Pemerintah Inggris tidak Peduli dengan Nasib Staf Medis
- Staf Medis tahu wabah akan mencapai Inggris sejak tiga bulan lalu. Pemerintah tidak melakukan apa-apa.
- Akhir Maret semua orang kelabakan saat jumlah terjangkit sedemikian banyak.
- Pemerintah Inggris tidak peduli dengan nasib staf medis dan pekerja kesehatan.
London — Institute for Public Policy Research (IPPR) dan YouGov menggelar jajak pendapat di kalangan staf medis Inggris. Hasilnya, tiga perempat staf medis mengatakan pemerintah gagal melindungi mereka.
IPPR dan YouGov menemui 996 staf medis, perawat, dokter, dan tenaga kesehatan profesional, antara 2 sampai 7 April.
Tiga perempat dari mereka menyatakan khawatir pemerintah membahayakan kesehatan mereka. Sepertiga dari mereka mengatakan kondisi kesehatan memburuk sejak krisis Covid-19.
Baca Juga:
— Sayap Kanan Sebut Muslim Penyebab Pandemi, Umat Islam Inggris Ketakutan
— IHME: 60 Ribu Warga Inggris akan Tewas Akibat Covid-19
— PM Inggris Boris Johnson Dituduh Gagal Mematuhi Nasehat Sendiri
Temuan ini tidak mencengangkan. Sebelumnya, 80 persen petugas kesehatan mengatakan pemerintah belum cukup berbuat untuk menyediakan alat pelindung diri (APD), dan mengujinya, untuk mencegah penyebaran infeksi di rumah sakit dan rumah perawatan.
Chris Thomas, penulis laporan jajak pendapat itu, mengatakan London berada di depan negara lain dalam hal perkembangan penyakit.
Menurut Thomas, ini masalah distribusi dan pasokan. Sulit memastikan jumlah APD sampai ke sasaran yang tepat.
Ada banyak pertanyaan soal kekurangan APD. Itu tidak hanya dialami Inggris, tapi juga semua negara.
“Pemerintah harus melakukan segala daya untuk memproduksi dan mendistribusikan APD secara benar kepada semua staf medis,” kata Thomas.
Italia dan Spanyol juga menderita kekurangan APD. Akibatnya, seratus petugas kesehatan di Italia tewas sejak wabah muncul, akhir Februari 2020.
Di New York, staf medis dan petugas kesehatan mendaur ulang APD yang seharusnya sekali pakai. Bahkan ada perawat membalut tubuh dengan kantong plastik untuk sampah.
Di Inggris, lusinan dokter dan perawat meninggal, dan lebih 12 ribu pasien Covid-19 tewas di rumah sakit.
Angka-angka Kantor Statistik Nasional (ONS) menunjukan setidaknya satu dari sepuluh kematian Covid-19 terjadi di luar rumah sakit.
Ratusan terjadi di panti jompo. Di sini persediaan PPE sangat terbatas.
College of Paramedics mengatakan 20 sampai 30 staf ambulan sakit dan mengasingkan diri. Tes hanya dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala.
“Sejak awal wabah kami mengirim lebih 923 juta APD ke garis depan, dan menerbitkan panduan APD teraman untuk melindungi petugas kesehatan,” kata juru bicara Departemen Kesehatan dan Perawatn Sosial Inggris kepada Al Jazeera.
Departemen Kesehatan Inggris juga bekerjasama dengan Public Health England untuk memantau dampai Covid-19 di rumah perawatan. “Kami juga telah menguji lebih dari 50 ribu staf NHS,” kata juru bicara itu.
Namun perawat dan dokter berpendapat upaya itu lemah dan terlambat. Joan Pons Laplana, perawat di ruang Perawatan Intensif di Sheffield, mengatakan; “Kami tahu wabah ini akan datang sejak Desember 2019.”
Selama tiga bulan, masih menurut Laplana, pemerintah tidak melakukan apa-apa. Tiba-tiba pada akhir Maret 2020 semua orang berlarian, panik, ketika wabah menjangkiti banyak orang.
Laplana menyebut dirinya korban ketidak-pedulian pemerintah terhadap perlindungan staf medis. “Sampai saat ini saya belum menjalani tes. Saya tidak tahu apakah saya terjangkit tapi tak punya gejala, atau sebaliknya,” ujarnya.
Mereka yang memiliki gejala segera dites. Jika terjangkit, staf medis mengisolasi diri. Akibatnya, beban pekerjaan ditimpakan ke staf medis yang sehat.