Jujur Itu Mudah
- Satu kali saja seseorang tidak jujur apalagi hingga bersifat khianat, maka lambat laun dunia akan terasa amat sempit baginya.
Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar
RASULULLAH shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Hendaklah kalian jujur karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan. Dan kebaikan menunjukkan jalan menuju surga.” (HR. Bukhari).
Saudaraku, kejujuran adalah kunci penting yang sangat efektif dalam membangun kepercayaan. Begitu pula sebaliknya ketidakjujuran adalah faktor utama yang dapat menghancurkan kredibilitas seseorang. Merugilah orang yang terbiasa tidak jujur karena kepercayaan amatlah mahal harganya.
Satu kali saja seseorang tidak jujur apalagi hingga bersifat khianat, maka lambat laun dunia akan terasa amat sempit baginya. Karena tidak ada orang yang mau bekerja sama dengannya. Akan sulit membangun kepercayaan kembali.
Seorang pedagang yang satu kali berbuat tidak jujur kemudian mengecewakan seorang konsumennya, maka sesungguhnya dia sedang menanam ranjau yang pasti akan diinjak dan melukai dirinya sendiri. Mungkin manakala satu kali dia berniaga dengan tidak jujur, ia mendapat keuntungan yang besar. Akan tetapi kerugian sudah menunggu di depan mata. Konsumen akan kapok berbelanja kepadanya. Lalu sangat mungkin konsumen yang kecewa tadi akan bercerita kepada orang lain sehingga orang pun menjadi enggan berbelanja.
Saudaraku, mengapa masih saja ada pedagang yang diam-diam mengurangi takaran? Mengapa masih saja ada pegawai yang diam-diam menggelapkan anggaran? Mengapa masih saja ada pengusaha yang diam-diam memberi suap atau sogokan? Mengapa masih saja ada pejabat-pejabat yang menerima sogokan tersebut?
Jawabannya adalah karena orang-orang seperti ini tidak yakin kepada Allah Ta’ala. Tidak yakin kepada Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Melihat sehingga ia berani berbuat tidak jujur. Padahal kejujuran adalah bukti dari kemuliaan seseorang. Kejujuran adalah refleksi dari kebeningan hati.
Orang yang selalu berusaha jujur di dalam hidupnya baik dalam niat, ucapan, dan perbuatan bisa dipastikan memiliki moral yang baik. Bisa dipastikan memiliki modal akhlak yang mulia. Bahkan di dalam al-Quran disebutkan bahwa Allah Ta’ala akan menyandingkan orang-orang jujur dengan para nabi, syuhada, dan orang-orang saleh.
Artinya: “Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. an-Nisa’ [4]: 69).
Siapa pun pasti menyukai kejujuran. Seorang atasan akan suka pada karyawannya yang jujur. Rakyat akan cinta pada pemimpin yang jujur. Seorang suami atau istri akan sayang kepada pasangannya yang jujur. Pembeli akan senang kepada pedagang yang jujur. Fitrah manusia itu mencintai kejujuran.
Hal yang sangat berharga sebagai buah dari kejujuran adalah rasa tenang. Padahal ketenangan adalah hal yang tidak bisa dinilai dengan materi. Apa gunanya harta kekayaan yang berlimpah jika berasal dari ketidakjujuran.
Segala materi yang berasal dari ketidakjujuran hanya menimbulkan rasa resah dan gelisah. Takut jika sumber kekayaannya terbongkar. Sedangkan jika rasa resah dan gelisah sudah ada di dalam hati, maka rumah luas hanya akan terasa bagai penjara. Hati terasa sempit setiap hari.
Sebaliknya orang yang jujur selalu tenang, karena yang ia genggam adalah embun kebenaran. Bukan bara ketidakjujuran. Ketenangan mengantarkan pada kebahagiaan. Meskipun hidup sederhana, orang yang jujur akan senantiasa diliputi rasa tenang dan kebahagiaan. Rumah yang biasa saja terasa luas dengan jiwa yang lapang dan hati tenteram.
Rasulullah sawbersabda, “… maka sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan kebohongan adalah keraguan…” (HR. Tirmidzi).
Ketidakjujuran hanya menjadi jalan untuk ketidakjujuran berikutnya. Semakin menumpuk ketidakjujuran itu maka semakin sempit hati terasa. Semakin kuat diri terpenjara. Seseorang yang tidak jujur akan susah payah dengan topeng dirinya. Berlaku jujur itu mudah. Tinggal bagaimana keyakinan kita. [*]