Mulai pekan kedua bertugas, setiap akhir pekan Yuddy mengunjungi satu persatu rumah para diplomat dan seluruh lokal staf KBRI agar lebih memahami keadaan dan kondisi mereka sehari-hari. Wajar bila sederet prestasi besar pun ia raih selama 4,5 tahun bertugas
JERNIH— Hanya perlu waktu empat tahun enam bulan bagi Duta Besar Yuddy Chrisnandi untuk mencapai sekian banyak prestasi besar dalam hubungan Indonesia-Ukraina. Di antaranya, dalam bidang ekonomi berhasil melobi Ukraina untuk menunda undang-undang pelarangan hasil sawit Indonesia ke negara tersebut, di tengah hiruk-pikuk dan trend penolakan hasil sawit Indonesia di negara-negara Eropa.
Upaya keras Yuddy dan para diplomat Indonesia di Kiev selama ini juga sukses melipatduakan neraca perdagangan kedua negara. “Jika empat tahun lalu hanya 600 juta dolar AS, angkanya tahun ini menjadi 1,2 miliar dolar AS,” kata staf Dubes Yuddy, Syafrizal Rambe.
Di bidang sosial-budaya, sebelum Dubes Yuddy mengakhiri tugasnya bulan lalu, Indonesia berhasil membangun miniatur Candi Borobudur di Kiev—Kyiv, menurut orang Ukraina–Botanical Garden, serta Taman Miniatur Indonesia di kota yang sama, yang diyakini berpotensi besar untuk lebih kuat lagi memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat Ukraina.
Sebagai bentuk apresiasi nyata atas upaya keras dan konsisten Dubes Yuddy untuk mempererat hubungan Indonesia-Ukraina di segala bidang, Republik Ukraina mencetak dua perangko baru. Satu bergambarkan Panglima Besar Soedirman, satunya bergambar foto Dubes Yuddy Chrisnandi.
Usai menuntaskan karantina sepulang dari selesainya tugas di Kiev, wartawan Jernih.co Darmawan Sepriyossa berhasil menemui dan mewawancarai tokoh yang selalu tampak bersemangat ini. Berikut petikan wawancara yang sesekali diwarnai letupan kalimat penuh asa tersebut:
Bicara ke masa lalu, saat pertama kali diangkat sebagai dubes, apa yang pertama kali terlintas di benak Anda?
Menjadi duta Besar adalah keinginan saya dan keluarga yang saya sampaikan kepada Presiden Jokowi saat saya di-reshuffle dari posisi Menpan RB di kabinet pada 26 Juni 2016. Presiden menyampaikan kepada saya, akan ada perubahan kabinet dengan masuknya beberapa menteri baru, antara lain saat itu dengan masuknya Jenderal (Purn) Wiranto untuk menempati posisi Menko Polhukam.
Dalam kesempatan tersebut Presiden menyampaikan, sekali pun penataan kabinet dilakukan dan saya sudah tidak lagi di dalamnya, harapan beliau saya tetap dalam pemerintahan. Tidak jauh-jauh dari beliau, dalam posisi pengabdian yang lain. Beliau menanyakan kepada saya bila mungkin ada posisi yang saya minati. Saya menjawab spontan bahwa kalau diberi kesempatan saya berminat untuk menjadi duta besar.
Sehingga saat Presiden memberikan tugas saya sebagai duta besar RI untuk Ukraina merangkap Georgia dan Armenia, saya merasa bersyukur. Saya bertekat akan menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya hingga paripurna.
Apa yang pertama kali Anda lakukan dalam tugas sebagai duta besar di Kyiv ?
Tidak lebih dari satu bulan sejak saya dilantik sebagai duta besar, saya tiba di Kyiv 24 April 2017. Yang pertama saya lakukan adalah melakukan pertemuan dengan seluruh keluarga besar KBRI Kyiv, para staf dan WNI yang menyambut saya pada hari itu di Wisma Duta, di awal musim spring yang cerah saat itu. Saya berkenalan dengan seluruh staf, mendengarkan aneka informasi dari mereka sekaligus mengadakan ramah tamah.
Kebetulan hari pertama saya di Kyiv adalah hari Jumat, karena itu kegiatan pertama saya adalah melaksanakan shalat Jumat sekaligus bersilaturahmi dengan Mufti Ukraina, Syaikh Ahmed Tamim, yang juga menjadi imam besar Masjid Ar-Rahma.
Minggu pertama, hari Senin setelah saya tiba di Kyiv, yang saya lakukan adalah menggelar rapat dengan seluruh staf KBRI yang satu persatu saya undang ke ruangan saya. Itu untuk melakukan dialog dan mengenal apa-apa yang menjadi tugas saya, apa yang menjadi harapan saya dan apa yang menjadi masukan-masukan mereka sebagai tindak lanjut apa yang sudah dilakukan KBRI Kyiv sebelumnya.
