Mengapa Ramadhan Disebut Bulan Kemenangan?
Insya Allah, dengan saum yang demikian bermutu, maka kita akan berada dalam posisi “aidin” (bersih suci) dan “faizin” (menang). Kita akan berada dalam fitrah manusia yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baik wujud (Q.s.at Tin : 4), penuh kesempurnaan dan keseimbangan (Q.s.al Inftithar : 7).
Oleh : H.Usep Romli HM
Ibadah saum Ramadan, selama sebulan, merupakan alat atau kendaraan, untuk mencapai satu tujuan. Yaitu takwa. Siap dan mampu melaksanakan segala perintah Allah SWT, sekaligus menjauhi laranganNya.
Tentu saja, saum Ramadan sebagai sarana harus bagus. Harus memenuhi syarat, rukun dan wajib sesuai syara (aturan hukum Islam). Dijalankan dengan “imanan wahtisaban”. Iman adalah sepenuh keyakinan kepada Allah. “Ihtisab” adalah kepasrahan total semata-mata kepada Allah. Sehingga segala gerak-gerik hati, fikir dan fisik, merasa diawasi oleh Allah SWT. Sabda Rasulullah Saw, orang yang berpuasa dengan “imanan wahtisaban” diampuni segala dosa-dosanya yang telah lampau.
Ditambah dengan hiasan-hiasan ibadah “sunnah” yang dianjurkan, seperti tadarus (membaca Al; Quran), i’tikaf (mengkhususkan diri diam di masjid jami, untuk ibadah, selama saum), mengeluarkan sodaqoh infaq, dan bentuk-bentuk kebajikan lain yang bersifat sosial. Insya Allah, saum Ramadan akan menjadikan setiap “shaimin” (pelaku saum), menemukan kembali fitrah masing-masing. Kesucian dan kemenangan.
Untuk mencapai taraf kesucian, upaya membersihkan diri dari berbagai hal kotor,mulai dari niat, ucapan dan tindakan, telah ditempuh sekuat tenaga. Tidak makan minum, menghindari hubungan suami istri selama siang hari, serta perbuatan-perbuatan yang membatalkan saum dan mendatangkan ancaman dosa, hingga bangun malam untuk “qiyamul lail” (tarawih, tahajud, dll), makan sahur, dan sebagainya yang berpahala. Semuanya mengandung nilai-nilai ruhaniyah dalam kerangka “taqarub ilallah”. Mendekat kepada Allah SWT. Karena Dzat Allah Maha Suci, maka hanya yang suci pula yang bisa mendekat kepadaNya.
Kesucian fitrah itu diimbangi kemenangan. Selama saum, kita semua telah berhasil mengalahkan segala jenis godaaan hawa nafsu. Sebab dalam saum, kita menyerahkan jiwa raga kita hanya kepada Allah SWT semata. “Dainunah lillahi wahdah”. Tidak kepada yang lain-lain, baik yang bersifat mental-spritual, maupun fisik-material.
Saum adalah kawah candradimuka untuk menggodog jiwa raga kita sebagai penerima kemenangan. Sebagai “al faizun”. Karena saum itu telah membawa kita menyelam dalam, melangit tinggi untuk iman, hijrah dan jihad, sehingga mendapat derajat lebih tinggi, dan berhak atas kemenangan.
“Orang-orang yang beriman, dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, baik dengan harta maupun nyawa, lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”(Q.s.at Taubah : 20).
Juga saum telah membawa kita ke area ta’at kepada Allah SWT dan RasulNya, takut kepada Allah dan takwa kepadaNya, merupakan wilayah kemenangan pula (Q.s.an Nur : 52).
Maka saum yang menjadi sarana mencapai tujuan takwa (Q.s.al Baqarah : 183), akan sanggup memenuhi syarat-syarat mencapai kemenangan, yang terdiri dari iman, hijrah (berpindah dari keburukan kepada kebaikan), berjuang di jalan Allah (jihad fi sabilillah), dengan harta (zakat sodaqoh infaq, jariyah, wakaf, dan jenis kebajikan lain), serta nyawa sekalipun demi tegaknya “Izzul Islam wal Muslimin” (keunggulan Islam dan umat Islam), taat kepada Allah dan RosulNya, serta takut dan takwa kepadaNya.
Insya Allah, dengan saum yang demikian bermutu, maka kita akan berada dalam posisi “aidin” (bersih suci) dan “faizin” (menang). Kita akan berada dalam fitrah manusia yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baik wujud (Q.s.at Tin : 4), penuh kesempurnaan dan keseimbangan (Q.s.al Inftithar : 7). [ ]