Misteri Keindahan Curug Bangkong Kuningan
KUNINGAN – Hujan girimis mulai turun. Tak lama berselang matahari yang sempat tertutup awan mendung, nongol kembali dengan terik cahayanya. Kondisi itu oleh orang sunda disebut hujan poyan dan biasanya di belahan timur langit muncul lengkung pelangi. Hari itu, kaki pelangi membias ke puncak-puncak bukit di kawasan Desa Kertawirama.
Dengan panduan lengkung pelangi, tepat seperti arah telunjuk pemilik warung, perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan desa yang telah di hotmix. Kendati terbilang sempit namun landskap pesawahan dengan pegunungan dan suasana desa akan memanjakan pandangan mata.
Setelah melewati jembatan Cisanggarung, jalan mulai menanjak dan arah menuju Curug Bangkong berbelok ke kiri di seperempat tanjakan. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki atau menggunakan motor.
Bagi yang menggunakan motor, hatus ekstra hati-hati karena jalur jalan yang awalnya selebar 1,25 meter, akan mengecil menjadi jalan setapak melintasi pematang sawah. Jarak dari kelokan jalan ke lokasi Curug Bangkong sekitar 400 meter.
Mendekati lokasi curug akan terlihat sungai Cisanggarung yang tidak begitu lebar. Sampai kemudian anjog di sebuah lengkob yang menyuguhkan pemandangan dahasyat. Debit air Cisanggarung sedang melimpah menjadikan jatuhan air curug bangkong dari ketinggain 23 meter terlihat dahasyat.
Tingginya debit air membuat air terjun terbagi dua sehingga jatuhannya menciptakan suara gemuruh yang keras. Percikan air yang terbawa angin bahkan terasa sampai 30 meter menjelang masuk area Curug Bangkong.
Sebelum dialirkan ke Cisanggarung jatuhan air curug Bangkong ditampung dalam kolam yang cukup luas. Disamping kanan Curug Bangkong terdapat area buat pengunjung sudah tertata namun kurang terawat.
Limpahan air dari kolam ke area pengunjung ditahan dengan tembok penahan air. Kolam ini dapat digunakan untuk berenang dan berendam. Terdapat juga toilet dari bangunan permanen yang berada di pojok kanan dengan kondisi memprihatinkan.
Aliran air disalurkan melalui bendungan yang cukup rendah di muka kolam dan selanjutnya bergabung dengan sungai kecil yang cukup elok. Sungai kecil ini nantinya akan bertemu dengan Sungai Cisanggarung.
Curug Bangkong berada dalam landskap pesawahan dan pegunungan yang permai. Komposisi alamnya sedap di pandang mata. Gunung Saeti yang ngajungkiring di Desa Ciasih merupakan bukit tertinggi di kawasan itu.
Gunung Saeti juga dikenal sebagai objek wisaata jiarah yang melengkapi kekayaan budaya di Kecamatan Nusaherang. Selain Gunung Saeti terdapat juga Gunung Geger Beas di Desa Haur Kuning dan Embung Wulukut di Desa Kertayuga.
Curug Bangkong merupakan salah satu potensi destinasi wisata Kabupaten Kuningan ini sangat layak untuk disambangi. Karena keberadaanya yang berjarak hanya sekitar 3 km dari Waduk Darma akan melengkapi wisata alam dan budaya di Kabupaten Kuningan.
Akses jalan dan lokasi tidak sukar untuk ditemukan. Dari kelokan jalan kabupaten terpampang papan penunjuk tersebut akan terlihat di sebelah kiri jalan. Curug Bangkong dapat di lacak di kordinat 7°0’18″S 108°25’28″E.
Menurut warga sekitar menyebutkan kondisi Curug Bangkong sebelum dijadikan objek wisata penuh dengan sampah. Namun saat ini kondisi Curug Bangkong cukup layak dijadikan salah satu tujuan wisata yang menarik.
“Sebetulnya selain daya tarik keindahan panorama dan kegiatan berendam di kolam Curug Bangkong, aliran sungai kecil ini juga dapat dimanfaatkan untuk tubing atau body rafting.” Ujar Tizi Rakyan, pelancong yang tengah menikmati gelegak curug Bangkong.
Hal lain yang menarik lainnya adalah kisah-kisah tentang kewingitan Curug Bangkong. Tempat ini selain indah, sejak lama dikenal sebagai tempat untuk mencari berkah dan kesaktian.
Dari sejarah yang beredar di masyarakat, dikisahkan bahwa Curug Bangkong ditemukan oleh seorang pertapa tua bernama Abah Wiria dari Ciamis. Di air terjun itu, Wiria bertirakat sambil mengajarkan cara membuat gula kawung kepada warga sehingga menjadi mata pencaharian masyarakat.
Abah Wiria yang pada suatu saat mendapat panggilan untuk bertirakat kembali di Curug Bangkong. Maka tokoh inipun melaksanakan tirakatnya di sebuah gua yang terdapat di balik air terjun.
Setelah berbulan-bulan Abah Wiria bertapa, masyarakat mulai menjadi gelisah karena Abah Wiria tidak kembali ke lembur. Karena merasa kehilangan tokoh yang dianggap berjasa tersebut, akhirnya masyarakat mencari Abah Wiria di Curug Bangkong, termasuk memeriksa gua dibalik air terjunnya. Namun Abah Wirya tidak ditemukan.
Sehingga banyak yang menganggap bahwa Abah Wiria telah ngahiyang (moksa) sebagai pencapaian tertinggi dari tapa bratanya. Setelah hilangnya Abah Wiria, dari arah curug tersebut kerap terdengan suara katak (bangkong).
Hal tersebut merupakan keanehan tersendiri, karena sebelumnya tidak pernah terdengan suara bangkong dari arah curug. Suara bangkong tersebut akan menghilang manakala didekati. Sehingga lambat laun, curug yang wingit tersebut dinamakan Curug Bangkong.
Salah satu peristiwa mistis yang mendongkrak pamor Curug Bangkong sebagai tempat yang wingit terjadi pada tahun 1970. Ketika itu, masyarakat melihat cahaya yang melayang-layang di sekitar areal Curug Bangkong.
Cahaya itu kemudian bergerak dan menghilang ke sebuah tempat yang menurut masyarakat adalah makam keramat Pangeran Arya Salingsingan, panglima Kerajaan Talaga. Selain itu Arya Salingsingan dipercaya sebagai tokoh syiar Islam di daerah Kuningan Barat. Makam ini yang setiap hari Selasa dan Kamis, ramai diziarahi orang.