Setiap hari saya melakukan dialog dengan satu persatu staf. Itu membuat saya memiliki catatan dan pemahaman yang lebih konstruktif tentang kondisi KBRI, juga tantangan KBRI dan hal-hal apa yang harus dilakukan. Di minggu kedua, saya mengunjungi satu persatu rumah para diplomat dan seluruh lokal staf KBRI. Jadi, setiap hari di akhir pekan saya mengunjungi rumah para staf KBRI agar lebih bisa memahami keadaan dan kondisi mereka sehari-hari.
Di pekan ketiga saya mulai melakukan pertemuan dengan para duta besar ASEAN yang menjadi mitra terdekat dari komunitas diplomatik, lalu dengan duta-duta besar negara-negara Islam sebagai sesama anggota OKI, kemudian merambah berkenalan dengan tokoh-tokoh Ukraina.
Kebijakan dan langkah diplomatik apa yang paling strategis, yang Anda lakukan untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Ukraina?
Tahun pertama saya bertugas adalah menindaklanjuti hal-hal yang belum terselesaikan oleh duta besar sebelumnya. Salah satunya adalah pembangunan Anjungan Indonesia di Taman Grisco Botanical Garden dengan menindaklanjuti tawaran pemerintah Ukraina bagi pembangunannya.
Begitu pula dengan tawaran pembangunan Taman Miniatur Indonesia di tepi Sungai Dnipro. Saya juga sudah punya pekerjaan rumah yang menjadi skala prioritas Kementerian Luar Negeri, yaitu melakukan penggalangan dukungan bagi keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB atau non-permanent member di Security Council PBB, sehingga saya harus bertemu dengan Kepala Negara Ukraina, anggota Parlemen, dengan berbagai macam stake holders-nya. Begitu pula yang saya lakukan dengan Republik Armenia dan Georgia.
Hasilnya ketiga negara akreditasi tersebut menyerahkan secara tertulis dukungan kepada Indonesia. Kemudian prioritas berikutnya yang harus saya lakukan di tahun pertama adalah semaksimal mungkin meloby pemerintah Ukraina agar tidak mensahkan pemberlakukan UU Pelarangan Produk Kepala Sawit dan turunannya.
Ini yang paling berat, namun singkat cerita hal tersebut bisa saya laksanakan dengan baik. Menurut saya inilah salah satu tugas utama yang paling berat selama saya menjabat duta besar yang saya upayakan sebaik-baiknya.
Semua ini sudah saya laporkan dalam buku pertama “Perjalanan Tugas Duta Besar” dan juga kepada Kementerian Luar Negeri. Ini tugas yang tidak mudah. Kami harus meyakinkan pemerintah, Parlemen, dan mendatangi tokoh-tokohnya, sehingga dalam kurun waktu satu tahun sejak saya datang, Rancangan Undang-Undang Pelarangan Kepala Sawit dan Turunannya, ditunda sampai hari ini. Bila Undang-Undang tersebut disahkan, tentu kita akan kehilangan hampir 90 persen devisa kita ke Ukraina yang mayoritas memang berasal dari sawit.
Kendala apa yang menurut Anda terasa paling berat?
Saya tidak melihat ada hal yang dapat dikatakan sebagai kendala dalam menjalankan tugas sebagai duta besar. Itu karena sistem kerja yang terbangun di KBRI Kyiv sudah berjalan dengan baik dan didukung para diplomat yang cukup professional dalam bidang tugasnya masing-masing, selain didukung oleh anggaran yang walaupun belumlah ideal, namun cukup untuk menjalankan semua kegiatan KBRI Kyiv secara proporsional.
Kemudian infrastruktur komunikasi diplomatik di negara tempat saya bertugas juga cukup baik. Ukraina, Armenia dan Georgia cukup komunikatif dan tidak ada hal-hal krusial yang menyulitkan kami untuk berkomunikasi, khususnya dengan Kementerian Luar Negeri di ketiga negara, tersebut dengan para kepala negaranya. Saya juga memiliki hubungan yang cukup baik secara personal, dengan anggota Parlemen dan tokoh-tokoh politik di ketiga negara. Saya tidak melihat adanya satu kendala pun.
Potensi-potensi apa saja yang mendukung pelaksanaan pekerjaan KBRI Kyiv?
Pertama, infrastruktur diplomatik KBRI yang kita miliki, seperti Wisma Duta yang telah kita miliki sendiri, memudahkan kami melaksanakan fungsi-fungsi diplomatik seperti jamuan, perayaan, merayakan acara dan lain-lain. Kita juga memiliki kantor KBRI, sekalipun masih menyewa dan cukup representatif. Sebelumnya di Jalan Otto Smitta, sekarang saya pindahkan ke Jalan Universitetiskaya yang jaraknya kalau berjalan kaki hanya tujuh menit saja dari Wisma Duta, dan itu lebih representatif lagi. Kita bisa menghemat anggaran cukup besar dari pemindahan itu.
