CrispyVeritas

Alih-alih Mengutuk Invasi, Indonesia Justru Aji Mumpung Beli Minyak Rusia

Yang keempat, katakanlah kita bisa membayar, itu pun menunjukkan bahwa positioning Indonesia dalam kemelut dunia akibat invasi Rusia atas Ukraina tersebut adalah pro Rusia. “Poin kedua dan keempat ini akan membuat pernyataan bahwa negara kita non-blok itu jadi absurd. Kita telah mengambil pihak, dan yang kita pilih adalah aggressor,” kata Prof Yuddy.  

JERNIH–Rencana perusahaan minyak nasional, Pertamina, untuk membeli minyak mentah dari Rusia di tengah invasi negara itu terhadap negara tetangagnya, Ukraina, mendapatkan kritik tajam dari Guru Besar Universitas Nasional, Prof Yuddy Chrisnandi.  Prof Yuddy menegaskan, meski mungkin untung dari sisi ekonomi, pada sisi non ekonomi dan menyangkut kredibilitas bangsa, negara akan rugi besar bila hal itu jadi dilakukan.

Prof Yuddy mengatakan, seharusnya Indonesia yang sudah mengambil posisi “mengutuk” Invasi Rusia menyerang Ukraina di Majelis umum PBB konsisten dengan sikap bersimpati pada penderitaan rakyat Ukraina. “Mereka itulah yang menjadi korban serangan Rusia, dan simpati kita dengan konsisten pada sanksi terhadap Rusia hingga negara itu menarik diri dari Ukraina,” kata Prof Yuddy.

Sementara, dengan ketergantungan ekonomi Rusia terhadap minyak dan gas alam yang mereka miliki, Prof Yuddy bisa memastikan bila invasi ke Ukraina terus mereka gulirkan, dana hasil penjualan migas itulah yang akan mereka gunakan untuk membiayainya. “Artinya, secara tak langsung negara pembeli migas Rusia itu yang membantu membelikan mereka peluru, bom dan segala bahan dan mesin perang untuk terus menginvasi,” kata Prof Yuddy.  Bila dilanjutkan, sangat kentara hubungannya antara dana penjualan migas tersebut dengan sekian banyak kematian dan tangis yang merebak di kota-kota Ukraina.

“Lalu bagaimana muka Indonesia akan ditaruh dalam pergaulan di antara bangsa-bangsa beradab, terutama dalam hubungannya dengan Gerakan Non-Blok yang ikut kita bangun?” kata Prof Yuddy.

Sebenarnya, menurut Prof Yuddy, masalah pembelian migas dari Rusia itu pun bisa terlihat konyol di antara bansa-bangsa beradab. Pertama, kata Prof Yuddy,  Indonesia akan terlihat sebagai pihak yang senang mencari kesempatan dalam kesempitan, tanpa peduli dengan nasib yang dialami bangsa lain yang tengah menderita. “Mumpung harganya murah, lalu beli begitu saja,” kata mantan Duta Besar Luar Biasa untuk Ukraina, Armenia dan Georgia tersebut.

Kedua, sekalipun keputusan untuk membeli minyak itu disetujui DPR, misalnya, sampai sekarang tidak ada negara lain yang bersedia mengirimkan barel-barel minyak mentah Rusia itu ke Indonesia, kecuali negara-negara yang memang bersekutu dengan Rusia.

“Masalah ketiga, bahkan sekalipun ada yang bisa mengantarkan barrel crude oil itu dari Rusia ke Indonesia, semua keuangan pemerintah Rusia dan semua BUMN di bawah pemerintahan Rusia saat ini tengah diblokir keuangannya, sehingga tidak mungkin bagi Indonesia bisa melakukan pembayaran kepada Rusia,” kata Prof Yuddy.

Yang keempat, katakanlah kita bisa membayar, itu pun menunjukkan bahwa positioning Indonesia dalam kemelut dunia akibat invasi Rusia atas Ukraina tersebut adalah pro Rusia. “Poin kedua dan keempat ini akan membuat pernyataan bahwa negara kita non-blok itu jadi absurd. Kita telah mengambil pihak, dan yang kita pilih adalah aggressor,” kata Prof Yuddy.  

Sebegaimana diketahui, Senin (28/3) lalu, dalam rapat dengar bersama Komisi VI DPR, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, dengan harga minyak dari Rusia yang murah di tengah rentetan sanksi Barat atas invasi ke Ukraina, terbuka peluang untuk membeli minyak mentah dari Rusia.

“Di saat harga sekarang situasi geopolitik kami melihat ada opportunity untuk membeli dari Rusia dengan harga yang baik. Pak Taufik (Dirut PT KPI) sudah melakukan approach untuk itu,”ujar Nicke, polos. [  ]

Back to top button