Veritas

Begitu Kalah Pilpres, Trump Didesak Netanyahu Segera Serang Iran

Jenderal Mark Milley percaya, Trump sebenarnya tidak menginginkan perang. Mengapa Trump terus mendorong untuk dilakukannya serangan rudal terhadap Iran, menurut Milley lebih merupakan tanggapan terhadap berbagai provokasi, termasuk dari pihak Zionis Israel, yakni Netanyahu, menurut The New Yorker.

JERNIH—Terungkap dalam sebuah laporan The New Yorker, Kamis (15/7) lalu, bekas Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pernah mendesak bekas Presiden AS, Donald Trump, untuk melakukan serangan militer terhadap Iran. Laporan itu ditulis Susan B. Glasser dari The New Yorker, yang segera heboh setelah dirilis.

Laporan itu juga mengatakan, Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley, saat itu memperingatkan Trump bahwa serangan tersebut memiliki konsekuensi sangat serius. “Jika Anda melakukan ini, Anda akan mengalami perang,” kata laporan itu.

Hal itu terjadi beberapa bulan setelah Trump kalah dalam pemilihan 2020, pada saat Trump begitu diliputi rasa frustrasi namun penuh keinginan untuk tetap berkuasa. Mark Milley, yang sebelumnya telah memperingatkan bahwa eskalasi Israel-Palestina akan memiliki konsekuensi skala besar, percaya bahwa Trump sebenarnya tidak menginginkan perang. Mengapa Trump terus mendorong untuk dilakukannya serangan rudal terhadap Iran, menurut Milley lebih merupakan tanggapan terhadap berbagai provokasi, termasuk dari pihak Zionis Isarel, Netanyahu, menurut The New Yorker.

“Trump memiliki lingkaran elang (hawkish) Iran di sekelilingnya dan dekat dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang juga mendesak Pemerintah untuk bertindak melawan Iran setelah jelas bahwa Trump kalah dalam pemilihan,” kata laporan itu.

Seperti Netanyahu, menteri luar negeri Trump, Mike Pompeo dan Wakil Presiden Mike Pence juga dilaporkan mendorong tindakan terhadap Iran. Pence mengatakan itu “Karena mereka ja’at.”

Netanyahu dan Trump memiliki hubungan lama saat mereka menjabat, dan sangat sering menyepakati isu-isu seputar Iran.

Pada 3 Januari, setelah liburan Natalnya, Trump mengadakan pertemuan di Oval Office tentang Iran, menanyakan para penasihatnya tentang laporan terbaru soal aktivitas nuklir Teheran. Dia diberitahu bahwa AS tidak mungkin melakukan apa pun secara militer, mengingat biaya dan konsekuensinya.

Presiden akhirnya setuju untuk melepaskan gagasan itu, menurut laporan itu.

Trump mengecam Milley pada Kamis lalu, setelah munculnya tuduhan dalam sebuah buku baru bahwa para pemimpin senior militer sangat prihatin tentang potensi kudeta setelah pemilihan November, dan telah membahas rencana untuk mengundurkan diri.

Menurut kutipan yang diperoleh CNN dari buku “I Alone Can Fix It”, yang ditulis dua jurnalis Washington Post, bahwa Milley dan pemimpin senior militer AS lainnya membahas pengunduran diri jika mereka menerima perintah yang mereka anggap ilegal atau berbahaya.

“Saya tidak pernah mengancam, atau berbicara kepada siapa pun  soal mengkudeta pemerintah kita,” kata Trump dalam sebuah pernyataan. “Jika saya akan melakukan kudeta, itu ingin saya lakukan kepada Jenderal Mark Milley.”

Para pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim, telah secara pribadi mengakui kekhawatiran bahwa Trump mungkin mencoba menarik militer untuk meredam perbedaan pendapat, karena kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan Trump terhadap Undang-Undang Pemberontakan yang saat itu meningkat.

Pengunduran diri yang terencana dan tertib oleh para anggota Kepala Staf Gabungan belum pernah dilaporkan sebelumnya. [The New Yorker/The Jerusalem Post]

Back to top button