Kedua, kita memiliki anggaran yang bisa kami rancang untuk mendukung tugas-tugas diplomatik. Ketiga, para diplomat itu sendiri– yang cukup professional–bisa melaksanakan tugas-tugas yang diberikan duta besar. Keempat, sistem kerja dari struktur birokrasi KBRI pun telah sangat mapan, sehingga itu semua sangat mendukung kerja diplomasi KBRI. Kelima, atmosfer diplomasi di lingkungan negara sahabat ini sangat mendukung dalam menyukseskan program-program yang kita laksanakan.
Ada kesan menyeluruh selama bertugas sebagai duta besar?
Sangat menyenangkan. Ukraina adalah negara yang sangat indah dari sisi alam, seni budaya dan sejarahnya. Negara yang sangat toleran, begitu demokratis, begitu hangat dan menyenangkan. Tidak sulit bagi masyarakat Indonesia untuk mengenal, berkenalan dan dekat dengan masyarakat Ukraina. Budaya kekeluargaannya hampir sama. Hanya bahasanya saja kita mesti banyak belajar (bahasa Rusia). Negeri ini adalah negeri yang sangat indah, negeri yang sangat menyenangkan, negeri yang sangat ramah, negeri yang layak untuk dicintai sebagaimana kita mencintai negeri kita karena keramahtamahan, kebersahabatan masyarakatnya.
Adakah harapan ke depan terkait hubungan bilateral, dan diplomasi Indonesia di dunia internasional?
Saya ingin, pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri, dapat lebih melihat Ukraina sebagai jembatan untuk kepentingan-kepentingan nasional Indonesia dalam meningkatkan devisa melalui aktivitas perdagangan yang lebih intensif. Karena dari Ukraina ini memungkinkan kita masuk ke pasar Eropa dengan mudah, selain ke pasar 15 negara eks Uni Soviet.
Ukraina juga merupakan satu wilayah yang menjadi perebutan geo politik internasional antara kekuatan Barat (AS dan Eropa) dan kekuatan Asia Tengah, yaitu Cina dan Rusia. Negara ini memiliki sejarah yang panjang, memiliki hubungan yang sangat luas dan dalam dengan negara-negara di dunia yang menjadi pemain-pemain perekonomian utama dunia saat ini.
Indonesia harus mampu memanfaatkannya. Hubungan Indonesia dan Ukraina harus terus dijaga dan ditingkatkan melalui berbagai bidang, bisa melalui kerja sama kebudayaan, pariwisata, pendidikan, pertahanan dan militer, teknologi pertanian dan masih banyak lagi yang dapat dikembangkan. Ukraina dapat menjadi mitra strategis dan sangat efektif bagi kepentingan nasional Indonesia.
Potensi yang terbesar yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari Ukraina banyak. Pertama, di bidang teknologi militer. Kedua, di bidang teknologi pertanian. Ketiga, di bidang teknologi informasi.
Bagaimana dengan diplomasi Indonesia di dunia internasional?
Indonesia memiliki banyak sekali peluang untuk tampil di forum internasional. Untuk memimpin issu-issu internasional bagi kepentingan perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia. Indonesia memiliki banyak kesempatan untuk bisa mengarahkan para pemimpin dunia menciptakan tatanan dunia yang lebih damai dan lebih sejahtera.
Indonesia dengan posisinya sebagai negara Muslim terbesar dunia juga memiliki otoritas yang sangat besar untuk diikuti para pemimpin dunia mana pun dalam mensyiarkan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang cinta perdamaian, yang menjauhi kekerasan dan mampu menciptakan perdamaian abadi di dunia.
Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk terbesar nomor empat di dunia setelah Cina, India dan AS, adalah pasar yang sangat potensial bagi semua negara-negara di kawasan manapun untuk dapat menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dan memberi keuntungan yang besar bagi Indonesia dengan menyerap keunggulan-keunggulan negara-negara lain.
Karena itu Indonesia ini harus mampu membuka kerja sama-kerja sama strategis yang terfokus untuk meningkatkan kesejahteraan nasional Indonesia dan mengembangkan kemampuan SDM Indonesia bagi kepentingan nasional di masa yang akan datang.
Di tengah kekosongan kepemimpinan dunia, Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam merespons setiap persoalan internasional untuk menyampaikan pandangan-pandangan yang bisa merekatkan seluruh pemimpin-pemimpin dunia, untuk memberikan manfaat bagi penciptaan perdamaian serta kesejahteraan dunia.
Indonesia dapat menjadi pemimpin OKI, menjadi pemimpin ASEAN yang sebenarnya, serta menjadi pemimpin negara-negara Non Blok. Jadi Indonesia memiliki potensi menjadi pemimpin di tiga komunitas internasional tersebut yang harus terus dimanfaatkan.
Setelah selesai tugas ini, apa yang akan Anda lakukan?
Saat ini saya kembali ke Tanah Air. Tentu saya akan kembali melaksanakan tugas saya sebagai guru besar, mengajar dan bertemu mahasiswa, mengembangkan ilmu pengetahuan, serta merampungkan tulisan saya yang menceritakan pengalaman sebagai duta besar. Saya akan mencoba menulis strategi Indonesia untuk menjadi pemimpin dunia. Tentu saya akan menghabiskan banyak waktu untuk mengajar dan menulis. [ ]