gereja bahwa dia akan dipindahkan oleh Uskup ke paroki lain. Selesai misa seorang ibu tua datang menemui pastor. Dengan wajah sedih dia berkata sambil mengungkapkan penyesalannya atas perpindahan ini.
Pastor itu menjawab: “Tidak usah kuatir bu, Uskup pasti akan mengirimkan Pastor yang lebih baik daripada saya”. Berkata demikian Pastor ini mengharapkan kata-kata pujian lebih lanjut. Tapi ibu itu menjawab: “Oh itu tidak mungkin terjadi. Saya sudah mengalami pergantian lima Pastor di paroki ini. Yang baru selalu lebih buruk daripada yang terdahulu!”
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Paroki Cijantung-Jakarta).