Tidak Ada Obat Ampuh untuk Ekonomi Era Virus Corona
Romer, yang menjabat sebagai kepala ekonom di Bank Dunia dari 2016 hingga 2018, menyerukan dilakukan setidaknya sepuluh juta tes per hari, dan idealnya sebanyak 20 juta atau 30 juta tes.
Oleh : John Cassidy*
Pasar saham membukukan kinerja yang kuat pada Jumat lalu, dengan Dow Jones Industrial Average naik lebih dari tujuh ratus poin. Sekarang (pasar) telah mendapatkan kembali sekitar setengah dari kerugian yang dideritanya antara akhir Februari dan akhir Maret, ketika jumlah kematian akibat virus corona meningkat dan petak besar ekonomi ditutup. Memang, pasar hanya sekitar 18 persen di bawah puncak aktivitasnya sepanjang masa, yakni pada 12 Februari.
Investor bereaksi terhadap beberapa berita menggembirakan tentang kemungkinan pengobatan untuk penderita Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, serta prospek perekonomian yang mungkin segera terbuka kembali. Pada hari Jumat, pemerintah Texas mengumumkan pencabutan beberapa batasan, dan Gubernur Michigan, Gretchen Whitmer, menyatakan harapan bahwa sebagian ekonomi negaranya dapat ‘kembali berputar’ pada awal 1 Mei. Perkembangan ini terjadi sehari setelah Gedung Putih mengeluarkan seperangkat pedoman untuk membuka kembali ekonomi, yang membayangkan proses tiga tahap, dengan bergeraknya negara-negara dari satu tahap ke tahap berikutnya ketika mereka memenuhi berbagai ‘gerbang kriteria’ terkait dengan kondisi di negara tersebut terkait virus, kapasitas pengujian, dan kapasitas pelayanan rumah sakit.
Dalam sepekan terakhir, virus corona merenggut sekitar dua ribu nyawa sehari di Amerika Serikat. Dalam satu periode 24 jam, lebih dari 4.500 orang telah meninggal dunia akibat Covid-19, dan penasihat medis Presiden Trump telah mengakui bahwa setiap pembalikan lockdown, bahkan yang terbatas, akan berisiko. Beberapa wilayah Asia yang tampaknya mampu mengendalikan virus, termasuk Jepang, Hong Kong, dan Singapura, baru-baru ini justru mengalami gelombang infeksi kedua.
Kemungkinan terjadinya hal serupa terjadi di sini, menjelaskan mengapa Trump, dalam konferensi video dengan para gubernur pada Kamis lalu, berkata, “Anda seakan mengharap datangnya tembakan buat Anda sendiri.” “Trump’s the-buck-stops-with-the-states posture is largely designed to shield himself from blame should there be new outbreaks after states reopen or for other problems,”tulis Washington Post, mengutip apparat dan mantan pejabat yang telah terlibat dalam respons krisis.
Meskipun satu bulan lebih telah dilakukan langkah-langkah penyetopan dan upaya untuk menjaga jarak, virus tidak berhenti menyebar, meski tingkat infeksi telah menurun. Di tingkat nasional, berdasarkan angka dari Covid Tracking Project, jumlah kasus meningkat sekitar 4,7 persen, yang turun dari sekitar 7,5 persen sepekan lalu.
Ian Shepherdson, pendiri Pantheon Macroeconomics, juga melihat hal sama terjadi di beberapa negara lain. Dalam sepekan terakhir ini, Jerman, Spanyol dan Italia telah mengumumkan langkah terbatas untuk membuka kembali mal-mal, toko dan bisnis lainnya. Negara-negara itu menunggu sampai tingkat infeksi baru setiap hari turun sedikit di bawah tingkat rata-rata di AS saat ini, kata Shepherdson. Pada pecan depan diprediksi kurs dolar AS mungkin telah menutup celah itu.
