Pemerintah Harus Kaji Ulang Wacana Pelarangan Ganja
“Saya pikir mereka dapat mengubah aturan dan bukan budaya. Amsterdam akan memiliki reputasi ini selamanya,” kata Mcguire, salah satu pemilik kedai kopi ganja.
JERNIH- Di tengah perjalanan wacana pelarangan penggunaan ganja bagi turis asing lantaran kepadatan kota Amsterdam, Belanda, pemerintah setempat nampaknya kudu pikir-pikir lagi untuk mengesahkan aturan baru tersebut. Sebab belum apa-apa, ekonomi kota yang bertumpu pada pariwisata tersebut, hampir luluh lantak akibat pandemi.
Betul, tahun-tahun sebelum pandemi Amsterdam mampu menyedot wisatawan hingga 20 juta kunjungan setiap tahunnya. Jumlah itu, digadang-gadang lantaran adanya wisata ganja yang disuguhkan 570 kedai kopi di sana.
Tapi meski lockdown sudah dicabut, jumlah kunjungan ambrol dan sangat jauh dari angka 20 juta. Kedai-kedai kopi sepi pengunjung. Boro-boro turis asing, warga lokal pun jarang ada yang datang sebab sudah terlalu biasa dengan budaya ganja di sana.
DW memberitakan, berkaca pada pandemi yang juga membuat pendapatan ambrol, pemilik kedai kopi mulai menghitung untung-rugi secara ketat jika kebijakan pelarangan turis asing mengkonsumsi ganja benar-benar diterapkan.
Soalnya, itu justru bakal membuka celah wisatawan asing membeli ganja secara sembarangan di jalanan. Bahkan selama pandemi saja, dugaan itu sudah terbukti dengan adanya pengedar ganja di setiap sudut jalan.
“Saya pikir mereka dapat mengubah aturan dan bukan budaya. Amsterdam akan memiliki reputasi ini selamanya,” kata Mcguire, salah satu pemilik kedai kopi ganja kepada DW.
Mcguire yakin betul jika aturan itu tak akan mendapat pengesahan. Sebab penegak hukum bakal kesulitan memilah mana warga lokal dan mana turis asing di Amsterdam. Soalnya, penduduk non UNI Eropa di Amsterdam jumlahnya sangat banyak.
“Orang-orang harus menunjukkan tempat tinggal, tetapi Anda tidak perlu tempat tinggal untuk bekerja di sini jika Anda berada di Uni Eropa,” kata Mcguire.[]