Hoaks Empat Obat Penyembuh COVID-19 Tanpa Perlu ke RS. Apa Saja?
Kecemasan, keinginan berjaga-jaga ditambah sikap waspada membuat hoaks bebas berseliweran di antara naiknya angka penularan COVID-19
JERNIH—Beberapa waktu ini beredar di media adanya obat-obat penyembuh COVID-19 dengan keampuhan 90 persen. Empat di antaranya seperti di bawah ini. Eh, ternyata cuma hoaks belaka.
1. DEXAMETHASONE
Beredar informasi hoaks yang mengklaim Dexamethasone sebagai obat virus corona baru. Klaim tersebut dimuat akun Facebook Koran FB, pada 18 Juni 2020.
Berikut isinya:
“Temukan Deksametason Obat Covid-19, WHO Ucapkan Selamat ke Inggris
Sebuah temuan heboh sekaligus menggembirakan disambut baik oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO terhadap uji klinis awal di Inggris tentang deksametason, kortikosteroid yang diklaim bisa menyelamatkan jiwa pasien kritis penderita Covid-19.
Mengutip situs WHO, Rabu (17/6/2020) obat tersebut dipercaya ampuh mengobati pasien kritis Covid-19 yang menggunakan ventilator atau alat bantu pernafasan. Pengobatan obat ini telah terbukti mengurangi sepertiga kematian pasien dengan alat bantu pernapasan.
Mortalitas pasien berkurang seperlima setelah diberikan deksametason, sebagaimana temuan awal yang dibagikan WHO. Obat ini tidak digunakan untuk pasien dengan gejala penyakit ringan, dan hanya mereka yang bergejala parah.
Ini adalah pengobatan pertama yang menunjukkan pengurangan angka kematian pada pasien Covid-19 yang membutuhkan bantuan alat bantu pernapasan atau ventilator,” ujar Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.
“Ini adalah berita bagus dan saya mengucapkan selamat kepada pemerintah Inggirs, Univeritas Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien Inggris yang telah berkontribusi pada terobosan ilmiah yang menyelamatkan jiwa ini,” sambung Tedros.
Dexamethasone atau deksametason sendiri adalah sejenis obat steroid yang sudah digunakan sejak 1960-an berfungsi mengurangi peradangan dalam berbagai kondisi, termasuk gangguan peradangan dan kanker tertentu.
Obat ini juga telah terdaftar dalam WHO Model List of Essential Medicine atau daftar obat esensial WHO sejak 1977 dalam beragam formulasi, dan saat ini tidak memiliki hak paten, juga tersedia dengan harga terjangkau di berbagai negara besar.
Setelah para peneliti berbagi hasil penelitianya dengan WHO, dan data lengkap selanjutnya. WHO rencananya akan mengkoordinasikan meta-analisis tentang obat ini.
Panduan klinis WHO Juga akan diperbaharui yang berisi bagaimana dan kapan tepatnya obat digunakan untuk pasien Covid-19.”
2. TOCILIZUMAB
Beredar informasi ilmuwan telah menemukan obat penyakit yang dipicu virus corona baru. Diambil dari Liputan6, namanya adalah Tocilizumab.
Kabar tersebut diunggah dalam artikel berjudul “Alhamdulillah,Ilmuan Temukan Obat Baru Untuk Virus C0R0NA, Sembuhkan 90% Meski Kondisi Pasien Kritis” yang dimuat situs goodmothers.raulaz.com, pada 28 Maret 2020.
Berikut isinya:
Beberapa waktu yang lalu ada kabar gembira bahwa ada obat yang digunakan untuk menyembuhkan pasien dari virus corona. Obat tersebut adalah Avigan dari Jepang dan Klorokuin obat Malaria yang selama ini mudah dijumpai di Indonesia.
Meski tidak resmi, namun kedua obat tersebut sudah dijadikan alternatif untuk mengobati pasien virus corona.
Kini ada kabar gembira lagi bahwa ditemukan obat baru diyakini juga bisa digunakan untuk mengobati Covid-19.
Bahkan obat tersebut memiliki rasio besar hingga 90% bisa menyembuhkan dari virus corona. Dilansir Daily Star pada Kamis (26/3/2020), sebuah obat ditemukan untuk melawan virus corona dan bahkan disebut memiliki rasio 90% untuk menyembuhkan.
Hal itu dibuktikan dalam uji coba pertama.
Pasien Covid-19 yang didiagnosis kondisinya parah atau kritis di dua rumah sakit terpisah di Provinsi Anhui, China Timur.
Mereka diberi obat yang disebut tocilizumab bersama secara rutin antara 5-14 Februari. Hasilnya efektif, keduanya bisa disembuhkan dan memberikan perubahan signifikan.
Ini bisa menjadi temuan besar dalam membantu mengatasi pandemi yang belum ditemukan solusinya hingga saat ini.
Tocilizumab atau dikenal dengan Actemra diproduksi oleh perusahaan farmasi Swiss Roche. Biasanya obat ini digunakan untuk mengobati radang sendi.
Lima belas dari 20 pasien yang terlibat dalam percobaan dapat menurunkan asupan oksigen. Dengan 19 pasien dipulangkan rata-rata 13,5 hari setelah perawatan.
