Encep Nurjaman Alias Hambali Minta Pengacara Indonesia
![](https://jernih.co/wp-content/uploads/Hambali-3.jpg)
Ia kemudian berargumen bahwa penerjemah untuk bahasa Indonesia harus diganti karena diduga penerjemah tersebut berpihak. “Penerjemah Indonesia telah membuat pernyataan bahwa laki-laki ini semua adalah teroris dan harus dibunuh,” kata Hodes, pengacara Hambali, kepada hakim. “Itu hanya salah satu dari sejumlah alasan lainnya.”
Oleh : John Bechtel
JERNIH—‘Persidangan’ terhadap tiga tersangka teroris asal Asia Tenggara yang telah diterungku selama 18 tahun itu dimulai pada Senin (30/8) lalu. Ketiganya muncul di ruang pengadilan militer di Pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo, Kuba.
Berjenggot, menggunakan masker, dan mengenakan kemeja dan celana hitam atau putih, tiga pria yang dituduh terlibat pemboman dahsyat di Indonesia yang disebut-sebut terkait Al-Qaidah itu duduk bebas di bawah penjagaan ketat. Setelah proses dimulai, seorang hakim militer AS mempertanyakan apakah mereka puas dengan perwakilan hukum mereka.
Encep Nurjaman-– warga negara Indonesia yang lebih dikenal sebagai Hambali, yang dituduh mendalangi Bom Bali 1, menjawab bahwa ia ingin agar seorang pengacara Indonesia ditambahkan ke tim pembelanya.
“Saya ingin diwakili oleh seorang pengacara Indonesia,” kata Hambali kepada Komandan Hayes Larsen, hakim militer, melalui seorang penerjemah.
Bom Bali 1 mengacu pada aksi pemboman sebuah klub malam di Kuta Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang, yang dilakukan oleh kelompok militan Jamaah Islamiyah, yang disebut-sebut sebagai jaringan Al-Qaidah untuk Asia Tenggara.
BenarNews mengikuti persidangan tersebut dari jarak jauh di pangkalan militer AS di dekat Washington, melalui layanan yang disediakan oleh Kantor Komisi Militer AS.
Persidangan dakwaan ini seharusnya dilakukan Februari lalu, tetapi ditunda karena kekhawatiran terkait pandemi COVID-19.
Pada 2017, pemerintahan Donald Trump mengumumkan bahwa mereka berencana untuk mengajukan sidang tuduhan terkait terorisme terhadap Hambali. Dan pada Januari 2021, delapan hari setelah Presiden Joe Biden dilantik sebagai panglima tertinggi, Kantor Komisi Militer mengumumkan bahwa Hambali dan dua warga Malaysia itu akan diadili di depan pengadilan militer.
Dalam catatan The New York Times, kasus terhadap ketiga pria itu adalah yang pertama terjadi di Guantanamo dalam tujuh tahun terakhir. Menurut sejumlah laporan, ketiganya termasuk di antara 39 narapidana yang tersisa di penjara pangkalan Angkatan Laut AS itu. Pada puncak perang AS melawan teror setelah serangan 9/11 yang disebut-sebut dilakukan Al-Qaidah di New York dan Washington, penjara militer itu menahan hampir 800 tersangka teroris dari seluruh dunia.
Lima tahanan lain yang dituduh merencanakan dan membantu serangan di daratan Amerika 20 tahun lalu itu didakwa pada Mei 2012, tetapi kasus mereka masih dalam tahap praperadilan, dengan tanggal persidangan belum dijadwalkan, demikian laporan Associated Press.
Masalah penerjemah
Sidang Senin lalu dimulai dengan awal yang tidak mulus ketika pengacara untuk Hambali dan dua terdakwa lainnya asal Malaysia, Nazir Bin Lep dan Farik Bin Amin mempertanyakan netralitas dan kualitas penerjemah yang disediakan oleh pihak militer Amerika.
Pengacara Hambali, James Hodes, meminta agar persidangan tersebut direkam. “Saya bisa memberikan ponsel saya dan mereka bisa mulai merekam,” ujar Hodes.
Ia kemudian berargumen bahwa penerjemah untuk bahasa Indonesia harus diganti karena diduga penerjemah tersebut berpihak. “Penerjemah Indonesia telah membuat pernyataan bahwa laki-laki ini semua adalah teroris dan harus dibunuh,” kata Hodes kepada hakim. “Itu hanya salah satu dari sejumlah alasan lainnya.”
Sebelumnya, Hodes menyatakan keprihatinannya terhadap seorang penerjemah. Pengacara Christine Funk menyebut kliennya, Farik bin Amin, mengeluhkan kualitas penerjemahan dalam persidangan itu. Funk mengatakan kliennya tidak mahir berbahasa Inggris tetapi “dipaksa untuk mendengarkan dua bahasa,” kata Funk.
Hakim meminta pengacara untuk “merespons secara perlahan sehingga kami bisa mendapatkan interpretasi yang akurat.” “Saya ingin memastikan bahwa terdakwa memahami semua yang terjadi,” kata Larsen.
Dakwaan yang diberikan kepada mereka termasuk konspirasi–jaksa menuduh bahwa terdakwa berkonspirasi dengan pemimpin Al Qaidah, Usamah bin Ladin dan lainnya untuk melakukan serangan teroris di seluruh Asia Tenggara dan di tempat lain. Hambali dikatakan telah bertemu Usamah pada tahun 1996 di Afghanistan.
Hambali ditangkap di Thailand pada Agustus 2003 bersama Mohammad Nazir Lep dan Mohd Farik Bin Amin. Mereka dikirim ke “situs hitam” rahasia yang dioperasikan melalui jaringan penjara internasional CIA, menurut penyelidikan Senat AS, sebelum dipindahkan ke penjara di Teluk Guantanamo pada September 2006.
Hambali yang disebut sebagai “Usamah Asia Tenggara,” menghadapi delapan tuduhan teror terkait dengan bom Bali, sementara dua orang Malaysia tersebut menghadapi sembilan tuduhan. Semua dakwaan terhadap ketiganya tidak berakibat padahukuman mati.
Persidangan pada hari Senin itu diakhiri tanpa adanya dakwaan terhadap ketiganya. [Sumber : BenarNews}