Peralatan Tempur AS Bernilai Rp 1.224 Triliun Jatuh ke Tangan Taliban
- Bagi Taliban, senjata dan peralatan tempur itu simbol status.
- Mereka akan selalu memamerkannya, meski mungkin tak bisa menggunakannya.
- Pilot-pilot Afghanistan relatif belum mandiri, selalu harus dipandu instruktur AS.
- Jadi, mungkin hanya beberapa bulan peralatan tempur itu dioperasikan.
- Setelah itu menjadi rongsokan akibat tak punya suku cadang.
JERNIH — Berapa nilai persenjataan AS yang dikuasai Taliban? Kira-kira 85 miliar dolar AS, atau Rp 1.224 triliun.
Persenjataan dan peralatan tempur itu terdiri dari karabin M-4, Senapan M-16, helikopter UH-60 Black Hawk, dan pesawat serang A-29 Super Tucano.
“Ketika kami menyaksikan gambar-gambar yang dikirim dari Afghanistan, saat Taliban merebut kembali negara itu, kami ngeri melihat peralatan AS jatuh ke tangan lawan,” kata Senator Marco Rubio.
Bersama sebelas senator lainnya, Rubio menulis surat kepada Lloyd Austin, kepala Pentagon.
“Tidak masuk akan AS dan NATO harus membayar pendudukan atas Afghanistan dengan peralatan militer berteknologi tinggi,” lanjut Rubio, seperti dikutip situs amac.us.
Menurutnya, mengamankan asset seharusnya menjadi salah satu prioritas utama AS. Itu harus dilakukan sebelum mengumumkan penarikan diri Afghanistan.
Pertanyaannya, apa nilai senjata-senjata itu bagi Taliban?
Elias Yousif, wakil direktur Pengawasan Bantuan Keamanan Kebijakan Internasional, mengatakan; “Itu semacam simbol status. Senjata itu adalah kemenangan psikologis bagi Taliban.”
Kantor Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghansitan, yang didirikan Kongres tahun 2008, mengatakan AS menghabiskan 83 miliar dolar untuk melatih dan mempersenjatai polisi dan tentara Afghanistan selama dua dekade.
Antara 2003 sampai 2016, AS mengirim 600 ribu senjata, 76 ribu kendaraan, 163 ribu perangkat komunikasi, 208 pesawat, serta sedemikian banyak peralatan pengawasan dan pengintai, kepada pasukan Afghanistan, kata Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS 2017.
Antara 2017-2019, AS mengirim 4.702 humvee, 2.520 bom, 1.394 peluncur granat, 20.040 granat tangan, dan 7.035 senapan mesin, kata Kantor Inspekstur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan.
Yousif mengatakan kepada The Hill bahwa Taliban akan dapat menggunakan pesawat dan persenjataan canggih, tapi mereka tidak bisa menahan pesawat di udara dalam waktu lama.
Taliban mungkin mampu mengoperasikan pesawat, tapi mereka prajurit gunung dan bukan tentara modern. Mereka nggak ngerti teknologi tinggi sama sekali.
Bukan hanya Taliban, tentara Afghanistan yang dilatih AS juga belum mandiri untuk mengoperasikan pesawat dan melakukan perawat. Mereka tidak bisa membuat suku cadang.
Senjata-senjata itu, jika ingin terus digunakan, akan membuat Taliban tergantung pada AS. Perusahaan-perusahaan pembuat senjata di AS bukan tidak mungkin berbisnis dengan Taliban.
Permintaan Ashraf Ghani
Jake Sullivan, penasehat keamanan nasional Gedung Putih, mengatakan membenarkan cukup banyak senjata dan peralatan tempur AS jatuh ke tangan Taliban.
“Kami tidak yakin senjata-senjata itu diserahkan kepada kami di bandara,” kata Sullivan.
Soal helikopter Black Hawk yang diambil Taliban, Sullivan menyalahkan tentara Afghanistan. Menurutnya, peralatan tempur itu diberikan agar tentara Afghanistan mampu membela diri.
“Black Hawk itu tidak diberikan kepada Taliban,” kata Sullivan. “Helikopter itu diberikan kepada Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan agar mampu membela diri.”
Sullivan juga mengatakan Ashraf Ghani, presiden Afghanistan saat itu, yang meminta helikopter Black Hawk. Permitaan disampaikan saat berkunjung ke Ruang Oval Gadung Putih.
“Ia juga meminta kemampuan udara tambahan,” ujar Sullivan.