Veritas

Analis Politik Herdi Sahrasad Ungkap Peta Politik Papua Jelang Pilgub

Herdi menegaskan, dalam literatur ilmu politik dikenal istilah “quid pro quo” dan “reciprocal support”. Keduanya menggambarkan konsep timbal balik dalam politik, di mana dukungan yang diberikan pada suatu waktu pantas dibalas dengan dukungan yang setara di waktu lain.

JERNIH–Peta politik menjelang Pemilihan Gubernur di sejumlah Provinsi di bumi cenderawasih, Papua, bergerak dinamis. Partai Politik bekerja sama satu sama lain untuk memenuhi sejumlah persyaratan sebelum secara resmi mendaftarkan kandidat mereka kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

“Konfigurasi politik di setiap provinsi di Papua menggambarkan kekhasannya sendiri-sendiri,” kata analis politik dan peneliti dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, ketika ditanya terkait dinamika politik pada Pemilihan Gubernur di Papua. Herdi ditanya di Jakarta, Kamis (8/8/2024).

Untuk Pilgub di Papua Pegunungan, menurut Herdi, dukungan Partai Gerindra kepada Calon Gubernur John Tabo dinilai akan menguatkan soliditas Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan berpotensi meraih kemenangan. “Ajakan Wasekjen DPP Golkar Dereck Loupatty kepada Gerindra untuk bergabung mengusung John Tabo perlu dicermati dan disambut baik karena paling rasional dan menunjukkan soliditas Koalisi Indonesia Maju,” kata Herdi.

Sebagaimana diketahui, peta politik di Pilgub Papua Pegunungan menunjukkan terjadinya kompetisi antara John Tabo dan Befa Yigibalom.

John Tabo sudah memastikan wakilnya adalah Ones Pahabol dan telah mengantongi rekomendasi dari Partai Golkar dan Demokrat. Sedangkan Befa Yigibalom mengantongi rekomendasi dari Nasdem, PKS dan Perindo.

Menurut Herdi, alasan rasional perlunya Koalisi Indonesia Maju (KIM) solid mendukung John Tabo karena dia dikenal sebagai sosok yang bekerja keras untuk pemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024. Sebagai ketua tim pemenangan di Papua Pegunungan, Tabo telah menunjukkan dedikasinya dengan memobilisasi sumber daya secara efektif hingga berhasil meraih dukungan luas di daerah tersebut.

“Dukungan KIM terhadap John Tabo bukan hanya keputusan yang strategis, tetapi juga langkah yang paling adil dan berkelanjutan untuk masa depan politik di Papua Pegunungan,” ujar Herdi yang juga merupakan penulis buku “Prabowo Subianto The Rising Star, dari Gerakan Indonesia Raya ke Negara Sejahtera“.

Herdi menegaskan, dalam literatur ilmu politik dikenal istilah “quid pro quo” dan “reciprocal support”. Keduanya menggambarkan konsep timbal balik dalam politik, di mana dukungan yang diberikan pada suatu waktu pantas dibalas dengan dukungan yang setara di waktu lain.

Di antara semua calon, hanya Tabo yang memiliki kedekatan historis dan emosional dengan Prabowo sebagai presiden terpilih. Kedekatan ini akan memudahkan penerjemahan kebijakan nasional Prabowo di Provinsi Papua Pegunungan, memastikan sinergi antara pemerintahan pusat dan daerah.

Papua Pegunungan perlu dipimpin oleh figur yang tepat dan punya ikatan hati dengan pemerintah pusat karena di sanalah terdapat banyak kelompok KKB dan OPM. John Tabo dinilai figur terbaik dan akan menjadi pemersatu antarsuku-suku yang ada dan akan menegakkan Merah-Putih di Pegunungan.

Di sisi lain, kata Herdi, untuk menjaga stabilitas koalisi, partai-partai di KIM perlu terus membangun komunikasi yang efektif, mengelola konflik, dan melakukan manajemen kepentingan. Hal tersebut terutama diperlukan dalam rangka menguatkan ketahanan terhadap tekanan eksternal (resilience to external pressure).

Strategi baru Befa

Selanjutnya, Herdi juga menganalisis bahwa kemungkinan besar Befa Yigibalom akan mengubah strategi politiknya dengan apa yang disebut “running mate switch” yaitu mengganti calon wakil agar lebih kompetitif.

