Crispy

KPK yang Berjilid-jilid Versi Romli Atmasasmita

JAKARTA—Guru besar hukum pidana Universitas Padjadjaran, pendiri sekaligus anggota Tim Perumus UU KPK, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM, mengatakan korupsi merupakan kejahatan yang paling dibenci masyarakat. Tentu saja, koruptor pun sekaligus menjadi jenis penjahat yang paling dibenci.

Pernyataan Romli tersebut dilontarkannya dalam Forum Diskusi Publik yang membahas polemik pro-kontra RUU KPK dengan Tema “Quo Vadis Pemberantasan Korupsi di Indonesia?” Diskusi diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial (IKA FIS) di Aula Maftuhah Yusuf Gd. Dewi Sartika UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur, yang dihadiri sekitar 200 orang.

Romli, sebagai pembicara pertema dalam diskusi itu, memaparkan sejarah pembentukan UU Pemberantasan Korupsi “Saya ditunjuk oleh Prof Muladi sebagai ketua tim perumus UU. Kami dari awal mengajukan pembuktian terbalik, yang dianggap sadis,” kata Romli. Menurut dia, guna pembuatan UU tersebut kerap dilakukan studi ke berbabagi negara.

“Saya, bersama Teten Masduki dan beberapa teman, dengan biaya Bank pembangunan Asia berkeliling ke beberapa negara untuk mencari bahan dan uji materi.”

Romli juga menekankan pentingnya pengawasan dalam lembaga KPK. “KPK tidak boleh asal tangkap. “Tapi diawali dengan koordinasi dan supervisi, yang menjadi amanat UU,” kata Romli. Dia menilai, semua kehidupan perlu dievaluasi, termasuk lembaga negara.

Ia bahkan membagi keberadaan KPK ke dalam beberapa ‘jilid’. “Awal keberadaan KPK, jilid 1,  itu semua serba pengawasan. Ada Tumpak Panggabean, jaksa yang punya pengalaman. Ada juga Pak Taufikurrahman Ruki, seorang polisi mantan Kapolres yang berpengalaman mengawasi anak buah,”kata pakar yang telah berusia 75 tahun itu.

Romli juga menilai, Antasari Azhar sebagai pimpinan KPK pada saatnya, masih mau mendengar masukan. “Pada jilid II, zaman Pak Antasari, masih ok. Nangkep masih ada pemberitahuan dan mau menerima masukan yang ada.”

Yang menurutnya mulai bermasalah, adalah KPK jilid III. “Waktu jilid III, ketua KPK dari Makasar, Pak Abraham Samad, karena ada pengaruh JK (Jusuf Kalla). Sebenarnya harusnya Bambang Widjoyanto yang jadi ketua. Makanya, dari awal sempat ramai di antara mereka. Mulailah banyak permasalahan-permasalahan  internal di dalam KPK,”kata Romli.

Romli juga bercerita tentang adanya dana sebanyak  Rp 91 miliar di Indonesia Corruption Watch (ICW) di tahun 2008. “Saya sempat tanyakan kepada Emerson Juntho. Saya kontak juga Teten Masduki, menanyakan langsung (soal) banyaknya uang yang ada di ICW (itu). Makanya saya bilang, pantas kalau ada kasus migas ICW jadi diam. Korupsi migas (itu) luar biasa,” kata Romli.

Kritik Romli kepada KPK juga termasuk soal penyadapan. Romli menilai KPK sudah memanfaatkan penyadapan untuk hal di luar penegakan hokum. “Saya menilai bahwa sisi penyadapan sudah dipakai KPK selama ini untuk hal-hal di luar penegakan hukum. Saya mengajukan adanya dewan pengawas di dalam KPK. Kalau di luar jadinya intervensi. Wewenang pengawas tidak masuk ke dalam penyidikan, hanya dalam pengawasan soal penyadapan tanpa seizin pengadilan.” [tvl]

Back to top button