Setetes Embun: Gaudete in Domino Semper
“Ketika kamu bicara tentang Surga, wajahmu harus bersinar. Senyummu harus terpancar, dan pandanganmu harus mengarah ke langit. Orang harus bisa melihat Surga di wajahmu.” Lalu katanya lagi: “Tetapi ketika kamu bicara tentang Neraka, wajahmu”
Penulis: P. Kimy Ndelo, CSsR
JERNIH-Minggu ketiga Adven biasa disebut juga sebagai Minggu Gaudete atau Minggu Gembira. Bacaan-bacaan hari ini mengungkapkan secara jelas mengapa dan bagaimana kita bergembira.
“Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku” (Yes 61,10). Nabi Yesaya mewakili orang-orang Israel mengungkapkan kegembiraan karena keselamatan dalam Allah telah menjadi nyata. Orang Israel yang dibuang ke Babel, enam abad sebelum Yesus, kini telah kembali ke tanah air. Mereka sepantasnya bergembira bagaikan pengantin yang sedang bersukacita dalam balutan keindahan pakaian pengantinnya.
Paulus yang datang setelah Yesus juga mengajak anggota jemaatnya untuk senantiasa hidup dalam sikap yang sama. “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”. (1 Tes 5,16-18).
Orang Israel sebelum Yesus bersukacita karena pengharapan akan datangnya Mesias, yang menjadi penyelamat mereka. Orang Israel, bahkan orang bukan Israel, setelah Yesus, yang kemudian disebut Kristen, bergembira karena hidup dalam Kristus.
Hal ini diringkas dengan indahnya dalam Mazmur tanggapan yang diambil dari Kidung Maria (Magnificat): “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku” (Luk 1,46-47).
Alasan paling mendasar bagi kita, para murid Yesus, untuk bergembira adalah karena Yesus adalah Terang dunia. Hidup Yohanes Pembaptis, yang bahkan oleh para ahli dianggap lebih aktraktif daripada Yesus, diabdikan untuk menunjuk kepada Yesus sebagai “Terang yang sesungguhnya” (Yoh 1,9). Dalam sukacita dan kegembiraan dia memperkenalkan atau bersaksi tentang Yesus, yang datang untuk menghalau kegelapan.
Hal ini diamini oleh Yesus sendiri ketika memperkenalkan diri-Nya: “Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh 8,12).
Sebagai murid-murid Yesus, kita mempunyai tugas untuk bersaksi tentang Terang, seperti Yohanes. Kesaksian yang paling efektif adalah dengan menjadi terang itu sendiri. Yesus menegaskan hal ini: “Kamu adalah terang dunia” (Mat 5,14).
Terang Kristus terbaca dari wajah kita yang dipenuhi kegembiraan dan sukacita. Orang yang bisa membagikan kegembiraan dan menciptakan kegembiraan dalam diri orang lain, sudah membawa orang itu kepada Terang. Mereka yang murung, bersedih, berduka, adalah orang yang masih hidup dalam kegelapan. Mereka yang tidak bisa tersenyum atau tertawa masih terpenjara oleh kegelapan.
*
Seorang guru drama memberi petunjuk kepada murid-muridnya bagaimana caranya berakting. Dia mengatakan bahwa peran wajah sangat penting. Pesan apa pun yang ingin disampaikan harus terbaca dari wajah seseorang. Dia memberi contoh tentang Surga dan Neraka. Wajah mereka harus nampak berbeda ketika berbicara tentang Surga. Demikian pun ketika berbicara tentang Neraka.
“Ketika kamu bicara tentang Surga, wajahmu harus bersinar. Senyummu harus terpancar, dan pandanganmu harus mengarah ke langit. Orang harus bisa melihat Surga di wajahmu.” Lalu katanya lagi: “Tetapi ketika kamu bicara tentang Neraka, wajah normal saja sudah cukup”.
*
Setiap kali kita bercermin, kita bisa bertanya pada diri sendiri: Apakah terang ada di wajahku saat ini atau kegelapan masih menguasainya? Apakah Surga terbaca dari wajahku atau justru Neraka yang nampak disana? Biarkanlah Surga terbaca pada wajah kita.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo, CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa).