Tarif Karantina Fantastis, Sekjen PHRI : Kelihatan Mahal Karena Faktor 10 Hari Itu
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kalau tarif yang dipatok sama sekali tidak menguntungkan secara bisnis.
JERNIH- Bermula dari postingan seorang ibu-ibu yang pulang dari luar negeri mengeluhkan mahalnya tarif hotel karantina, kemudian menyulut kejengkelan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, polemik kini semakin ramai.
Sekarang, giliran wakil rakyat di parlemen angkat bicara yang kemudian ditangkis Ketua BNPB untuk kemudian dilambungkan ke kalangan menteri. Sementara, pihak hotel menepis bahwa tarif terlalu memberatkan.
Para wakil rakyat mengaku, sudah banyak menerima laporan terkait mahalnya tarif hotel karantina. Bahkan mereka menilai, kebijakan yang dibuat pun kerap kali berubah.
Beberapa di antaranya, ada yang menyebut satu keluarga berisi lima orang, kudu menyetorkan dana sebanyak Rp 150 juta guna menjalani karantina. Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, seperti diberitakan Republika, menilai hal ini sudah sangat keterlaluan.
Dia bilang, sudah seharusnya pemerintah menentukan batasan tarif tersebut. Katanya, harus ada yang termurah dan termahal. Sebab ini merupakan imbas dari kebijakan pemerintah. Soalnya, tidak semua WNI dari luar negeri habis liburan.
Ada yang berobat, bekerja, sekolah, dan lain saja. Makanya, karantina sah-sah saja asal pemerintah bisa mengatasi dan mengendalikan tarifnya.
Sementara itu, wakil ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily menilai, memang ada kebingungan di kalangan masyarakat terkait karantina. Sebab beberapa hari terakhir, kebijakan yang dikeluarkan terus berubah-ubah. Soal ini, dia sampaikan dalam rapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Senin (13/12) pekan lalu.
“Jangan sampai ada tuduhan masyarakat bahwa ini bisnisnya BNPB, bekerja sama dengan pemilik hotel. Jangan sampai begitu Pak, ini yang harus ditepis,” Kata Ace.
Dia juga mengungkap ada laporan dari masyarakat, bahwa ada paket karantina di hotel dengan biaya sebesar Rp 24 juta untuk 10 hari. Tentu, dia bilang angka itu memberatkan. Tapi jika ada penjelasan yang transparan, kemungkinan tidak menimbulkan masalah.
Kepala BNPB Letjen Suharyanto, menanggapi pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa kebijakan bukan dibuat pihaknya. Dia bilang, cuma melaksakan keputusan para menteri.
“Jadi ini kami akan angkat ke pimpinan atas. Karena penentuan 10 hari ini berdasarkan keputusan para menteri, kami kasatgas hanya menjalankan saja,” jawab Suharyanto.
Diketahui, Satuan tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Rabu (15/12) mengeluarkan surat edaran nomor 25 tahun 2021 tentang protokol kesehatan perjalanan internasional pada masa pandemi. Di dalamnya, diatur kewajiban karantina bagi WNI atau WNA dari luar negeri.
Ketentuan ini, menggantikan surat edara nomor 23 tahun 2021 yang mewajibkan setiap pelaku perjalanan internasional melaksanakan tes PCR saat kedatangan, karantina 2×10 hari, dan tes PCR ulang di hari ke sembilan.
Sementara WNI yang datang dari 11 negara transmisi varian Omicron, wajib menjalani karantina selama 14 hari. Kecuali, pemegang visa diplomatik dan dinas, pejabat asing dan rombongan kunjungan kenegaraan, serta delegasi negara anggota G-20.
Perhimpunan Hotel Menepis
Merebaknya kabar terkait tarif hotel karantina yang mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kalau tarif yang dipatok sama sekali tidak menguntungkan secara bisnis.
Dia bilang, maksimal tarif karantina mandiri di hotel Rp 7,2 juta bagi kelas bintang dua dan Rp 21 juta di kategori luxury atau mewah. Dan itu, merupakan harga paket 10 hari.
“Kelihatan mahal karena dari faktor 10 hari itu,” katanya, Rabu (22/12).
Dia menyebutkan, selain soal durasi karantina, tarif yang terkesan fantastis itu juga sudah termasuk makan tiga kali sehari, dan laundry untuk lima potong pakaian per hari. Maulana merinci, jika tarif di hotel bintang dua mulai Rp 6,7 juta hingga maksimal Rp 7,2 juta, maka rata-rata perkamar dikenakan ongkos Rp 300 per malam.
Tarif tersebut, juga sudah termasuk transportasi dari bandara ke hotel serta tenaga kesehatan, keamanan juga tes PCR sebanyak dua kali. Jika ditotal, mencapai kisaran Rp 1,3 juta. Begitu juga pada hotel kategori luxury.
“Hotel luxury itu Rp 9 juta per paket untuk kamar saja, kalau dihitung, per malam itu hanya Rp 1 juta. Lengkap semua dengan makan dan laundry itu sekitar Rp 1,6-Rp 1,7 juta (per malam). Jadi tentu harganya di bawah tarif biasa,” katanya.[]