Mendadak John Herdman

Bursa calon pelatih timnas senior PSSI semakin bertambah. Kali ini ada nama John Herdman yang di luar dugaan. Sebagus apa track record-nya?
WWW.JERNIH.CO – Tebakan para pecinta sepak bola nasional pada sosok pelatih Timnas PSSI sepertinya banyak yang meleset. Mendadak kali ini ada nama John Herdman.
Setelah bergejolak sepanjang setahun pada 2025, dan berakhirnya era Patrick Kluivert, PSSI secara mengejutkan membidik sosok “spesialis kebangkitan” asal Inggris, John Herdman.
Banyak media bilang figure Herdman bukan sekadar pelatih biasa; ia adalah seorang visioner yang memiliki catatan unik sebagai satu-satunya pelatih di dunia yang mampu meloloskan tim nasional putra dan putri ke putaran final Piala Dunia.
Berbeda dengan pelatih elite pada umumnya, Herdman tidak berangkat dari karier pemain bintang. Ia adalah produk murni dari jalur akademis dan kepelatihan teknis yang ditempa di akademi Sunderland. Kekuatan utamanya bukan pada nama besar masa lalu, melainkan pada kemampuannya membangun fondasi sepak bola sebuah negara dari titik nol hingga mencapai panggung dunia.
Perjalanan Herdman dimulai saat ia memimpin timnas putri Selandia Baru (2006–2011), namun namanya benar-benar meledak ketika ia merantau ke Kanada. Di sana, ia melakukan sesuatu yang dianggap mustahil. Ia membawa timnas putri Kanada meraih dua medali perunggu Olimpiade secara beruntun sebelum akhirnya melakukan lompatan berani ke timnas putra pada 2018.
Saat itu, timnas putra Kanada berada di titik nadir, terbenam di peringkat bawah FIFA dan sering menjadi bulan-bulanan di zona CONCACAF. Namun, di bawah tangan dingin Herdman, Kanada bertransformasi menjadi kekuatan menakutkan.
Singkat kata, ia sukses mengakhiri penantian 36 tahun Kanada untuk tampil di Piala Dunia 2022 Qatar dengan status juara kualifikasi, mengungguli raksasa seperti Amerika Serikat dan Meksiko. Inilah yang membuat PSSI terpikat: Herdman tahu cara mengubah tim “underdog” menjadi pemenang.
Secara teknis, pemilihan Herdman dianggap sangat strategis bagi Indonesia. Ia dikenal sangat fleksibel dengan formasi 3-4-3 atau 3-4-2-1 yang dinamis. Taktik ini sangat selaras dengan komposisi pemain Indonesia saat ini yang dihuni oleh bek-bek sayap (wing-back) eksplosif dan bek tengah yang tangguh dalam penguasaan bola.
Jika dibandingkan dengan kandidat lain seperti Giovanni van Bronckhorst, Herdman memiliki keunggulan dalam hal adaptasi federasi. Sementara Van Bronckhorst lebih unggul dalam pengalaman liga top Eropa seperti di Rangers atau Feyenoord dengan gaya Positional Play, Herdman adalah “Spesialis Tim Nasional”.
Ia lebih memahami bagaimana membangun budaya tim di tengah keterbatasan waktu pemusatan latihan, sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia yang kini diperkuat banyak pemain diaspora.

Mengapa Herdman melirik Indonesia? Kabar terbaru menyebutkan bahwa Herdman merasa tantangan di Toronto FC (MLS) sudah cukup dan ia merindukan atmosfer kompetisi internasional. Ia melihat Indonesia bukan sebagai tim kecil, melainkan sebagai “raksasa tidur” dengan infrastruktur yang semakin modern dan dukungan suporter yang masif.
Bagi Herdman, membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia akan menjadi mahkota tertinggi dalam kariernya setelah sukses di Amerika Utara.
PSSI sendiri melihat Herdman sebagai motivator ulung. Kemampuannya memberikan pidato ruang ganti yang membakar semangat diyakini bisa menjadi aspek psikologis penting bagi mentalitas pemain Indonesia saat menghadapi tim-tim besar Asia.
Rencana perekrutan ini memicu reaksi beragam dari media internasional. ESPN menyoroti langkah agresif PSSI ini sebagai upaya serius untuk menebus kegagalan di kualifikasi sebelumnya. Mereka menyebut Indonesia sedang melakukan investasi besar pada sosok yang mengerti cara memenangkan kualifikasi yang melelahkan.
Namun, media Amerika Utara juga mengingatkan sisi lain dari Herdman: karakternya yang meledak-ledak. Ia pernah terlibat adu mulut hebat dengan pelatih Kroasia di Piala Dunia 2022 karena komentar beraninya. Karakter “berani mati” ini dianggap sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, ia akan melindungi pemainnya habis-habisan, namun di sisi lain, ia bisa menjadi magnet kontroversi bagi media lokal.
Benarkah PSSI butuh sosok macam ini?(*)
BACA JUGA: PSSI dan Reformasi Setengah Hati, Ketika Kenyamanan Dipertahankan






