Juru Bicara Presiden: Pembangunan Ibu Kota Baru Terus Berlanjut
Bhima menduga pemerintah memiliki agenda politik yang dipaksakan di balik kelanjutan megaproyek ini. “Pola pemerintahan saat ini cenderung mengabaikan partisipasi publik dalam pembuatan regulasi. Jika RUU IKN sudah masuk Prolegnas, maka jangan kaget bila pembahasannya bisa sekilat revisi UU Cipta Kerja, UU Minerba atau UU KPK.”
JERNIH–Kelanjutan megaproyek pembangunan ibu kota baru senilai Rp466 triliun bakal segera ditandai dengan perletakan batu pertama istana presiden baru di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur oleh Presiden Jokowi pada tahun ini. Hal tersebut dinyatakan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Fadjroel Rachman.
“Kami mendapat informasi dari Menteri Bappenas. Beliau dalam rapat bersama Presiden mengatakan, tahun ini direncanakan perletakan batu pertama Istana Presiden di Ibu Kota Negara kita di Sepaku, Penajam, Kalimantan Timur,” kata Fadjroel, dalam sesi tanya jawab virtual.
Fadjroel tidak menyebut dengan pasti kapan konstruksi istana itu akan dimulai. Dia hanya mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah menunggu penyelesaian regulasi yang menjadi penentu dimulainya pembangunan ibu kota.
“Sekarang pendekatannya berada pada tiga persoalan, yaitu penyelesaian regulasi terkait IKN (ibu kota negara) baru; RUU IKN akan diselesaikan bersama DPR. Kedua, terkait tata ruang, ketiga Keputusan Presiden,” kata Fadjroel.
Mei 2020, Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengumumkan penundaan pembangunan ibu kota baru dan mengalihkan fokus pemerintah ke penanganan pandemi COVID-19.
Kendati ditunda, Suharso mengatakan pemerintah akan tetap meneruskan rencana pemindahan ibu kota dengan melakukan agenda-agenda yang berkenaan dengan perencanaan.
Adapun tiga rencana besar yang dilakukan pemerintah sepanjang 2020 antara lain penyusunan dan penyelesaian rencana induk, penyusunan kajian lingkungan hidup strategis, serta penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
Pada 2021, pemerintah menetapkan perencanaan pemulihan ekosistem, pengadaan lahan dan prasarana, serta perencanaan teknis dan studi kelayakan detail engineering design, kata Suharso, Selasa (2/3) lalu.
Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) telah masuk daftar DPR RI pada Januari 2021 sebagai satu dari 33 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas untuk dibahas pada tahun ini.
Dipertanyakan dalam hubungan pandemi
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan munculnya rencana untuk melanjutkan pemindahan ibu kota membuktikan bahwa pemerintah tidak memiliki komitmen yang kuat dalam menangani pandemi.
“Semua negara sekarang sedang fokus pada penanganan pandemi, apalagi ada varian virus baru. Kemudian banyak negara yang berpikir mengalokasikan anggaran untuk riset terkait vaksinasi, karena stok vaksin berebut. Tapi pemerintah malah muncul dengan fokus lain,” kata Bhima melalui sambungan telepon dengan BenarNews, Jumat (5/3).
Menurut Bhima, tidak adanya komitmen itu juga didukung melalui alokasi anggaran infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 yang lebih tinggi ketimbang belanja kesehatan dan perlindungan sosial.
“Ini sebenarnya sudah bisa ditebak, karena postur anggaran infrastruktur pemerintah meningkat signifikan. Di 2021, ada Rp414 triliun untuk infrastruktur. Jadi kuat dugaan memang anggaran infrastruktur yang jumbo ini disiapkan untuk melanjutkan pembangunan ibu kota baru,” kata Bhima.
Adapun anggaran yang diberikan untuk Kementerian Kesehatan pada 2021 sebesar Rp254 triliun.
Bhima menduga pemerintah memiliki agenda politik yang dipaksakan di balik kelanjutan megaproyek ini. “Pola pemerintahan saat ini cenderung mengabaikan partisipasi publik dalam pembuatan regulasi. Jika RUU IKN sudah masuk Prolegnas, maka jangan kaget bila pembahasannya bisa sekilat revisi UU Cipta Kerja, UU Minerba atau UU KPK.”
