Prof Yuddy Chrisnandi: Optimalkan Peran Lemhannas Antisipisasi Konflik Global
Terkait ketahanan pangan, ia mengapresiasi peresmian lima batalyon TNI di Papua terkait dengan tugas-tugas ketahanan teritorial dan ketahanan pangan yang diresmikan Panglima TNI. Ia meyakini ide bagus itu datang dari Presiden terpilih Prabowo Subianto.
JERNIH– Invasi Rusia ke Ukraina maupun konflik Timur Tengah telah memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian negara dan ketahanan global termasuk Indonesia. Guru Besar Universitas Nasional (Unas). Prof. Yuddy Chrisnandi, menilai hal itu antar lain membuat peran Lemhannas sebagai lembaga pengkajian strategis mengenai permasalahan nasional dan internasional guna menjamin keutuhan negara, harus dioptimalkan.
Hal itu disampaikan Prof Yuddy dalam acara diskusi tentang perdamaian dunia di tengah ancaman perang global sekaligus bedah buku “Garuda & Trisula: Hubungan Indonesia-Ukraina (1946-2022)”, karya Yuddy Chrisnandi bersama Safrizal Rambe, di Aula Pikiran Rakyat, Bandung, Kamis (3/10/2024).
Menurut mantan duta besar Indonesia untuk Republik Ukraina, Armenia dan Georgia itu, seluruh bangsa Indonesia dan institusi-institusi negara khususnya Lemhannas harus memiliki kesadaran terhadap lima ketahanan nasional, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan lingkungan dan alam, kekuatan agama dan budaya, lalu kemandirian nasional.
“Salah satu lembaga negara yang terfokus bidang tugasnya pada kajian-kajian ketahanan dan pertahanan nasional adalah Lemhannas,” ujar Dubes Yuddy.
Terkait ketahanan pangan, ia mengapresiasi peresmian lima batalyon TNI di Papua terkait dengan tugas-tugas ketahanan teritorial dan ketahanan pangan yang diresmikan Panglima TNI. Ia meyakini ide bagus itu datang dari Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Hal itu harus diapresiasi, dan harus kita dukung. Jangan hanya di Papua, ada lima batalyon TNI yang diberikan tugas pembinaan teritorial dan ketahanan pangan, tapi di seluruh Indonesia yang memiliki kerawanan pangan,” kata Prof Yuddy.
Lemhannas yang diusulkan Yuddy saat jadi menteri PANRB tahun 2015 agar menjadi lembaga yang langsung dibawah presiden itu diharapkan bisa mengoptimalkan peran dalam mencetak pemimpin yang memiliki kekuatan menjaga ketahanan negara.
“Untuk itu peran Lemhannas adalah memodernisasi kurikulum, karena lingkungan global ini berubah. Tantangan geopolitik itu tidak hanya tantangan di ASEAN; dan perang pun bukan hanya yang konvensional tapi asimetrik. Jadi yang diajarkan tidak bisa hanya itu-itu saja,” kata dia menambahkan.
Pada kesempatan itu, Prof Yuddy juga menyampaikan langkah-langkah dan tindakan yang secara proaktif harus dilakukan Indonesia di dalam politik luar negerinya.
“Pertama, ambil inisiatif sebagai jembatan negosiasi damai. Lakukan jembatan mempertemukan pemimpin Rusia dan pemimpin Ukraina,”ujar Yuddy. Untuk itu ia memuji Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang sudah bertemu dengan pemimpin kedua negara yang sedang berperang, yaitu Presiden Zelenskyy dan Presiden Putin.
“Apa yang tidak mungkin? Indonesia ini teman bagi semua negara. Kita tidak punya beban, serta menganut prinsip-prinsip hukum internasional dan prinsip-prinsip perdamaian, politik luar negeri yang bebas aktif, kita harus bisa melakukan inisiatif negosiasi damai,” kata dia.
Kedua, Indonesia harus melakukan dialog intensif dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Cina, sebagai negara superpower, untuk mendorong kembali inisiatif-inisiatif perdamaian itu.
“Lalu, kita ini anggota G20 negara dengan rangking 16 terbesar dunia di antara 20 negara. Sebanyak 64 persen produk domestik bruto dunia ini ada di G20. Mainkan posisi G20 dan ambil inisiatif!”
Kelima, Indonesia mempunyai daya tawar sebagai pemimpin ASEAN yang menginisiasi Konferensi Asia-Afrika. Indonesia juga menginisiasi Gerakan Non-blok, selain Indonesia pun negara Muslim terbesar dalam Organization of Islamic Conference atau OKI.
daya tawar diplomasi internasional itu harus dipakai untuk membangun solidaritas dan kesadaran dunia bahwa perang itu berbahaya. “Meskipun perangnya di Ukraina, namun akibatnya menyasar Indonesia dan negara-negara lain.”kata dia.
Terakhir, kata Prof Yuddu. memastikan bahwa Indonesia mendukung segala batas-batas teritorial integritas kemerdekaan negara mana pun.
Yuddy juga menyampaikan alasan mengapa Indonesia harus mengambil langkah-langkah dan upaya mendamaikan negara yang bertikai. Pertama, peningkatan harga energi itu sampai 30 persen. Kedua, suplai bahan-bahan pokok distribusi ekonomi terganggu. “Seperti gandum dari Ukraina 30 juta ton yang bisa menghidupi kebutuhan makan di Afrika tidak bisa keluar karena itu dampaknya terjadi kekurangan pangan, dan harganya jadi mahal,” ujar Yuddy.
Ada pula dampak inflasi global, berlanjut pada kehilangan kesempatan-kesempatan ekonomi, kerusakan infrastruktur, dan kehilangan kesempatan untuk berinvestasi.
“Kelima, ini masalah besar kemanusiaan, berkembangnya krisis pengungsi. Lalu keenam yaitu ekonomi drop, pertumbuhan ekonomi pasti turun,” kata dia. Yuddy juga mengkhawatirkan terjadinya instabilitas keamanan dunia yang mengarah pada pecahnya Perang Dunia ke-3. [rls]