Oikos

RI Masih Impor 95 Persen Bahan Baku Obat, Sementara Herbal Terkendala

JERNIH – Ketergantungan Indonesia terhadap produk impor sangat tinggi. Salah satunya bahan baku obat juga masih tergantung pada asing. Saat ini masih 95 persen bahan baku obat yang dipakai di Indonesia berasal dari impor.

“Kita punya industri kimia dasar, tapi untuk buat bahan baku obat, diperlukan turunan. Ini belum dimiliki ini Indonesia,” ujar Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro, kemarin.

Ia mengungkapkan, pada masa pandemi ini sudah dilakukan 2-3 kali rapat koordinasi yang diinisiasi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Dia menerangkan pemerintah prihatin karena 95 persen bahan baku obat yang dipakai di Indonesia berasal dari impor. Hal ini tentunya menguras devisa yang cukup besar.

Industri kimia di Indonesia memang sangat tertinggal sehingga perlu mengimpor sebagian besar bahan baku kimia obat. Mau tidak mau, kata Bambang, investasi harus dilakukan terutama pada industri kimia dasar agar dapat mengurangi ketergantungan impor. Itupun belum bisa menutupi impor bahan baku obat.

Untuk memenuhi kebutuhan obat asal dalam negeri pemerintah juga tengah serius mengembangkan obat dari bahan baku herbal. Hal ini mengingat Indonesia memiliki biodiversitas darat terbanyak dan berada di peringkat ke-2 di dunia setelah Brazil. Sementara potensi bahan baku obat di laut, Indonesia menempati urutan pertama.

Pemerintah pun menggencarkan riset keanekaragaman hayati yang cocok menjadi bahan baku obat yang dikembangkan menjadi fitofarmaka. “Pemerintah sudah jadikan obat herbal Indonesia sebagai pusat riset nasional. Kita dorong risetnya, kita biayai bekerja sama dengan pihak swasta,” jelasnya.

Pemerintah saat ini tengah menyusun peraturan dan kebijakan pengembangan dan penggunaan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berasal dari tanaman herbal berjalan lebih cepat. OMAI belum menjadi rujukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga menyulitkan bersaing dengan obat berbahan baku impor. Sejauh ini OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan di JKN karena tidak tertuang di Permenkes No 54 Tahun 2018.

Dia menjelaskan dokter memiliki wewenang untuk menentukan obat yang dipakai pasiennya. Mayoritas dokter memberikan obat kimia dalam mengobati berbagai macam penyakit. “Ini problem terbesar. Dokter belum berani atau terbiasa gunakan OMAI untuk pasiennya,” ujarnya. [*]

Back to top button