Veritas

Perlu Dana Mobilisasi, Pada September Rusia Kuras Devisi 458 Miliar Rubel

Departemen Luar Negeri AS pada akhir Oktober mengatakan, pemerintah Amerika telah mengeluarkan sekitar 1.500 daftar sanksi baru dan 750 yang diubah sejak Presiden Vladimir V. Putin memulai perang. Selain itu, sudah 37 negara bergabung dengan koalisi sanksi. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Rusia akan berkontraksi 4,5 persen tahun ini, sementara IMF memproyeksikan kontraksi 3,4 persen. Resesi diperkirakan akan berlanjut tahun depan akibat terjadinya penurunan tajam dalam impor dan pendapatan riil.

JERNIH– Kepala Bank Sentral Rusia, Elvira Nabiullina, mengatakan selama September lalu Rusia harus menguras 458 miliar rubel cadangan devisa mereka untuk keperluan mobilisasi parsial yang diperlukan guna melanjutkan perang di Ukraina. Melonjaknya arus dana keluar Rusia tersebut menurutnya berkaitan dengan meningkatnya kecemasan karena tingginya ketegangan geopolitik.

“Pertumbuhan ketegangan geopolitik selama satu setengah bulan terakhir ini telah meningkatkan kecemasan di masyarakat, dan ini tidak bisa tidak mempengaruhi perilaku keuangan orang-orang,”kata Nabiullina, sebagaimana dikutip kantor berita resmi Rusia, Interfax.

Nabiulllina berharap, dengan penarikan tunai yang disebutnya telah mendekati norma musiman saat ini, orang-orang akan segera “mengembalikan dana ke bank” dan membuat situasi menjadi “lebih dapat dipahami”.

Sementara berkenaan dengan kondisi perekonomian Rusia saat ini, Prof. Edward Wong yang telah 22 tahun menjadi koresponden diplomatik untuk The New York Times, menulis di kolom surat kabar terkemuka tersebut bahwa  sanksi Barat telah memukul sedikitnya lima sisi penting Rusia. Kelima sisi tersebut, menurut Wong, adalah keuangan, perdagangan, teknologi, energi dan kaum elit negara itu.

Wong mengakui, meski ekonomi Rusia cukup terpukul, pada sisi energi negara itu masih bertahan kuat dengan dampak sanksi yang tidak separah harapan para pejabat Barat. “Tulang punggung ekonomi Rusia—ekspor minyak dan gas—sebagian besar tetap utuh. Harga minyak global melonjak setelah perang dimulai, dan Rusia berada di jalur untuk mendapatkan lebih banyak tahun ini dari penjualan minyak daripada tahun 2021, meskipun ada boikot oleh Amerika Serikat dan beberapa sekutu. Cina dan India termasuk negara yang meningkatkan impornya,”tulis Wong.

Namun, ia mencatat ekonomi Rusia dapat lebih menderita di bulan-bulan mendatang, karena embargo sebagian Eropa terhadap minyak Rusia yang akan berlaku pada bulan Desember, selain kontrol ekspor pada beberapa teknologi penting.

Yang terhempas sanksi terutama adalah para elit Rusia, yang dikucilkan dari peradaban barat. Pemerintahan Biden telah menjatuhkan sanksi pada ratusan pejabat pemerintah Rusia, eksekutif dan oligarki, bersama dengan banyak anggota keluarga mereka. Mereka yang dikenai sanksi pribadi tersebut antara lain Putin sendiri; Menteri Luar Negeri Sergey V. Lavrov; Menteri Pertahanan Sergei K. Shoigu dan Kepala Staf Umum, Valery Gerasimov. Termasuk yang terkena sanksi juga 450 anggota majelis rendah Parlemen Rusia dan 170 anggota majelis tinggi; Herman Gref, kepala eksekutif Sberbank, bank terbesar Rusia, Alisher Usmanov, salah satu orang terkaya di dunia; serta pacar Putin, Alina Kabaeva.

Tidak hanya terkena sanksi AS, mereka juga terkena sanksi paralel yang dijatuhkan negara-negara besar Eropa seperti Inggris, Prancis dan Jerman.

Departemen Luar Negeri AS pada akhir Oktober mengatakan, pemerintah Amerika telah mengeluarkan sekitar 1.500 daftar sanksi baru dan 750 yang diubah sejak Presiden Vladimir V. Putin memulai perang. Selain itu, sudah 37 negara bergabung dengan koalisi sanksi. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Rusia akan berkontraksi 4,5 persen tahun ini, sementara IMF memproyeksikan kontraksi 3,4 persen. Resesi diperkirakan akan berlanjut tahun depan akibat terjadinya penurunan tajam dalam impor dan pendapatan riil.

Sebelumnya, pada2021, Rusia memiliki ekonomi 1,77 triliun dollar AS, terbesar ke-11 di dunia. [Interfax/The New York Times]

Back to top button