Spiritus

Setetes Embun: Keluarga Dibangun dalam Iman

Kekuatan keluarga kristiani adalah pada kemampuannya berjalan dalam bayang-bayang misteri Allah dan mencoba tetap setia dan mengasihi satu sama lain walau tidak tahu pasti arah hidup akan kemana. Bukan saja arah hidup, bahkan dengan orang yang satu rumah pun kadang kita tidak sungguh mengenal pribadinya.

JERNIH-Beberapa tahun yang lalu, sebuah penelitian digelar di Amerika Serikat untuk menemukan sebuah kota yang paling sedikit warganya menderita penyakit kanker dan serangan jantung. Pemenangnya adalah kota Rosetto, Pennsylvania. Para ahli membayangkan sebuah kota dimana penduduknya tidak merokok, makan makanan yang sehat dan tepat, berolahraga secara baik, dan terus mengontrol kadar kolesterolnya. Betapa terkejutnya mereka bahwa ternyata semua alasan ini tidak benar.

Sebaliknya, kesehatan warga kota sangat terkait dengan hubungan erat antar pribadi-pribadi di dalam keluarga, dan hubungan antar warga yang selalu terjalin baik. Nilai kekeluargaan ternyata sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan setiap pribadi.

**

Hari ini, minggu terakhir dalam tahun, Gereja merayakan Pesta Keluarga Kudus. Natal yang baru saja dirayakan memiliki akar atau dasar di dalam keluarga yakni Keluarga Kudus: Yosef-Maria-Yesus. Rencana Allah yakni inkarnasi, Allah menjadi manusia melalui seorang anak bernama Yesus, menemukan bentuk konkret dalam diri Maria sebagai Ibu dan Yosef sebagai ayah. Alasan bagi inkarnasi adalah kasih Allah. Kasih itu diwujudkan pertama-tama melalui Keluarga Kudus ini.

Kesediaan Maria menerima Yesus dalam kandungannya melalui karya Roh Kudus atau tanpa campur tangan laki-laki merupakan sebuah pergulatan kemanusiaan yang tiada duanya. Bukan saja bahwa Maria akan menerima resiko dari hukum sosial dan agamanya, tetapi bahwa Maria harus membuktikan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah karya Allah. Dan itu tidak terjadi dalam seketika.

Kesediaan Yosef menerima Maria sebagai istrinya, karena dorongan Roh Kudus juga, bukanlah tanpa pergulatan. Mungkin secara moral dia bisa menerima Maria demi menyelamatkan nyawanya. Tapi yang lebih penting bagi Yosef adalah menerima bahwa yang sedang terjadi ini adalah karya Allah.

Maria dan Yosef bukanlah kita, para pembaca yang sudah tahu akhir ceritanya. Mereka sedang menghidupi cerita yang tak pasti ujungnya dimana dan bagaimana. Bahkan terhadap anak mereka sendiri, Yesus, mereka juga kadang tidak mampu memahaminya. Bukan karena Yesus aneh, tetapi karena misteri Allah tersembunyi di dalam Yesus.

“Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka” (Luk 2,50).

Dalam ketidak-tahuan, kebimbangan dan tanda tanya, mereka tetap berusaha semaksimal mungkin menunjukkan cinta satu kepada yang lainnya. Mereka tetap berusaha menjadi orangtua yang baik bagi putera mereka. Mereka menerima satu sama lain, lebih karena iman daripada pengetahuan.

Dalam Injil hari ini, kunjungan Yosef-Maria-Yesus ke Yerusalem, terlihat jelas bagaimana kekudusan keluarga ini. Mereka menghayati agama dan imannya dan mempraktekkannya dengan setia; pergi merayakan Paskah di Bait Allah di Yerusalem. Keluarga ini adalah keluarga yang berdoa.

Pengalaman inilah yang membentuk Yesus sebagai pribadi yang selalu berdoa, khususnya ketika Dia mau mengambil sikap dan keputusan penting. Injil banyak mengisahkan pengalaman Yesus berdoa. Doa yang paling terkenal adalah doa di taman Getzemani sebelum Dia ditangkap.

Ketika Yesus menghilang dari tengah-tengah rombongan mereka, mereka mencarinya sampai menemukan Dia kembali. Satu orang hilang dalam keluarga bukan sekedar angka tetapi berkurangnya nilai kekeluargaan itu sendiri. Kisah tentang anak yang hilang dan diterima kembali dengan sukacita adalah pengalaman nyata yang dirangkai kembali oleh Yesus dalam bentuk kata-kata.

Keluarga Kristiani dibentuk pertama-tama bukan oleh pribadi yang hidup di dalam keluarga itu melainkan oleh Tuhan. Perkawinan dua pribadi, pria dan wanita, mungkin bisa dianggap sebagai keputusan pribadi. Tapi jangan lupa bahwa Tuhan pun terlibat dalam proses itu, sejak awal perjumpaan sampai pernikahan. Dan hal yang paling misterius adalah anak-anak. Tidak ada yang bisa merancang anak seperti apa yang akan lahir dalam keluarga. Semua adalah rancangan Tuhan.

Kekuatan keluarga kristiani adalah pada kemampuannya berjalan dalam bayang-bayang misteri Allah dan mencoba tetap setia dan mengasihi satu sama lain walau tidak tahu pasti arah hidup akan kemana. Bukan saja arah hidup, bahkan dengan orang yang satu rumah pun kadang kita tidak sungguh mengenal pribadinya.

*

Seorang wanita muda yang akan menikah datang kepada Rabbi Neil Kurshan untuk konseling. Ketika dia memberi tahu Rabi bahwa dia berharap dia tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan orang tuanya, Rabi mendesaknya untuk menjelaskan lebih lanjut. Wanita itu lalu bercerita bahwa setiap musim panas orang tuanya yang kaya bepergian ke Eropa sementara dia tetap tinggal bersama seorang pengasuh.

Suatu waktu, ketika gadis itu berusia 11 tahun, pembantu rumah tangganya tiba-tiba berhenti sesaat sebelum orangtuanya melakukan perjalanan tahunan ke Eropa. Kesal karena liburan mereka mungkin terancam, orang tua tersebut segera mencari dan menemukan penggantinya. Beberapa hari sebelum keberangkatan mereka, gadis itu memperhatikan bahwa ibunya telah membungkus perhiasan dan peralatan perak keluarga dan menyimpannya di brankas. Karena hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya, dia bertanya mengapa.

Ibunya menjelaskan bahwa dia tidak bisa mempercayakan barang-barang berharga keluarga kepada pengurus rumah tangga barunya.

Meskipun tentu saja tidak disengaja, ucapan yang tidak sensitif itu sangat mengejutkan dan menyakiti hati gadis kecil itu sehingga dia tidak pernah melupakannya. Bukankah dia adalah anggota keluarga yang berharga? Bukankah dia memiliki nilai lebih daripada perhiasan emas dan perak? pisau perak dan garpu perak?

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula Sumba tanpa Wa)

Back to top button