Eric Yuan dan Zoom yang Dalam Tiga Bulan Raup Empat Miliar Dolar
Yuan seorang yang keras kepala. Setidaknya dari fakta bahwa otoritas AS delapam kali menolak permohonan visanya, sebelum mengizinkan calon miliarder itu pindah ke California pada 1997
SILIKON VALLEY— Keseimbangan tampaknya memang merupakan hukum besi dunia (sunatullah), bahkan di kala merajalelanya wabah virus corona seperti saat ini. Sementara banyak pihak mengeluhkan kerugian dan bangkrut, Eric Yuan, pendiri dan CEO aplikasi konferensi video Zoom Technologies Inc., justru tengah merengkuh uang dalam dekapan-dekapan besar.
Zoom kini telah menjadi perusahaan bernilai 35 miliar dolar AS. Sementara kekayaan Yuan sendiri saat ini melonjak 112 persen menjadi 7,57 miliar dolar AS dalam tiga bulan terakhir. Semua ketika seluruh dunia harus berada di rumah masing-masing dikungkung ketakutan akan virus Corona.
Menurut Bloomberg Billionaires Index, bahkan sebelum merebaknya wabah coronavirus yang memaksa orang untuk bekerja dan bersosialisasi dengan cara online, saham Zoom tumbuh secara eksponensial. Hanya satu tahun setelah bergabung dengan klub tiga koma, Yuan telah mengumpulkan kekayaan lebih dari 7,5 miliar dolar AS.
Namun sebagaimana orang Asia, saat Business Insider bertanya seputar kekayaannya, Yuan menolak berkomentar. Melalui juru bicaranya ia hanya mengatakan dirinya sibuk bekerja 18 jam sehari di Zoom. Eric Yuan, bagaimana pun hanya segelintir orang Cina-Amerika yang memimpin perusahaan besar di Silicon Valley.
Data personal Eric Yuan pun harus dikumpulkan dari banyak sumber. Dia lahir di Provinsi Shandong, Cina, menurut The Financial Times. Orang tuanya seorang insinyur pertambangan, menurut penelusuran Forbes. Sementara laporan Bloomberg menyebutkan bahwa Yuan memiliki gelar sarjana dalam matematika terapan dan gelar master dalam bidang Teknik.
Bloomberg juga menulis, Yuan menghabiskan empat tahun bekerja di Jepang setelah lulus tetapi segera terinspirasi untuk pindah ke Lembah Silikon California, untuk bekerja buat sebuah startup internet, segera setelah mendengarkan ceramah Bill Gates tentang gelembung dot-com.
Yuan seorang yang keras kepala. Setidaknya dari fakta bahwa otoritas AS delapam kali menolak permohonan visanya, sebelum mengizinkan calon miliarder itu pindah ke California pada 1997. Itu laporan Fortune. Saat itu, menurut CNBC, Yuan baru berusia 27 tahun. Kepada The Financial Times yang gigih mengoreknya, Yuan mengatakan dirinya memiliki perselisihan dengan pejabat imigrasi yang memproses permohonannya. Yuan, segera bekerja di urusan telekonferensi sejak dia tiba di Amerika Serikat.
Saat pertama kali datang, CNBC menulis bahwa bahasa Inggris Yuan buruk. Namun itu justru memberinya keuntungan untuk bisa focus 100 persen kepada pekerjaan. “Selama beberapa tahun pertama saya hanya menulis kode dan itu pun sudah membuat saya sangat sibuk,” kata Yuan kepada CNBC. Satu-satunya hiburan buatnya saat itu, menurut Forbes Yuan banyak bermain pick-up soccer.
Sebelum mendirikan Zoom, Yuan adalah wakil presiden di perusahaan peralatan telekomunikasi Cisco Systems. Yuan bekerja untuk perusahaan konferensi video lain bernama WebEx yang diakuisisi Cisco pada 2007.
Yuan mendapat ide untuk membuat Zoom manakala dirinya mencoba menemukan cara untuk terhubung dengan pacar jarak jauhnya di Cina. Sebenarnya saat di Cina pun keduanya melakukan long distance relationship (LDR). Jarak antara kota tempat Yuan belajar dengan perguruan tinggi pacarnya dipisahkan perjalanan 10 jam berkereta api. Semacam anak Unpad berpacaran dengan anak UGM, tampaknya.
“Saya hanya bisa melihatnya dua kali setahun, karena butuh lebih dari 10 jam untuk sampai di sana dengan kereta api,” kata Yuan kepada Forbes pada 2017. “Saya masih muda saat itu, 18 atau 19 tahun. Jadi saya pikir itu akan fantastis jika di masa depan ada perangkat di mana saya bisa mengklik tombol, saling melihat dan berbicara satu sama lain.”
Pengalaman itu—menurut Bloomberg, memberi Yuan gagasan untuk memasukkan video ke dalam sistem konferensi berbasis telepon seperti Cisco. Yuan juga ingin membuat sistem konferensi yang lebih ramah pengguna, dan menyenangkan untuk digunakan. Zoom dikenal sebagai aplikasi yang memungkinkan pengguna bisa merasa dan tampak seolah berada di pantai atau di depan Jembatan Golden Gate.
