Urusan Bumi dan Langit
Urusan bumi ini lebih banyak membuat manusia pusing ketimbang bahagia. Urusan langit membuat manusia lega bahagia serta terbebas dari pusing dan derita.
Oleh: Prof Dr KH Ahmad Imam Mawardi
DALAM kajian pagi kami berbincang tentang tradisi Rasulullah dan para sahabatnya dahulu jika akan bertemu dengan bulan Ramadhan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa mereka benar-benar mempersiapkan diri dengan penuh suka cita. Urusan bumi dikesampingkan, urusan langit diutamakan.
Sementara yang mentradisi kini adalah bahwa menjelang Ramadhan, urusan bumi sangat diminati dan diutamakan. Perhatikan geliat pasar dan mall, ramainya tempat wisata dan pusat tontonan. Mengapa berbeda?
Urusan bumi ini lebih banyak membuat manusia pusing ketimbang bahagia. Urusan langit membuat manusia lega bahagia serta terbebas dari pusing dan derita. Tidak percaya? Lihat saja, pertengkaran antar manusia itu tentang urusan bumi apa urusan langit? Bertengkarnya mereka itu di bumi apa di langit? Nah, sudah tahu pasti jawabannya.
Masih ada yang mendebat, masalahnya kita kan memang di bumi? Saya jawab: “Saya tidak berkata bahwa kita harus meninggalkan urusan bumi. Tapi ya tolong diingat-ingat bahwa kita tak akan hidup 1000 tahun lagi di muka bumi ini. Kita akan naik ke “langit” karena di bumi ini kita hanya singgah.
Lebih dari itu, bukankah urusan bumi itu diatur oleh Tuhan Yang ada di “langit?” Bukankah al-Qur’an surat Adz-Dzariyat yang menyatakan dengan terang benderang bahwa rizki kita itu sejatinya ada di langit? Lalu mengapa kitanya fokus hanya pada urusan bumi dan bertengkar habis-habisan rebutan jatah bumi? Mari kita bermuhasabah.
Suatu hari sahabat dekat Rasulullah bersuara lantang memberikan pengumuman di tengah pasar yang ramai. Ini terjadi setelah kewafatan Rasulullah. Pengumumannya begini: “Saudara-saudara, di masjid nabawi saat ini sedang ada pembagian warisan Rasulullah. Yang mau kebagian cepatlah ke masjid.”
Banyak yang kemudian tutup dagangan dan bergegas ke masjid demi mendapatkan pembagian harta warisan. Sesampainya di masjid, ternyata tidak ada pembagian harta waris. Yang dilihat mereka hanya orang shalat, berdzikir dan mengaji. Mereka protes ke Abu Hurairah yang dianggapnya berbohong. Abu Hurairah menjawab: “Yang kamu lihat itulah warisan Rasulullah.” Urusan bumi apa langit? Salam, A.I. Mawardi. [*]
* Founder and Director di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya