Crispy

Benarkah Disfungsi Ereksi Menjadi Salah Satu Efek Jangka Panjang Covid-19?

Setelah gangguan pernapasan, hilangnya indera perasa, hingga pengabutan di otak, beberapa di antara efek jangka panjang Covid-19 pun termasuk kesulitan ereksi

JERNIH– Para ahli di Italia dan Amerika Serikat (AS) memperingatkan potensi efek jangka panjang lain dari Covid-19, yakni disfungsi ereksi.

Dalam wawancaranya baru-baru ini dengan media Amerika Serikat,  NBC, spesialis penyakit menular Dr. Dena Grayson mengatakan ada kekhawatiran yang berkembang bahwa Covid-19 dapat menyebabkan efek jangka panjang kesulitan ereksi.

“Kami tahu bahwa virus ini menyebabkan masalah pada pembuluh darah,” kata Grayson. “Jadi ini adalah sesuatu yang sangat memprihatinkan – virus tidak hanya dapat membunuh, tetapi sebenarnya dapat menyebabkan komplikasi potensial jangka panjang, seumur hidup.”

Sebuah studi di Italia pada bulan Juli menemukan bahwa disfungsi ereksi merupakan faktor risiko pneumonia akibat Covid-19 dan juga “kemungkinan konsekuensi” dari penyakit tersebut bagi para penyintas. Temuan ini merupakan “fenomena yang mengkhawatirkan”, terutama di antara pasien lansia.

“Disfungsi ereksi adalah penanda sempurna untuk menentukan kesehatan fisik dan psikologis secara umum,” kata penulis utama studi tersebut, Emmanuele Jannini, profesor endokrinologi dan seksologi medis di Tor Vergata University of Rome. Karena Covid-19 memengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang, katanya, maka disfungsi ereksi belum tentu merupakan efek penyakit yang mengejutkan.

Orang yang sebelumnya menderita disfungsi ereksi dan kemudian terinfeksi SARS-CoV-2 juga mungkin lebih rentan terkena pneumonia, kata Jannini.

Hal itu karena pneumonia memiliki komorbiditas yang sama yang sering dikaitkan dengan disfungsi ereksi, termasuk masalah pernapasan, peradangan, masalah hormonal, stres, kecemasan, depresi dan disfungsi endotel, atau ketika lapisan arteri kecil menyempit.

“Disfungsi ereksi adalah penanda risiko pneumonia akibat virus corona yang dapat dipercaya. Tapi belum tentu merupakan faktor risiko terkena infeksi, itu masih harus dilihat,” kata Jannini.

Kerusakan pembuluh darah

Disfungsi ereksi terjadi ketika aliran darah ke penis terbatas. Penyebabnya bisa kompleks dan bervariasi, baik fisiologis maupun psikologis. Banyak faktor berbeda yang memengaruhi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem endokrin yang dapat menyebabkan masalah ereksi.

Salah satu faktor risiko yang menonjol bagi pasien virus corona adalah kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah dan sistem pernapasan.

Virus corona diketahui menyerang dinding bagian dalam pembuluh darah – yang disebut endotelium – di seluruh tubuh, termasuk di penis. Maka hal ini dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.

Meskipun yang menyebabkan serangan jantung dan stroke adalah gumpalan darah besar, namun kerusakan jantung yang disebabkan oleh Covid-19 diyakini sebagian besar berasal dari gumpalan sangat kecil yang menyumbat pembuluh darah kecil di otot jantung. Ada pembuluh darah kecil di penis yang dapat dengan cepat tersumbat saat aliran darah arteri terbatas.

Meskipun ini mungkin menjelaskan beberapa efek disfungsi ereksi di antara pasien virus corona, para ahli menekankan bahwa perlu penelitian lebih dalam untuk menentukan kaitannya dengan Covid-19. Efek disfungsi ereksi ini pun mungkin berbeda di antara individu.

Bagaimana mencegah efek jangka panjang Covid-19

Meskipun sebagian besar orang tampaknya pulih dari COVID19, namun perlu pengamatan lebih dalam terhadap beberapa efek jangka panjang.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di AS, beberapa komplikasi jangka panjang akibat COVID-19 adalah jantung berdebar, kabut otak, cedera ginjal akut, dan gangguan fungsi paru-paru. Disfungsi ereksi tidak terdaftar, tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh Grayson, para ahli masih mempelajari penyakit ini seiring bertambahnya angka infeksi dan pemantauan terhadap pasien dalam jangka panjang.

“Seiring berjalannya waktu, dan semakin banyaknya orang yang terinfeksi, sayangnya kita akan melihat semakin banyak efek negatif jangka panjang dari infeksi ini,” katanya.

Para ahli mengatakan cara terbaik untuk mencegah potensi efek jangka panjang COVID-19 adalah sebisa mungkin terhindar dari infeksi virus corona sejak awal.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan masker di tempat umum, menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain, sering mencuci tangan dan menghindari keramaian dan ruang berventilasi buruk. [  ]

Back to top button