Namun, secara absolut, jumlah infeksi baru masih jauh lebih tinggi di Amerika Serikat, karena jumlah keseluruhan kasus sangat besar. Sejauh ini, sebagian besar gubernur, Partai Republik dan Demokrat, telah menolak gagasan untuk mencabut perintah tinggal di rumah. Tetapi biaya ekonomi dari lockdown meningkat — dalam empat minggu terakhir lebih dari 22 juta orang Amerika kehilangan pekerjaan atau cuti, menurut angka yang dirilis hari Kamis. Dan di beberapa negara dimana Demokrat memerintah, pengunjuk rasa konservatif telah melakukan demonstrasi menentang pembatasan. Ada indikasi kuat Trump secara terbuka menghasut mereka.
Pertanyaan besarnya adalah apa yang akan terjadi jika beberapa bisnis mulai dibuka kembali? Shepherdson mengatakan bahwa outlook Amerika Serikat dipersulit oleh pola infeksi yang sangat bervariasi di seluruh wilayah dan negara bagian. “Anda mungkin telah berada dalam kondisi yang lebih baik karena upaya yang telah dilakukan,” kata Shepherdson, “bahayanya adalah, pembukaan membuka peluang Anda dibanjiri ‘para tetangga sebelah’ yang mungkin tak melakukan upaya pencegahan dan perlawanan Covid-19 tak sebaik wilayah Anda.”
Dia mengutip pengalaman Rhode Island, yang terletak di antara dua hot spots – New York dan Boston, di mana jumlah kasus di kedua negara bagian itu masih meningkat sekitar sembilan persen sehari.
Praktis semua orang setuju bahwa pengujian komprehensif akan sangat penting untuk masa depan. Misalnya, dalam “National Coronavirus Response: A Road Map to Reopening,” yang dirilis pada akhir Maret, American Enterprise Institute, sebuah lembaga think tank konservatif yang berpengaruh di Gedung Putih, mengatakan bahwa kita memerlukan “data yang lebih baik untuk mengidentifikasi area dari penyebaran dan tingkat paparan dan kekebalan dalam populasi. “
Selama briefing pemerintah yang dilakukan Kamis lalu tentang pedoman baru pemerintah, Dr. Deborah Birx, koordinator Satuan Tugas Respons Virus Gedung Putih, mengklaim bahwa data yang diperlukan akan tersedia dari tiga sumber berbeda: hasil tes dari orang yang menunjukkan gejala mirip Covid-19 yang serupa ; laporan gejala mirip influenza di seluruh negeri; dan memperluas “pengawasan sentinel”—antara lain menguji orang-orang di daerah berisiko tinggi, seperti komunitas adat, panti jompo, dan “klinik federal dalam kota.” Saat ini, sekitar 125 ribu tes sedang dilakukan setiap hari. Pada akhir April, AS diprediksi sudah melakukan lebih dari lima juta tes secara total, sebagaimana dikatakan Wakil Presiden Mike Pence pada briefing Kamis lalu.
Tetapi banyak gubernur, ahli medis, pemimpin bisnis, dan ekonom sangat skeptis tentang tingkat pengujian, yang sebagian besar masih terbatas pada orang-orang yang sudah menampakkan perkembangan gejala. Kunci untuk menekan laju infeksi adalah menemukan dan mengisolasi pembawa asimptomatik dan kemudian melakukan pelacakan kontak.
“Kenyataannya adalah, kita bahkan tidak menguji pekerja layanan kesehatan,” kata Paul Romer, seorang ekonom pemenang Nobel yang juga seorang profesor di Universitas New York. “Kita perlu menguji mereka semua secara teratur, dan banyak kalangan lainnya juga. Penasihat medis Trump terjebak dan menutup mata. Mereka tidak mencoba mundur sedikit untuk bisa melaihat gambaran besar persoalannya.”
Dalam pandangan Romer, hal ini melibatkan pembuatan strategi kesehatan masyarakat yang dapat dipertahankan selama satu atau 18 bulan ke depan, sampai vaksin bisa dikembangkan. Satu-satunya pilihan yang tersedia, katanya, adalah penghentian yang berkelanjutan atau perluasan besar-besaran pengujian untuk menemukan dan mengisolasi pembawa asimptomatik, sebelum mereka menyebarkan penyakit.