Penggantian calon wakil dalam politik praktis adalah strategi yang biasa digunakan untuk meningkatkan peluang kemenangan, merespons perubahan situasi, atau mengatasi masalah yang muncul. Proses ini melibatkan penilaian menyeluruh dan evaluasi internal.

Strategi baru Befa ini sangat beralasan mengingat Natan Bahabol yang dulunya digadang-gadang akan menjadi wakilnya, dinilai tidak akan menyumbang elektoral secara signifikan karena ketokohannya masih dibawah Ones Pahabol yang menjadi calon wakil John Tabo. Selain itu, penolakan sejumlah kader Gerindra jika Natan menjadi wakil Befa turut menjadi pertimbangan dari perubahan strategi Befa.

Meski Natan merupakan kader Gerindra, tapi resistensi terhadapnya di internal Gerindra sangat kuat jika dia digandeng Befa, bahkan hingga ke level elit. Hal itu akibat persaingan keras di Pilpres kemarin dimana Befa berada di kubu 01 berhadapan dengan John Tabo dan kader Gerindra di kubu 02.

“Kabarnya Befa akan menggandeng Usman Wanimbo, mantan bupati Tolikara dua periode sebagai calon wakil gubernur,” kata Herdi.

Usman merupakan pilihan paling realistis bagi Befa karena basis massanya lebih jelas dan lebih mampu bersaing dengan lawan politik, meski harus meninggalkan Natan Pahabol.

Koalisi besar di Papua Tengah

Sementara itu, untuk Pilkada di Papua Tengah Herdi menganalisis akan ada penyatuan dua kekuatan besar. Willem Wandik dan Natalis Tabuni yang tadinya maju sendiri-sendiri diprediksi akan menyatu dan mendapat dukungan dari mayoritas partai politik.

Willem Wandik sebelumnya menyatakan bergabung dengan Gerindra dan telah mendapat Kartu Tanda Anggota. Dengan menggandeng Calon Wakil Gubernur dari Nasdem Natalis Tabuni, pasangan ini diprediksi akan mendapat dukungan seitidaknya 10 Partai yaitu: Gerindra, Nasdem, PKB, Golkar, Hanura, Demokrat, PKS, Perindo, PSI, dan Garuda.

“Kemungkinan besar, pasangan Willem Wandik – Natalis Tabuni akan menghadapi calon gubernur yang akan diusung PDIP,” ujar Herdi.

Melihat banyaknya partai yang mendukung Wandik dan besarnya kekuatan massa yang dimiliki, Herdi yakin Pilgub di Papua Tengah akan berlangsung tidak seimbang dengan kemenangan mutlak di pihak Wandik.

Papua Selatan dan Papua Induk

Untuk peta politik pemilihan calon gubernur di Papua Selatan, Herdi menyoroti kecerdikan Yusak Yaluwo yang menggandeng kader organik Partai Gerindra Otniel Hindom sebagai calon wakil gubernur.

Koalisi Golkar-Gerindra ini diprediksi akan menghadapi Apolo Safanjo yang merupakan Pj Gubernur Papua Selatan (PDIP dan PKS) dan Romanus Mbara (Nasdem dan PAN).

“Dari ketiga pasangan calon tersebut yang paling kuat masih Yusak Yaluwo-Otniel Hindom,” kata dia.

Untuk Papua Induk, menurut Herdi, ada empat poros yang akan bertanding memberebutkan kursi gubernur. Partai Gerindra diprediksi akan mengusung kader sendiri Yan Permenas Mandenas yang kini menjabat anggota DPR RI berpasangan dengan Yunus Wonda dari Demokrat.

“PAN dan PSI kemungkinan akan turut bergabung dengan pasangan Yan Mandenas- Yunus Wonda,” kata Herdi.  Pasangan ini akan melawan tiga kandidat dari poros lainnya yaitu Paulus Waterpauw, Mathius Fakhiri, dan Benhur Tomi Mano.

Menurut Herdi, secara keseluruhan, para gubernur terpilih nantinya akan memiliki legitimasi politik yang kuat karena dipilih rakyat langsung dan akan memberi corak kepemimpinan yang baru bagi Papua.

“Kita berharap Pilkada berlangsung lancar dan partisipasi politik masyarakat tinggi, apalagi Pilkada kali ini adalah yang pertama sejak Pemekaran Papua menjadi enam provinsi,” [   ]

Back to top button