POTPOURRI

Mengenang 26 Juli 1947, Ketika Sukabumi Jatuh ke Tangan Belanda

“Mereka yang berkendaraan carries dan bersenjatakan meriam anti tank, menerobos secara cepat dan tiba-tiba, melanda segala rintangan yang telah para prajurit TNI pasang di jalan raya,” ( A.H. Nasution)

Jernih.co — Hari ini, tujuh puluh tiga tahun lalu, Sukabumi jatuh ke tangan Belanda. Sejak 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947 Kerajaan Belanda melakukaan operasi militer yang mereka sebut Operatie Product (Operasi Produk) yang berarti aksi militer untuk merebut sumber-sumber (produk) ekonomi. Dalam buku-buku sejarah di Indonesia, operasi itu lebih dikenal dengan istilah Agresi Militer Belanda I.

Menukil dari tulisan Hendi Johari di Historia.id berjudul “Cerita Sukabumi Saat Agresi”, Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 14 September 1944 – 1 Novermber 1948, Hubertus Johannes van Mook, menulis dalam buku Indonesie, Nederland en de Wereld (Indonesia, Belanda dan Dunia) bahwa operasi militer perlu dilakukan guna menduduki wilayah yang potensial secara politik dan ekonomi bagi Belanda.

Salah satu wilayah yang masuk kategori itu adalah Sukabumi. Di sana terhampar pekebunan teh, kopi, dan karet terbesar di Asia Tenggara pada masa itu, yakni Perkebunan Tjipetir. Potensi ekonomi ini tentu sangat menggirukan Belanda.

Pada tanggal 21 Juli 1927 lewat tengah malam, Belanda mengerahkan sekitar seribu prajuritnya yang berasal dari Divisi 7 Desember dan Divisi B menuju Sukabumi. Mereka bergerak dari arah Bogor menuju Cigombong, Cicurug, dan Cibadak. Seletah mengusai tiga daerah tersebut, mereka melanjutkan perjalanan ke Sukabumi.

Jenderal A.H. Nasution dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid V menulis bahwa pasukan Belanda menerobos Sukabumi secara cepat dan tiba-tiba. 

“Mereka yang berkendaraan carries dan bersenjatakan meriam anti tank, menerobos secara cepat dan tiba-tiba, melanda segala rintangan yang telah para prajurit TNI pasang di jalan raya,” tulisnya.

Bataliyon (Yon) IV dari Resimen Tanggerang pimpinan Kapten Kemal Idris yang singgah di Sukabumi dalam perjalanan mereka ke Cikampek untuk mengepung Jakarta menemukan fakta bahwa pasukan TNI yang ditugaskan bersiaga di Sukabumi, malah menghindar ke luar kota.

Salah satu komandan kompi Yon IV, Letnan Satu Marzoeki Soelaiman, mengungkap, suasana terasa tegang saat ia dan pasukannya menapakan kaki di Sukabumi. Nyaris tak nampak anggota TNI atau lasykar kecuali beberapa seksi yang terlihat bingung sebab tak ada komando.

“Saya bahkan dapat cerita dari mereka bahwa komandan TNI yang seharusnya bertahan mempertahankan Sukabumi malah kabur dengan membawa sejumlah perempuan Jerman,” kata Marzoeki, dikutip dari Historia.id.

Tak ingin kateumbleuhan buntut maung (menanggung kesalahan) rekannya sesama prajurit TNI, Yon IV melanjutkan perjalanan ke Cikampek. Namun, pada akhirnya Marzoeki dan pasukan Yon IV yang lain malah diperitahkan membuat basis pertahanan di Cianjur bagian selatan hingga usai Agresi Militer Belanda II pada Agustus 1949.

26 Juli 1947, satu pasukan pelopor Belanda yang dilengkapi eskadron kavaleri lapis baja secepat kilat menerobos jantung kota Sukabumi dan langsung menguasai pembangkit listrik Ubrug. Sejak itu, Sukabumi secara utuh jatuh ke tangan musuh.

Hetty Kabir, salah seorang pelaku sejarah saat itu, masih ingat betul detik-detik penyerangan Belanda ke lemburnya. Pesawat-pesawat mereka yang beterbangan di atas kepala, sesekali menjatuhkan bom. Rakyat Sukabumi yang hendak mengungsi ke daerah Nyalindung (Sukabumi)  bersama sisa lasykar dan pasukan TNI tak sedikit yang menjadi korban.

“Sekali-kali, mereka melempari kami bom dan menembaki kami seolah mau mempermainkan kami dalam ketakutan,” kenang Hetty.

Peluru senapan mesin kaliber 12,7 mm yang dimutahkan militer Belanda bahkan menewaskan satu keluarga anggota TNI dari Divisi Siliwangi berpangkat letnan, termasuk seorang bayi mungil.

“Termasuk bayi mungil anak bungsu sang letnan yang sering saya goda sepanjang jalan itu ikut tewas juga terkena bom,” tutur Hetty.

Back to top button