Studi ini menyimpulkan “Tocilizumab adalah pengobatan yang efektif pada pasien Covid-19 yang parah yang memberi strategi terapi baru untuk penyakit fatal ini.”
Tocilizumab membantu menurunkan kadar protein interleukin 6 tinggi yang membantu beberapa penyakit peradangan.
Genetech sebuah perusahaan bioteknologi di AS meluncurkan uji coba pada obat ini apakah bisa digunakan di Amerika. “Kami sedang melakukan uji klinis pada Actemra untuk perawatan di rumah sakit dengan Covid-19 sehingga dapat lebih baik sehingga bisa menentukan apakah Actemra potensial dalam memerangi penyakit ini,” katanya.
Di Cina penelitian dengan Actemra masih terus berjalan dan dalam uji klinis sudah diujikan pada 188 pasien dan akan terus berjalan sampai 10 Mei.
Jumat lalu WHO mengumumkan, uji coba global untuk mencari tahu obat-obatan yang potensial untuk digunakan melawan Covid-19.
Aksi tersebut disebut SOLIDARITY untuk menggunakan obat-oabatan yang tersedia yang mungkin bisa mengendalikan virus tersebut.
Jika ini berhasil bukan tidak mungkin kita tak perlu takut lagi dengan wabah penyakit ini, karena bisa diatasi dengan mudah.”
3. OBAT KLORIN DIOKSIDA
Beredar di aplikasi percakapan dan video testimoni Youtube terkait klaim obat klorin dioksida yang bisa menyembuhkan corona. Unggahan tersebut ramai dibagikan terus-menerus.
Salah satunya yang diunggah oleh akun bernama Jatim Times. Akun tersebut mengunggah video berjudul “Viral, Banyak Warga Malang Raya Sembuh dari COVID-19 Pasca Minum Obat Temuan Prof Richard Claproth” pada 2 Februari 2021.
Video tersebut berdurasi 27 menit, 11 detik dan berisi testimoni terkait obat klorin dioksida buatan Prof Dr Richard Claproth bisa menyembuhkan COVID-19.
Selain itu ada juga artikel dari Malangtimes.com berjudul sama dan juga tayang 2 Februari 2021. Dalam artikel tersebut terdapat beberapa testimoni dan klaim bahwa obat sudah melalui uji klinis namun belum diakui BPOM.
Selain itu obat tersebut diklaim bisa menyembuhkan pasien COVID-19 dalam segala level dan telah diuji klinis dan efektif.
4. RESEP KEROYOKAN
Baru-baru ini beredar pesan berantai di media sosial dan layanan pesan WhatsApp mengenai resep obat yang dapat digunakan siapa pun yang menderita infeksi COVID-19. Resep tersebut diklaim sama dengan daftar obat yang digunakan di rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan lainnya untuk menangani pasien COVID-19.
Berikut ini narasi yang beredar:
“Kalau ada yang kena COVID tidak perlu panik dan tidak harus ke RS kalau memang tidak terlalu sesak napas sampai perlu ICU dan ventilator, karena saat ini RS khusus COVID semua penuh. Bisa diobati sendiri, obat di RS untuk pasien COVID seperti ini:
Antibiotik: azitromisin atau zitrotromaks 500 mg diminum 10 hari
Antivirus: fluvir 75
Anti batuk dan keluarin dahak: fluimucil 200mg
Anti radang: Deksametason 0,5
Turun panas: Parasetamol, sanmol
Jangan panik dan stres.
Untuk jaga imun diatas 55 thn
Tetap harus minum multi vitamin C 1000 mg, D 5000 Iu, E 400 Iu.
Zinc (zat besi) dan usahakan energi matahari pagi hari setidaknya 15 menit.
Lianghua sangat bagus untuk membantu meredakan gejala batuk dan sesak napas diminum 3×4 kapsul sehari”
Silahkan dishare ke semua yang membutuhkan semoga dapat membantu dan cepat sembuh.”
Menurut laporan Antara News, pesan berantai tersebut merupakan informasi penipuan yang sudah beredar sejak akhir 2020. Dikutip dari laporan Detik.com berjudul “Viral obat untuk pasien COVID-19, ini pesan dokter paru” pada 29 Desember 2020, dijelaskan bahwa obat bagi bagi penderita COVID-19 tidak bisa dilakukan tanpa resep dokter.
Dokter spesialis paru sekaligus salah satu pengurus harian di jajaran Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI), dr.Erlang Samoedro, SpP(K) menegaskan pemberian obat tersebut, meski pada pasien tanpa gejala (OTG) tetap harus dilakukan dalam pengawasan staf medis. Sederet obat bisa diberikan sesuai kondisi pasien untuk mengurangi hanya mengurangi efek samping penggunaannya.
Mengutip pemberitaan Kompas.com pada 30 Desember 2020 berjudul “[KLARIFIKASI] Resep Obat Diklaim Bisa Dikonsumsi COVID19 Tanpa ke RS”, masyarakat tidak boleh mengonsumsi obat yang beredar di pesan berantai tersebut secara tanpa berkonsultasi dengan tenaga ahli dokter dan tenaga medis terlebih dahulu. [Mata-mata politik]