Mardani Ali Sera, anggota Komisi II DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), meminta pemerintah untuk menerapkan strategi yang tepat di tengah situasi pandemi yang belum terkendali.
“Lupakan berbagai hal yang tidak penting untuk lima tahun ke depan. Secara filosofis, pemerintah dipilih secara demokratis, salah satu tujuannya sebagai menjadi pemecah masalah,” kata Mardani.
“COVID-19 menyadarkan kita bahwa bangunan fisik bukan investasi yang menguntungkan. Orang-orang sudah terbiasa berkegiatan online, ke depan harus memperhatikan aspek fleksibilitas. Pembangunan manusia lebih penting, apalah artinya ibu kota baru yang hebat tapi masyarakatnya rentan,” ujarnya.
Undang investasi
Dalam konferensi pers virtual Bappenas bulan lalu, Suharso mengatakan pembangunan ibu kota baru bisa menjadi salah satu pilihan untuk mendorong investasi masuk ke dalam negeri. Pembangunan IKN dinilai juga bakal memberi dampak positif pada penyerapan tenaga kerja sekitar 1,2 hingga 1,3 juta orang baik di Kalimantan Timur maupun lokasi sekitarnya.
“Mengapa tidak? Tapi tentu dengan syarat pertama pandemi sudah bisa kita kendalikan,” katanya.
Pihaknya mengatakan program vaksinasi yang telah dimulai sejak sebulan terakhir menjadi salah satu cara pemerintah dalam menciptakan kekebalan komunitas (herd immunity) dalam rangka menekan angka penularan COVID-19.
“Pemerintah optimistis hal itu bisa tercapai apabila herd immunity tercapai pada bulan September 2021,” ujarnya.
Tahap pertama pembangunan ibu kota baru bakal diprioritaskan untuk konstruksi perumahan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan beberapa bangunan pemerintah. Besaran anggaran yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp80 triliun.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan kementerian akan mengundang pihak swasta berinvestasi di IKN untuk mendukung pembiayaan tersebut.
Selain itu, Rudy juga menyebut pembangunan IKN berpeluang dibiayai menggunakan dana dari Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sehingga tidak memberi beban berlebih kepada APBN. “Tentunya nanti kita lihat mekanismenya dan kegiatan tepatnya seperti apa. Itu bisa didalami lebih lanjut,” kata Rudy dalam kesempatan yang sama dengan Suharso.
Pada rencana awal, pemerintah merencanakan pembiayaan proyek ibu kota baru dengan skema kerja sama pemerintah-badan usaha (KPBU) akan menyumbang Rp265,2 triliun (54,6 persen), APBN Rp93,5 triliun (19,2 persen) dan swasta Rp127,3 triliun (26,2 persen).
Bhima dari INDEF meragukan rencana pemerintah dalam mengundang investasi baik dari dalam maupun luar negeri dalam pembangunan ibu kota baru, pasalnya fasilitas yang akan dibangun tidak memiliki daya komersial yang menarik.
“Yang dibangun adalah fasilitas untuk pemerintah, bukan fasilitas komersial. Apakah ini akan menarik investasi? Karena investor pasti mengejar tingkat pengembalian yang tinggi dan aman,” kata Bhima.
Tahun lalu, pemerintah menunjuk tiga tokoh politik dan bisnis dunia sebagai Dewan Penasihat Pembangunan Ibu Kota Negara. Ketiganya adalah Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed (MbZ) dan Kepala Eksekutif SoftBank Jepang Masayoshi Son.
Jokowi mengatakan penunjukan ketiga sosok ini untuk membangun kepercayaan internasional sehingga investor mau menanamkan modalnya di proyek ini.
Pada pertengahan Februari, Jokowi melantik dewan direksi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang juga dikenal dengan nama Indonesia Investment Authority (INA). Lembaga tersebut ditargetkan bisa menjaring dana hingga sebesar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp280 triliun selama satu hingga dua tahun ke depan.
Untuk menarik dana sebesar itu, LPI bakal menawarkan sejumlah aset dan proyek investasi dengan nilai berkisar 5 miliar dolar AS sampai 6 miliar dolar AS (Rp70-84 triliun). [BenarNews]