Tentu saja, di dalam Cisco Yuan awalnya berjuang mendapatkan dukungan untuk start-up konferensi videonya. Pada 2011, ia menyampaikan pemaparan di Cisco sebuah sistem konferensi video yang baru dan ramah smartphone. “Sayang, yang ada justru dirinya dipecat,”tulis The Financial Times. Yuan pun meninggalkan Cisco dan berjuang membangun Zoom.
“Cisco lebih fokus pada jejaring sosial, mencoba membuat perusahaan semacam Facebook,” kata Yuan kepada Forbes. “Cisco membuat kesalahan. Tiga tahun setelah saya pergi, mereka menyadari kebenaran kata-kata saya.”
Jangan sangka setelah itu dunia memberinya jalan tol ke kesuksesan yang kini ia nikmati. Yuan tidak bisa meyakinkan investor mana pun untuk mendukung usaha barunya. “Ia pun akhirnya meminjam uang dari teman dan keluarga untuk meluncurkan Zoom,” tulis The Financial Times.
“Mereka pikir pasar sudah sangat ramai, tak ada tempat untuk pemain baru.”
Setelah kembali mengalami ditolak dan terus ditolak hingga dirinya tak lagi mampu menghitungnya, Yuan pun mengubah screensaver-nya menjadi ‘It can’t be done’ and kept working,” kata Santi Subotovsky, seorang investor mitra Zoom di Emergence Capital, kepada CNBC pada 2019.
Istri Yuan sendiri awalnya mempertanyakan keputusannya untuk meninggalkan Cisco. “Saya katakana kepadanya,”Saya tahu ini perjalanan yang panjang dan sangat sulit, tetapi jika saya tidak mencobanya, saya akan menyesalinya,” kata Yuan kepada Forbes.
Selama masa-masa awal Zoom, mantan insinyur terlibat di setiap bagian bisnis– termasuk urusan layanan pelanggan. “Selama tahap awal Zoom, saya secara pribadi mengirim email kepada setiap pelanggan yang membatalkan layanan kami,” kata Yuan dalam sebuah wawancara dengan Thrive Global pada 2017. “Satu pelanggan menjawab catatan saya dan menuduh saya mengirim email yang dibuat secara otomatis, dan mengatakan Zoom perusahaan yang tidak jujur!”
“Saya kembali menulis email, dan mengatakan bahwa email itu memang dari saya, dan itu tidak datang dari salah satu personel pemasaran kami. Dia masih tidak percaya kepada saya, jadi saya menulis kembali dan menawarkan untuk bertemu dengannya. Pertemuan itu itu tidak pernah terjadi, tetapi dia berhenti menuduh Zoom tidak jujur!”
Yuan segera menjadi miliarder setelah penawaran saham perdana atau IPO Zoom dilakukan pada April 2019. IPO Zoom tersebut merupakan salah satu IPO paling sukses tahun ini, membuat The Financial Times menilai perusahaan itu bernilai lebih dari Lyft dan Pinterest. “Harga saham Zoom naik 72 persen pada hari pertama perdagangannya saja,” tulis Forbes.
Forbes menulis, kini perusahaan itu bernilai lebih dari 35 miliar dolar AS dengan 30.000 klien korporat termasuk Samsung, Uber, Walmart, dan Capital One. Bahkan sebelumnya, pada 2018, Glassdoor memilih Yuan sebagai CEO of The Year.
Kini, dibantu menggilanya virus Corona, penggunaan Zoom telah tumbuh 1.900 persen sejak Desember. Semua terjadi karena mayoritas sekolah-sekolah, universitas, dan tempat kerja, telah bergeser melakukan kerja dari rumah (WFH).
Yuan kini berada di peringkat 192 dalam daftar 500 orang terkaya di dunia, sebagaimana versi Bloomberg. Sebelum 2020, ia bahkan tidak ada dalam daftar.
Namun, tidak semuanya harus berjalan mulus. Profil publik Zoom yang meningkat menyebabkan peningkatan pengawasan dari kantor Kejaksaan Agung New York atas praktik privasi datanya. Jaksa Agung Letitia James, Senin lalu mengirim Zoom surat, menanyakan apakah Zoom telah menerapkan protokol keamanan tambahan di tengah lonjakan lalu lintas wabah corona.
‘Public Zoom’ kini makin berurusan dengan para troll yang bergabung, berbagi gambar, grafik, dan kelas online. Orang-orang yang membajak sebuah pertemuan, dalam sebuah fenomena yang disebut “Zoom bom.” Zoom kini memperkenalkan fitur yang memungkinkan host rapat menyaring orang sebelum mengizinkan mereka memasuki pertemuan untuk mengurangi gangguan.
“Zoom sangat memperhatikan privasi, keamanan, dan kepercayaan penggunanya,” kata Zoom dalam pernyataannya. “Selama pandemi COVID-19, kami bekerja sepanjang waktu untuk memastikan bahwa rumah sakit, universitas, sekolah, dan bisnis lainnya di seluruh dunia dapat tetap terhubung dan beroperasi,” kata pihak Zoom, yang CEO-nya memegang motto ‘Kerja Keras dan Tetap Rendah Hati’ itu. [dsy ]