Di Jepang, Satu dari Empat Data Orang LGBTQ Disebar ke Publik Secara Paksa
Survei menemukan bahwa masyarakat Jepang lebih ramah terhadap kelompok LGBTQ dibandingkan lima tahun lalu
JERNIH– Sekitar seperempat dari jumlah LGBTQ di Jepang mengalami ‘pengungkapan’ orientasi seksual atau identitas gender mereka kepada orang lain tanpa persetujuan. Data tersebut diperoleh melalui sebuah survei online.
Survei yang dirilis Rabu (28/7) itu juga menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga dari 10.769 responden di usia remaja hingga 70-an merasa bahwa masyarakat Jepang saat ini lebih “menghormati” kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender, dibandingkan lima tahun lalu. Namun, hampir delapan dari 10 pekerja mengatakan bahwa mereka telah mendengar kata-kata “anti-LGBTQ”.
Survei tersebut merupakan survei dengan responden terbesar untuk soal itu hingga saat ini. Hal tersebut dikatakan Yasuharu Hidaka, seorang profesor epidemiologi sosial di Universitas Takarazuka, yang melakukannya dari September hingga Desember tahun lalu, atas nama Lifenet Insurance Co.
Survei menemukan 25,1 persen responden mengatakan mereka telah di-outing, dengan 53,6 persen di antaranya dialami laki-laki transgender. Dari 8.690 responden yang memiliki pekerjaan, 78,9 persen mengatakan bahwa mereka “pernah mendengar pidato diskriminatif tentang minoritas seksual di tempat kerja atau sekolah.”
Hidaka mengatakan outing tersebut memicu ketakutan di antara para LGBT. “Ucapan dan tindakan diskriminatif meningkatkan ketakutan mereka tentang bagaimana mereka akan dianggap oleh orang-orang di sekitar mereka,” kata dia.
Survei tersebut juga menemukan bahwa 66,9 persen responden mengatakan bahwa “dibandingkan dengan lima tahun lalu, keberagaman orientasi seksual dan identitas gender lebih dikenal oleh masyarakat”.
“Pemahaman masyarakat terus berubah. Otoritas dan perusahaan pemerintah harus melakukan upaya terkoordinasi untuk memperdalam pemahaman tentang keragaman orientasi seksual dan identitas gender,”kata Hidaka.
Meskipun Jepang tidak mengakui pernikahan sesama jenis, sejumlah kota mengeluarkan sertifikat kemitraan untuk pasangan LGBTQ.
Undang-undang yang diberlakukan pada bulan Juni juga mewajibkan perusahaan untuk mengambil tindakan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, yang mencakup outing dan penghinaan terhadap orang-orang minoritas gender dan seksual dalam pedoman pemerintahnya. Meskipun Jepang relatif toleran terhadap homoseksualitas, tidak ada perlindungan hukum khusus untuk kaum gay.
Populasi LGBTQ Jepang telah berkampanye untuk pengakuan yang lebih besar dari pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, 13 pasangan sesama jenis mengajukan gugatan, menuduh pemerintah melakukan diskriminasi karena gagal mengakui mereka. Mereka berpendapat bahwa hak yang diberikan kepada pasangan heteroseksual ditolak dan berharap pengadilan akan menyatakan posisi pemerintah tidak konstitusional. [South China Morning Post/AFP]