POTPOURRIUncategorized

West Oedjoeng Broeng Cikal Bakal Bandung

JERNIH.CO – Aen een negrije genaemt Bandong bestaende uijt 25 a 30 huyse (ada sebuah negrei dinamakan bandong yang terdiri atas 25 sampai 30 rumah). Negeri yang dinamakan Bandong dalam laporan Juliaen de Silva merupakan Kabupaten baru yang berdiri diawal kekuasaan Tumenggung Wiraangun-angun. 

Belanda menyebut Bandung saat itu West Oedjoeng Broeng. Pasca pemberontakan Dipati Ukur, pihak VOC mulai menaruh perhatian terhadap wilayah Bandung karena dicurigai tempat persembunyian sisa-sisa pasukan Ukur dan Mataram yang melarikan diri sehingga perlu untuk diselidiki keadaannya. .

Dan itu menjadi misi Juliaen de Silva, orang asing pertama yang menginjakan kaki di Bandung untuk mengamati keadaannya karena kompeni Belanda saat itu belum bisa menempatkan serdadunya di Bandung. Belanda lebih tertarik ikut campur di Mataram yang mulai terpecah belah di akhir abad 17.

Selain itu, dari 1619 sampai tahun 1651 perkembangan perdagangan VOC di Banten semakin memburuk terutama ketika Sultan Ageng Tirtayasa yang sangat memusuhi VOC mulai berkuasa. Oleh karenanya VOC mengupayakan diplomasi untuk mengembangkan pengaruhnya di wilayah Bandung.

Diantaranya dengan menyebutkan bahwa Jans Pieterszoon Coen alias Mur Jangkung dilahirkan dari seorang putri keturunan raja Pajajaran yang menikah dengan  Sukmul, keponakan Raja Spanyol. Maka kepemimpinan Mur Jangkung di Priangan ini harus diterima karena trah Pajajaran.

Kisah Mur Jangkung tersebut terdapat dalam Serat Sakender yang ditulis awal abad 19 M. Ketika Juliaen de Silva pertama kali datang ke Bandung tahun 1641, Sultan Mataram melakukan reorganisasi wilayah priangan dengan menetapkan Ngabehi Wirawangsa dengan gelar Tumenggung Wiradadaha sebagai Mantri Agung di Sukapura.

Demikian pula Ngabehi Astramanggala diberi gelar Tumenggung Wiraangun-angun ditetapkan sebagai  mantri agung di Bandung, dan Ngabehi Samahita bergelar Tumenggung Wiratanubaya sebagai mantri Agung di Parakanmuncang. Ketiga kabupaten baru ini berada dibawah kordinasi Sumedang. 

Artikel terkait : ‘Nyawang’ Tatar Ukur, Bandung dan Priangan di Abad 17 M

Masing-masing tumenggung yang diangkat oleh Sultan Agung diberi kalungguhan berupa Keris Sampana, Kinjeng, Keris Ratu Kumambang, pipa, peti, tikar, payung bawat, kuda dan abdi-abdi raja yang terdiri dari 12 wedana dan 300 rakyat. Selain itu mereka dibebaskan dari kewajiban-kewajiban kepada raja mataram.

Berdasarkan penafsiran F. de Haan dalam bukunya berjudul Priangan; De Preanger Regentschappen Onder het Nederlandsch Bes-tuur Tot 1811 Peristiwa tersebut ditulis dalam piagam Sultan Mataram yang ditulis pada hari Sabtu tanggal 9 Muharam Tahun Alip atau 20 April 1641 , tanggal itulah yang menjadi titimangsa lahirnya Kabupaten Bandung yang berbarengan dengan Tasikmalaya.

Saat Tumenggung Wiraangun-angun baru diangkat sebagai Bupati Bandung tahun 1641, pihak kompeni juga merasa perlu untuk mencermati gerak gerik penguasa baru itu. Dalam laporan sekitar tanggal 5 Juni 1641, Juliaen de Silva juga mencatat bahwa penduduk dibeberapa kampung sekitar Kali Krawang menimbun padi dalam jumlah yang banyak. 

Disebutkan pula bahwa areal pesawahan baru telah dibuka secara luas di beberapa daerah priangan seperti Ciawi, Bandung, Garut Cianjur dan Sumedang.  Salah seorang penguasa yang terkenalnya adalah Wangsanata alias Dipati Ukur yang beri tugas oleh Sultan Agung Mataram untuk menyerang benteng Kompeni Belanda di Jaketra (Jakarta). 

Laporan Juliaen de Silva yang menyebutkan Bandung tahun 1641 hanya dihuni oleh 25 sampai 30 rumah berkorelasi dengan keterangan keterangan naskah, bahwa Tumenggung Wiraangunangun (Ki Astamanggala) dari Mataram kembali ke daerah Priangan dan menuju Timbanganten. Di sana terdapat 200 cacah di bawah pimpinan Raden Ardisuta, putera Demang Reksakusuma.

Dengan membawa cacah tersebut, Tumenggung Wiraangunangun kemudian menuju suatu tempat di tepi Sungai Citarum dekat muara Sungai Cikapundung, tidak jauh dari pertemuan Sungai Citarum dengan Sungai Citarik (daerah Kabupaten Bandung bagian selatan). Tempat itu dibangun menjadi ibukota Kabupaten Bandung dengan nama Krapyak (Dayeuhkolot sekarang).

Awal berdirinya bangunan pemerintahan pertama di Kabupaten Bandung terlacak dalam surat seorang Belanda bernama Tency yang ditujukan kepada N. Engelhard (7 Juli 1794), yang menyebutkan bahwa “di ibukota Kabupaten Bandung waktu itu terdapat sebuah bangunan terbuat dari papan yang memiliki empat ruangan. Selain itu tidak ada lagi bangunan besar”.

Dapat dipastikan yang dimaksud dengan bangunan itu adalah pendopo kabupaten, kantor bupati sekaligus tempat tinggal bupati beserta keluarganya.  Berarti ketika Tumenggung Wiraangunangun memerintah dari tahun  1641 sampai tahun 1681 belum diketahui seperti apa wangunankantor bupati saat itu. Atau mungkin seperti foto diatas. [ ]

Back to top button