Internet Diputus, Pers Myanmar Kembali ke Cetak
- Jurnal-jurnal itu didistribusikan ke masyarakat. Dibagikan di jalan-jalan dan pasar.
- Kelak, jurnal-jurnal ini menjadi penting karena rezim brutal Myanmar berencana menutup total Internet, WiFi publik, dan WiFi broadband.
JERNIH — Selalu ada cara menyebarkan informasi ketika rejim membungkam saluran komunikasi. Mahasiswa Myanmar menemukan cara itu.
Sejumlah jurnal cetak seukuran tabloid, atau lebih kecil lagi, muncul di rumah-rumah penduduk. Jurnal hanya beberapa lembar, dicetak hitam putih, berisi laporan singkat dan judul besar.
Setiap jurnal punya nama. Beberapa di antaranya; Towards, Molotov, The Voice of Spring, dan The Milestone of Spring.
Penerbitnya bisa siapa saja, tapi Myanmar Now menulis aktivis mahasiswa berada di belakang penerbitan jurnal-jurnal itu. Semuanya muncul pada hari-hari kelam aksi unjuk rasa, ketika tentara Myanmar mulai menembak kepala pengunjuk rasa.
Jurnal-jurnal itu kini menjadi satu-satunya media yang dikonsumsi penduduk, setelah rezim militer mematikan Internet dan menangkap jurnalis. Mahasiswa mendistribusikan diam-diam, dengan risiko mati dengan kepala berlubang jika ketahuan militer.
Towards adalah yang kali pertama terbit. Tebal tujuh halaman. Terbit setiap hari, dengan berita sekitar unjuk rasa, analisis politik, puisi, dan foto-foto kekejaman militer.
Penerbitnya adalah mantan anggota serikat mahasiswa salah satu universitas.
“Akses Internet menjadi sulit. Media dibatasi. Dalam situasi seperti ini, kami harus kembali ke cara kuno,” kata mantan anggota serikat mahasiswa itu.
Molotov muncul 1 April lalu. Tujuan penerbitan adalah agar masyarakat tidak buta informasi, dan terlibat dalam berbagai perlawanan.
Berbeda dengan Towards, Molotov terbit delapan halaman. Isinya, informasi terkekini seputar kebrutalan tentara, analisis, pesan-pesan pengunjuk rasa yang jatuh, karikatur dan lainnya.
Sepekan setelah terbitan pertama, Molotov hadir 12 halaman. Ada tulisan menarik mengenai trik-trik praktis berperang untuk revolusi.
Bagi kalangan tua, kemunculan jurnal-jurnal ini adalah kemunduran pers ke tahun 1988. Saat itu Myanmar belum memiliki banyak alat komunikasi modern.
The Voice of Spring terbit 5 April, menyajikan berita harian kepada pembacanya. Selain jurnal cetak, redaksi The Voice of Spring juga menyediakan layanan SMS.
Hampir semua jurnal punya laman Facebook, tapi tidak setiap hari terisi akibat pembatasan Internet.
Jurnal-jurnal ini akan sangat penting karena rejim militer dikabarkan akan menutup Internet seluler, WiFi publik, broadband WiFi portabel. Yang pasti, Myanmar akan kembali ke masa 1980-an total.
Penerbit jurnal-jurnal ini sebisa mungkin menjangkau masyarakat tak terlibat aksi demo. Jika tentara tak muncul, mahasiswa membagikan jurnal di jalan-jalan, pasar, dan keramaian.
Penerbit Towards dan Molotov mengatakan mereka mendistribusikan jurnal di Yangon, dan kota-kota di bawah darurat militer.
The Voice of Spring tidak tersedia di kota-kota besar Myanmar, tapi masuk ke pedesaan.