Romer, yang menjabat sebagai kepala ekonom di Bank Dunia dari 2016 hingga 2018, menyerukan setidaknya sepuluh juta tes per hari, dan idealnya sebanyak 20 juta atau 30 juta tes.
Tanpa adanya pengujian berskala besar, prospek yang ada suram, katanya. “Segera setelah kita hentikan lockdown, kita akan segera kembali ke pertumbuhan paparan penyakit secara eksponensial. Itu bahkan tidak akan banyak membantu jika kita turun ke tingkat infeksi yang sangat rendah di saat pertama kali, karena pertumbuhan eksponensial sangat cepat sehingga Anda segera kembali ke sana dengan sangat cepat.”
Mengingat batas kapasitas pengujian dan penolakan pemerintahan Trump untuk menjadi yang pertama di bidang ini, Romer menyarankan bahwa hasil yang paling mungkin adalah serangkaian pembukaan kembali dan penutupan baru, karena tingkat infeksi meningkat. “Dari perspektif ekonomi, itu hampir sama buruknya dengan penutupan permanen,” katanya. “Tidak ada yang akan berinvestasi. Tidak ada yang akan membuka kembali restoran.”
Tidak semua orang setuju dengan analisis itu, tentu saja. Tetapi ada kesepakatan umum di antara para ekonom bahwa bahkan di bawah skenario optimis–di mana tingkat infeksi tidak segera pulih, memulihkan ekonomi kembali sehat akan menjadi tugas yang panjang dan sulit. “Tidak ada vaksin atau terobosan pengobatan, pembukaan kembali akan dilakukan secara bertahap,”tulis para ekonom di Goldman Sachs pekan ini.
“Beberapa negara lain telah mengambil langkah menuju pembukaan kembali. Kami melihat tiga pelajaran dari pengalaman mereka. Pertama, jadwal pembukaan kembali secara awal sering terbukti terlalu optimistis. Kedua, bahkan negara-negara di garis depan pembukaan kembali memiliki rencana bertahap dan konservatif. Ketiga, pemulihan lebih mudah dan lebih cepat di bidang manufaktur dan konstruksi daripada di layanan konsumen. ”
Ekonomi Amerika saat ini sebagian besar adalah ekonomi jasa. Industri layanan swasta, seperti ritel, keuangan, penginapan, hiburan, dan restoran, menyumbang hampir 70 persen dari produk domestik bruto. Bahkan jika beberapa restoran benar-benar menentang prediksi Romer dan dibuka kembali, mereka harus memenuhi persyaratan jarak sosial, yang akan mengurangi kapasitas mereka.
Hal yang sama berlaku untuk maskapai penerbangan, hotel, pusat kebugaran, dan banyak bisnis lainnya. “Tidak ada besaran dana stimulus yang bisa mengubah realitas itu,” kata Shepherdson. Dia memperkirakan bahwa GDP akan anjlok pada tingkat tahunan 30 persen pada kuartal April-Juni, sebelum sedikit rebound–tetapi tidak sepenuhnya, pada paruh kedua tahun ini. Untuk tahun 2020 secara keseluruhan, Goldman Sachs memperkirakan bahwa GDP akan turun lebih dari lima persen. Itu akan menjadi kejatuhan terbesar sejak Perang Dunia Kedua.
Untuk saat ini, pasar saham fokus pada sisi positifnya. Shepherdson mengatakan bahwa investor institusional, yang kinerjanya sering diukur terhadap pasar, tidak dapat melewatkan rebound, dan mereka menaruh kepercayaan besar pada Federal Reserve Bank. “Jika Anda keluar dari pasar sekarang, Anda berjuang melawan momentum, Anda melawan stimulus, dan Anda melawan The Fed,” katanya.
“Satu-satunya hal yang bisa Anda lakukan untuk diri sendiri adalah kebenaran ini: pemulihan akan sangat lambat, dan di depan, mungkin saja virus pun mengalami pengambuhan. ” [The New Yorker]
*John Cassidy adalah kolumnis The New Yorker sejak 1995. Dia menulis kolom tentang politik, ekonomi, dan banyak hal untuk newyorker.com.