OikosVeritas

Padi Unggul Gerpis, Solusi Kesejahteraan Petani dan Ketahanan Pangan Negeri

Teknik Hazton dan kemudian digabungkan dengan Salibu akan memperpendek masa tanam dan mengurangi biaya produksi karena tidak memerlukan benih lagi dan tanpa tandur.

JERNIH – Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) menawarkan padi unggul perkawinan padi kabuyutan dengan hasil penelitian teknik tanam Hazton dan Salibu. Padi unggul ini dapat meningkatkan produksi dan efektivitas sistem tanam, membantu ketahanan pangan serta peningkatan pendapatan petani.

Padi Gerpis merupakan inovasi dari pengalaman dan ketelitian Pokja Agraria Gerpis untuk menghasilkan padi unggul yang dikolaborasikan dengan teknik tanam Hazton. Teknik ini mengunakan benih tua dengan tanam benih 20-30 benih per tegel. Penemunya adalah Hazairin dan Anton (Hazton) dengan praktek tanam petani di Ciomas-Banten.

Teknik ini dipadukan dengan teknik tanam Salibu yakni tanpa tandur. “Hasilnya, dapat meningkatkan produksi dan efektivitas sistem tanam untuk ketahanan pangan negeri dan peningkatan pendapatan petani,” ujar Ketua Gerpis Andri Perkasa Kantraprawira, kepada Jernih.co, di Bandung, Kamis (18/11/2021)

Teknik Hazton dan kemudian digabungkan dengan Salibu akan memperpendek masa tanam dan mengurangi biaya produksi karena tidak memerlukan benih lagi dan tanpa tandur. Dengan sistem irigasi yang baik seperti di Ciherang setahun bisa 4-5 kali panen. “Berarti produktivitasnya tinggi. Salibu biasanya untuk 3 kali panen, panen keempat harus benih awal lagi,” timpalnya.

Ketua Gerpis Andri Perkasa Kantraprawira bersama Dirut PT Agro Jabar Kurnia Fajar (keduanya berjongkok) tengah menghitung jumlah malai padi satu rumpun. Biasanya malai padi biasa memiliki 28 rumpun sementara Padi Gerpis lebih dari 60 rumpun.

Ia juga menambahkan, Padi Gerpis sangat ramah lingkungan. Dalam pemupukannya menggunakan jerami dengan tambahan mikroorganisme sehingga merupakan bauran dari kimia dan organik. “Alhamdulillah pada hamparan sawah Gerpis, ekosistem mulai hidup lagi. Burung kuntul sudah datang lagi. Artinya tutut, belut, kodok dan lain-lain berkembang normal,” kata pria yang lahir di Bandung, 3 September 1968 itu.

Gerpis memiliki laboratorium tani di Ciherang seluas 13,5 Ha, cukup untuk melakukan banyak inovasi. Di lahan ini, sedang ditanam Padi Gerpis 01setara pandawangi, Gerpis 02 setara Ciherang, Ketan Galuh dan padi super premium padi Gembar.

Sistem pasca-panen juga diintegrasikan dengan sistem mina padi, belut, tutut, dan sebagainya. Sehingga bisa menjadi contoh budidaya pertanian yang mendapatkan hasil maksimal dari lahan yg kita kelola. “Dan sekarang mulai ditiru petani satu hamparan. Di hamparan ini saja ada lebih dari 100 Ha sawah, walau rata rata pemilik lokalnya hanya memiliki lahan yang tidak luas,” jelasnya lagi.

Gerpis lanjutnya, juga mempunyai jejaring yang luas di Pulau Jawa dan Sumatera untuk mentransformasikan hasil percobaan ini. Dimulai dari benih berasal dari jejaring Gerpis yang rata rata inohong dan petani dengan lahan memadai. “Kita menggunakan sistem cooperative farming berdasarkan jejaring. Kita perlu mengajarkan metode ini kepada para petani,” imbuhnya. [*]

Back to top button