Spiritus

Setetes Embun: Bukan dari “Tulang Rusuk” Pria

Wanita diciptakan oleh Allah sebagai penolong pria. Kata penolong ini berasal dari kata EZER dalam bahasa Ibrani. Kata ini mengandung pengertian sebagai sebuah intervensi darurat untuk menyelamatkan seseorang. Jika tidak dilakukan maka yang mau ditolong ada dalam bahaya maut. Disinilah krusialnya peran wanita sebagai penolong. Tanpa wanita maka pria bisa mati.

Penulis: P. Kimy Ndelo, CSsR

JERNIH-“Lalu TUHAN Allah membuat MANUSIA itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari RUSUK yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.” (Kej 2,21-22)

Pada umumnya dipahami dan diterima begitu saja bahwa WANITA diciptakan dari TULANG RUSUK LAKI-LAKI.

Benarkah demikian? Mari kita uji.

Kata kunci bahasa Ibrani yang digunakan dalam teks di atas adalah SELA, diterjemahkan menjadi RUSUK. Sangat mengherankan bahwa dalam seluruh teks Kitab Suci istilah yang sama “SELA” tidak diterjemahkan sebagai TULANG RUSUK.

Justru kata SELA merujuk pada satu “SISI”, baik itu Kemah Suci, tenda, Bait Allah, atau gunung. Bahkan bisa juga salah satu dari daun pintu jika pintu berbentuk dua daun.

Kata kerja “mengambil” dalam bahasa aslinya, Ibrani, bermakna “melukai”. Artinya ada tindakan Allah yang berkonotasi operasi atau pembedahan.

Unsur penting lain adalah kata “manusia” (ha-adam), bukan “laki-laki” (adam). Artinya pada awal mula yang ada adalah manusia, yang belum menjadi laki-laki atau perempuan, semacam “adrogini”: sekaligus laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain manusia netral.

Ini membawa kita pada sebuah pemahaman baru tapi sangat penting, bahwa pada dasarnya wanita TIDAK diciptakan dari tulang rusuk pria.

Yang terjadi adalah bahwa Allah membuat manusia itu / HA-ADAM tidur nyenyak lalu salah satu sisi dari manusia itu diambil, lebih jelasnya manusia itu dibelah dua, dan dari satu belahan itu DIBANGUNNYALAH wanita itu.

Ketika proses penciptaan (membelah dan membangun) terjadi, manusia itu tidur nyenyak. Artinya dia tidak sadar akan apa yang terjadi pada dirinya dan tidak tahu bagaimana wanita itu diciptakan.

Proses dan kondisi ini membawa kita sebuah pengertian baru akan relasi pria dan wanita.

Pertama, pria dan wanita pada dasarnya merupakan setengah dari manusia pertama: Adam. Disini ada kesetaraan yang bukan sekedar hal yang diperjuangkan melainkan adalah kodrat pria dan wanita sejak awal mula. Pria hanya setengah manusia; wanita juga demikian. Maka yang satu tidak lebih dari yang lain. Karenanya bahasa Ibrani pria adalah ISH dan wanita adalah ISHSHAH. Bunyinya nyaris sama. Kata dasarnya sama: ISH.

Kedua, kesempurnaan seorang pria sebagai pribadi hanya bisa terjadi kalau ada wanita, demikian pun sebaliknya. Mengapa? Karena baik pria maupun wanita hanya membawa setengah pribadi Adam. Tanpa yang satu, yang lain tak bisa lengkap. Bersatunya pria dan wanita dalam sebuah perkawinan adalah ibarat “menemukan sebagian diriku yang hilang”. Yang lain adalah diriku di luar aku. Itulah sebabnya dikatakan, pria akan meninggalkan orangtuanya dan BERSATU dengan istrinya. Bukannya menjadi dua.

Ketiga, bahwa prose terjadinya dua pribadi dari satu Adam, yang merupakan karya Allah, tidak diketahui baik oleh pria (karena dia tertidur), maupun oleh wanita karena dia yang diciptakan. Ketidaktahuan akan bagaimana asal usul masing-masing menjadi sebuah gerakan untuk saling memberitahu, saling mengajar antara pria dan wanita. Relasi selalu mengandaikan pengakuan akan ketidaktahuan atau kekurangan. Merasa serba tahu justru biasanya merusak relasi.

Keempat, bahwa wanita diciptakan oleh Allah sebagai penolong pria. Kata penolong ini berasal dari kata EZER dalam bahasa Ibrani. Kata ini mengandung pengertian sebagai sebuah intervensi darurat untuk menyelamatkan seseorang. Jika tidak dilakukan maka yang mau ditolong ada dalam bahaya maut. Disinilah krusialnya peran wanita sebagai penolong. Tanpa wanita maka pria bisa mati.

Atas dasar pengertian inilah maka Yesus sangat melawan perceraian seperti dikisahkan dalam Injil hari ini. Perkawinan yang merupakan upaya penemuan sebagian diri yang hilang, tidak boleh dirusak oleh ego yang sifatnya lebih banyak duniawi daripada akhiratnya.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo, CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa)

Back to top button